Rupiah Kembali Melemah, Apakah Akan Ada Drama Menumbalkan Tim Prabowo Lagi?

Artinya, pelemahan rupiah selama ini bukan karena kegagalan ekonomi, fiskal dan moneter rezim Jokowi, Sri Mulyani, Airlangga Hartarto, atau Perry Warjiyo. Tapi karena kebijakan fiskal Prabowo tahun 2025.

Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

BANK Indonesia (BI) harus kerja keras, berjibaku mempertahankan kurs rupiah yang bandel tidak mau turun-turun. Intervensi alias ‘doping’ kurs rupiah sejauh ini belum berhasil menurunkan rupiah di bawah Rp 16.000 per dolar AS.

Setelah diintervensi sangat intens, rupiah ternyata hanya bisa menguat sedikit menjadi sekitar Rp 16.360-an, untuk kemudian merosot lagi tembus Rp16.410.

Pertanyaannya, sampai seberapa kuat BI bisa ‘doping’ kurs rupiah melawan kekuatan pasar? Kalau tidak kuat, satu ketika rupiah akan jebol.

Artinya, ini masalah endurance, masalah ketahanan, masalah berapa banyak dolar yang masih dimiliki BI untuk melawan pasar, untuk melawan investor asing yang kabur.

Semoga BI masih mempunyai napas panjang, sampai pemerintah bisa mendapat oksigen (utang) baru. Kalau tidak, rupiah siap tergelincir.

Kasihan bangsa Indonesia mempunyai menteri yang hanya suka bermain sandiwara, dengan judul pembodohan kepada masyarakat.

Kurs rupiah memang sempat menguat sedikit pada awal pekan ini. Tidak signifikan. Kurs rupiah ditutup Rp 16.375 pada Selasa lalu (25/6/2024).

https://money.kompas.com/read/2024/06/26/065101726/sri-mulyani-tim-prabowo-suntik-kepercayaan-pasar-rupiah-tak-lagi-terkapar

Penguatan kurs rupiah yang tidak signifikan ini kemudian didramatisir: seolah-olah kurs rupiah menguat karena penampilan bersama antara pemerintah (Airlangga Hartarto dan Sri Mulyani) dengan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo Subianto.

Penampilan bersama ini sesungguhnya merupakan jebakan kepada Tim Prabowo. Anehnya, Tim Prabowo mau saja tampil untuk menjadi aktor pendukung sinetron Joko Widodo, Airlangga dan Sri Mulyani.

Penampilan bersama antara pemerintah dengan Tim Prabowo ini sebenarnya hanya untuk bisa mempertontonkan sinetron kepada publik, untuk membuktikan bahwa kurs rupiah anjlok akibat Prabowo mau menaikkan defisit menjadi lebih dari 3 persen dan menaikkan rasio utang terhadap PDB menjadi 50 persen dalam 5 tahun.

Tim Prabowo kemudian bagaikan kerbau dicucuk hidungnya, sangat penurut, mengikuti skenario Sri Mulyani dan Airlangga, untuk berjanji (memberi komitmen) taat terhadap ketentuan defisit anggaran. Artinya, Tim Prabowo dipaksa “mengaku dosa” bahwa pelemahan kurs rupiah selama ini akibat ulah Prabowo ingin menaikkan defisit dan utang.

Usai konferensi pers, kurs rupiah kemudian memang menguat, tetapi sangat tidak signifikan.

Sri Mulyani, Airlangga Hartarto, dan Bank Indonesia kemudian berteriak lantang. Nah kan, rupiah menguat setelah Tim Prabowo berjanji untuk tidak ugal-ugalan lagi dalam menentukan defisit anggaran.

Artinya, “terbukti” pelemahan rupiah selama ini disebabkan kebijakan fiskal Prabowo tahun 2025.

Artinya, pelemahan rupiah selama ini bukan karena kegagalan ekonomi, fiskal dan moneter rezim Jokowi, Sri Mulyani, Airlangga Hartarto, atau Perry Warjiyo. Tapi karena kebijakan fiskal Prabowo tahun 2025.

Dalam hati, Sri Mulyani, Airlangga Hartarto, dan Perry Warjiyo tertawa. Dalam hati mereka berkata, betapa mudahnya mengecoh Tim Prabowo, untuk cuci tangan atas kegagalan mereka.

Padahal, penguatan kurs rupiah pada awal pekan ini karena intervensi, atau artifisial: bukan natural.

Faktanya, kurs rupiah kemarin, Rabu (26/6/2024), kembali melemah, dibuka Rp 16,442 per dolar AS.

Apakah Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto akan memanggil Tim Prabowo lagi untuk mengatasi merosotnya rupiah kali ini? (*)