Misi Belah Ketupat
Berkat kolaborasinya dengan MPM, UMP telah menjadi ‘’rumah UMKM’’. Saat ini UMP telah membina dan mendampingi tidak kurang dari 3.000 UMKM yang bergerak di berbagai sektor usaha.
Oleh: Joko Intarto, Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) Muhammadiyah
RAPAT Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) di Purwokerto 28-30 Juli 2023 membuahkan beberapa catatan menarik yang bisa dirangkum menjadi satu: Misi belah ketupat. Seperti apa?
Buya Anwar Abbas tak bisa menyembunyikan ekspresi gusarnya saat membuka Rakernas MPM di kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto (29/07/2023) yang lalu. Ia begitu risau karena struktur kesejahteraan masyarakat secara nasional tak kunjung berubah: Berbentuk piramida. Sedikit yang paling atas adalah orang-orang yang sangat kaya. Paling banyak di bawah diisi orang-orang yang sangat miskin.
‘’Coba kita pikirkan bersama-sama. Bagaimana Muhammadiyah melalui MPM bisa berkontribusi mengubah gambar piramida itu menjadi belah ketupat,’’ kata Buya.
Dengan pola belah ketupat, kelas menengah menjadi yang terbesar. Sementara penduduk berpendapatan rendah mengecil secara signifikan. Ada pun penduduk berpendapatan sangat besar tidak berubah.
Berdasar berbagai publikasi, struktur pendapatan masyarakat Indonesia memang kurang begitu menarik. Dasar piramida melambangkan besarnya jumlah penduduk miskin nasional. Jumlah penduduk miskin berdasar laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 lalu tercatat sebanyak 26,01 juta jiwa.
Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi segala kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Dengan definisi tersebut, kemiskinan berhubungan erat dengan kemandirian finansial masyarakat.
Definisi kemandirian finansial adalah kondisi seseorang yang mampu memenuhi semua kebutuhan hidup dengan uang atau kekayaan yang dimiliki. Dengan demikian, persoalan kemiskinan bersumber pada ketidakmampuan seseorang memperoleh pendapatan yang layak dari sumber-sumber penghasilan yang tersedia.
Sumber pendapatan seseorang adalah gaji atau upah bagi pekerja dan keuntungan usaha bagi entrepreneur. Sebagian masyarakat menjadi miskin karena tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran. Sebagian pekerja berstatus miskin karena gaji atau upah yang diterima terlalu rendah. Ada juga orang yang jatuh miskin dari kalangan pengusaha karena usahanya bangkrut.
Berkolaborasi untuk memerangi kemiskinan merupakan DNA Muhammadiyah. Sejak 1912, KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah terus berdakwah mengajak semua umat Islam untuk bergotong-royong menolong orang-orang miskin melalui program pangan, kesehatan dan pendidikan.
DNA Muhammadiyah menurun ke semua majelis, lembaga dan organisasi otonom di bawahnya, termasuk MPM. DNA itu bisa dibaca dari slogan MPM yang legendaris: Selama masih ada rakyat yang menderita, tidak ada kata istirahat!
Mengusung tema "Kolaborasi Ekosistem Pemberdayaan Masyarakat", MPM dalam rakernas mengajak semua elemen di internal maupun eksternal Muhammadiyah untuk memberdayakan ekonomi dengan sasaran masyarakat miskin pedesaaan dan perkotaan, nelayan, buruh domestik dan migran.
Ketua MPM M Nurul Yamin dalam acara itu menyampaikan bahwa MPM telah mengidentifikasi tiga persoalan besar dalam dalam isu kesejahteraan, yakni Persoalan kesenjangan; Persoalan kemiskinan; Persoalan kedaulatan pangan.
Kolaborasi merupakan strategi efektif untuk mengurai berbagai persoalan tersebut. Dalam rumah besar Muhammadiyah, MPM memiliki rekam jejak, antara lain, kolaborasi inovasi menciptakan efisiensi biaya produksi dan optimalisasi pendapatan petani dari hulu hingga hilir.
Di hulu, MPM menggandeng pusat riset perguruan tinggi Muhammadiyah untuk pengembangan produk pertanian yang sesuai dengan kebutuhan industri masa kini.
Tepung mocaf dari singkong yang menjadi bahan pangan alternatif non gluten pengganti terigu merupakan salah satu success story kolaborasi MPM dengan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Di tengah, pendampingan petani dilakukan dengan mendirikan Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam) dan lembaga Koperasi Tani Muhammadiyah. Sejauh ini, MPM telah menginisiasi pendirian 100 koperasi di pedesaan.
Sementara di sektor hilir atau akses pasar, MPM bersinergi dengan amal usaha Muhammadiyah (AUM) seperti kampus, sekolah, pesantren dan rumah sakit sebagai pasar internal.
Berkat kolaborasinya dengan MPM, UMP telah menjadi ‘’rumah UMKM’’. Saat ini UMP telah membina dan mendampingi tidak kurang dari 3.000 UMKM yang bergerak di berbagai sektor usaha.
Menurut Rektor UMP Dr Jebul Suroso, kolaborasi bagi UMP bukanlah beban karena semua pemberdayaan masyarakat merupakan kewajiban universitas. Kolaborasi itu justru membuka peluang dalam meningkatkan kualitas dosen dan mahasiswa melalui kerja penelitian dan praktik di lapangan. (*)