Mengukur Prestasi Dirut Pertamina dan PLN, Apakah Mereka Bisa Bantu Negara?

Nah, kedua BUMN PLN dan Pertamina seharusnya bisa membantu pemerintah dengan cara meningkatkan penjualan BBM dan listrik non subsidi. Kemampuan menjual BBM dan listrik non subsidi merupakan alat untuk mengukur prestasi para direksi di kedua BUMN tersebut.

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

APA sih ukuran BOD BUMN itu berhasil atau tidak? Ukurannya, jika mereka bisa membantu negara menyelesaikan berbagai macam urusan hajat hidup orang banyak. Bukan hanya bisa menyalurkan barang barang dan jasa-jasa yang ditugaskan oleh negara atau pemerintah, akan tetapi sekaligus mengurangi beban biaya negara atau pemerintah untuk urusan tersebut.

Usaha mengurangi beban negara dalam hal subsidi dan kompensasi BBM dan listrik ini tidak terjadi di BUMN Pertamina dan PLN. Kedua BUMN kita ini menikmati penerimaan subsidi dan kompensasi dari pemerintah tanpa ada usaha untuk membantu pemerintah.

Buktinya salah satu penerimaan terbesar BUMN Pertamina dan PLN adalah penerimaan subsidi dan kompensasi. Kedua penerimaan ini di dua BUMN tersebut berkisar antara 500-600 triliun rupiah setahun. Sementara penerimaan dari penjualan yang non subsidi tidak meningkat secara significant.

Kondisi tersebut secara telanjang dapat dilihat di Pertamina, direksi tidak pernah berhasil dalam meningkatkan prosentase penjualan BBM Solar non subsidi, LPG non subsidi. Seperti tidak ada sense of crisis. Mereka mengandalkan penerimaan subsidi dan kompensasi dan membiarkan solar jebol. LPG 3 kg jebol. Demikian juga listrik non subsidi kira kira sama.

Anehnya bagi Pertamina dan PLN kedua penerimaan tersebut sangat menopang kinerja keuangan mereka, membuat BUMN tersebut untung, dan bisa menggaji BOD dan semua karyawan mereka dengan baik. Kedua perusahaan ini merupakan yang paling mentereng dibandingkan dari semua perusahaan BUMN lain.

Akan tetapi bagi negara anggaran subsidi dan kompensasi adalah anggaran yang menjadi sumber defisit besar dalam APBN selain utang pemerintah. Sebenarnya APBN sekarang sudah sampai pada level kere keriting karena pengeluaran untuk utang dan untuk subsidi dan kompensasi mencapai sepertiga dari APBN Indonesia.

Sekarang masalah terbesar yang dihadapi pemerintahan Prabowo Subianto adalah masalah subsidi energi yang sangat besar. Tapi untuk mencabut subsidi merupakan pekerjaan yang beresiko baik secara ekonomi maupun politik. Semua orang sudah tahu. Lawan politik akan memanfaatkan isu ini secara efektif menyerang pemerintah.

Nah, kedua BUMN PLN dan Pertamina seharusnya bisa membantu pemerintah dengan cara meningkatkan penjualan BBM dan listrik non subsidi. Kemampuan menjual BBM dan listrik non subsidi merupakan alat untuk mengukur prestasi para direksi di kedua BUMN tersebut.

Pemerintahan Prabowo dapat menjadikan alat ukur atau indikator ini dalam menilai kinerja direksi BUMN Pertamina dan PLN.

Jika dalam setahun tidak ada peningkatan penjualan BBM non subsidi dan LPG 3 kg maka direksi bisa langsung dipecat. Sehingga direksi selanjutnya bisa bekerja dalam indikator ini. Demikian juga kepada PLN diberlakukan indikator yang sama dalam menikai kinerja direksi. (*)