Mengapa Pihak Bea Cukai Belum Juga Melepas Barang PMI?
Sekali lagi, notulen rakortas di Kemenko sudah cukup sebagai landasan untuk melepas kiriman PMI yang tertahan di kedua gudang pelabuhan. Tidak harus menunggu perubahan tertulis. Anda semua adalah intelektual birokrasi yang dibekali diskresi untuk bertindak cepat dan tepat.
Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News
ANEH sekali. Sudah ada keputusan yang pasti lewat Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kemenko Perekonomian. Semua pemangku wewenang hadir dan sudah setuju. Setuju untuk membebaskan barang kiriman PMI (Pekerja Migran Indonesia) dari pembatasan yang tertera di Permendag Nomor 36 Tahun 2023.
Keputusan itu langsung diambil dan diumumkan oleh Menko Airlangga Hartarto. Didengar oleh para pejabat tinggi, termasuk pejabat kunci Direktorat Jenderal Bea-Cukai (DJBC).
Tapi, mengapa pihak Bea-Cukai (BC) belum juga melepaskan kiriman yang ditahan di pelabuhan Tanjungemas (Semarang) dan Tanjungperak (Surabaya)?
Menunggu apa lagi? Apa alasan BC? Mengapa Anda, Pak Bea-Cukai, seolah ragu mengeluarkan puluhan kontainer kiriman yang sudah tertahan lama itu? Atau, jangan-jangan Anda beranggapan kiriman itu tidak penting?
Sungguh Anda tidak peka terhadap kekecewaan para PMI yang selama ini sabar menunggu barang mereka. Anda juga seperti anggap enteng terhadap kiriman itu.
Apakah Anda merasa barang-barang impor yang bernilai besar milik para konglomerat jauh lebih penting dibandingkan kiriman PMI? Kalau seperti itu yang ada di dalam pikiran Anda, arogan sekali Anda.
Kiriman PMI itu memang sebagian besar barang bekas. Pakaian bekas. Boneka bekas. Atau paling banter bubuk minuman, tas sekolah, alat tulis, dan barang-barang murah meriah lainnya. Sebab, itulah yang bisa mereka kirimkan kepada keluarga di kampung halaman.
Tapi, bagi para PMI yang merindukan keluarga mereka setelah sekian lama tidak berjumpa, tentu kiriman yang mungkin Anda anggap tak bernilai itu justru sangat berharga bagi para PMI. Itu tanda kepedulian mereka kepada keluarga sanak-saudara.
Dan sekaligus kiriman itu meringankan pemerintah Indonesia yang tidak mampu mensejahterakan rakyatnya. Ingat juga bahwa PMI itu pergi jauh-jauh karena Presiden Jokowi tidak mampu atau tidak mau menyediakan lapangan kerja bagi para PMI itu di dalam negeri.
Rakortas di Kemenko itu berlangsung pada 16 April 2024. Sudah berlalu lima hari. Tapi, belum ada pertanda barang PMI yang ditahan di pelabuhan Semarang dan Surabaya itu akan segera dilepas. Bukankah sudah sangat jelas keputusan rapat itu? Bukankah Lampiran III Permendag 36/2023 dinyatakan tidak berlaku lagi mulai saat keputusan diumumkan?
Mengapa kiriman itu masih ditahan lebih lanjut? Apakah keputusan yang disampaikan secara lisan oleh Pak Menko tidak bisa Anda jadikan landasan untuk melepas barang yang tertahan itu? Apakah keputusan yang sudah diaminkan oleh semua K/L terkait masih belum cukup menjadi landasan Anda mengambil kebijakan untuk melepas barang PMI?
Alasan lain, apa? Menunggu revisi Permendag 36? Sampai kapan lagi kalau itu yang Anda tunggu? Tak bakalan selesai sebelum barang-barang PMI itu menjadi batu atau menjadi busuk semua di gudang sana.
Kalau revisi yang dijadikan alasan berarti pihak BC bekerja tidak pakai “common sense”, tidak pakai akal sehat. Sudah jelas keputusan pencabutan pembatasan tersebut diucapkan di depan rapat yang dihadiri banyak pihak, tentu tidak perlu ada keraguan.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) sudah meminta agar BC melepas kiriman yang ditahan itu. Tidak cukupkah permintaan ini sebagai dasar Anda untuk mengeluarkan kiriman PMI tersebut?
Kalau Anda, Pak BC, takut akan muncul persoalan di kemudian hari, Anda punya rekaman manual (notulen) dan rekaman digital rakortas tersebut. Jelas semua kok apa-apa yang dikatakan tentang pencabutan pembatasan kiriman PMI. Tidak ada yang samar-samar.
Ibu Menteri Keuangan tolonglah dengar suara rakyat, suara PMI. Mohon pertimbangkan faktor kemanusiaan dalam mengambil kebijakan. Tidak perlu kaku sampai menunggu revisi naskah untuk mengambil kebijakan.
Sekali lagi, notulen rakortas di Kemenko sudah cukup sebagai landasan untuk melepas kiriman PMI yang tertahan di kedua gudang pelabuhan. Tidak harus menunggu perubahan tertulis. Anda semua adalah intelektual birokrasi yang dibekali diskresi untuk bertindak cepat dan tepat.
Memang benar bahwa Anda harus bekerja dengan landasan hukum tekstual. Tetapi ada kalanya Anda perlu bertindak berdasarkan persetujuan lisan atas sesuatu yang urgen agar kepentingan publik terlindungi dan terlayani. Tindakan cepat untuk kiriman PMI yang tertahan itu memiliki dimensi publik dan urgen. (*)