Strategi Muhammadiyah Terima Izin Tambang Untuk Menolaknya
Inilah yang sedang ditunggu pimpinan Muhammadiyah. Mereka kemudian bisa dengan enteng mengatakan kepada semua pihak, khususnya terhadap pemerintah, bahwa seluruh komponen Muhammadiyah menolak IUP.
Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News
TIDAK mungkin Muhammadiyah mau menerima tawaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Presiden Joko Widodo. Tetapi, mengapa itu terjadi beberapa hari yang lalu? Mengapa akhirnya ormas yang selalu dinilai keren itu menerima juga?
Kita perlu banting stir melihat keputusan Muhammadiyah menerima IUP itu. Di permukaan, tidak banyak yang memahami mengapa PP Muhammadiyah menerima. Reaksi natural publik adalah menyesalkan, mencela sampai mencerca.
Reaksi yang tidak setuju itu lumrah sekali. Begitulah pemikiran dan kesimpulan linier publik. Reaksi hitam-putih seperti itu wajar sekali.
Padahal, penyataan terbaru Muhammadiyah menerima IUP seharusnya dibaca dengan kamus diplomasi. Bahwa Muhammadiyah menerima IUP yang ditawarkan tersebut untuk menghimpun penolakan yang meluas dari pengurus Muhammadiyah di daerah-daerah.
Penolakan yang masif inilah nanti yang dikedepankan oleh PP Muhammadiyah. Sehingga para petinggi pusat bisa dengan mudah mengatakan bahwa warga Muhammadiyah tidak berkenan menerima IUP. Karena itu kami terpaksa menolak.
Selama ini, penolakan pertama dipandang oleh pemerintah sebagai sikap politik dari para pimpinan Muhammadiyah saja. Ini berbahaya bagi ormas yang terkenal selalu aklamasi, demokratis, dan taat pimpinan itu.
Dalam beberapa hari ini pernyataan menerima IUP telah memancing reaksi negatif. Dan di hari-hari ke depan nanti akan lebih keras lagi penolakan itu.
Inilah yang sedang ditunggu pimpinan Muhammadiyah. Mereka kemudian bisa dengan enteng mengatakan kepada semua pihak, khususnya terhadap pemerintah, bahwa seluruh komponen Muhammadiyah menolak IUP.
Mengapa Muhammadiyah perlu menolak dengan cara diplomatis? Pertama, bisa jadi ada tekanan politis yang hanya pimpinan Muhammadiyah saja yang tahu. Juga, sangat mungkin para petinggi menginginkan agar kebijakan pemberian IUP kepada ormas itu tidak gagal total karena hanya satu ormas saja yang menerima.
Dan, ormas itu sekarang menjadi bulan-bulanan publik, sendirian tanpa teman.
Kedua, Muhammadiyah ingin memberikan kesempatan kepada seluruh unsur internal untuk menyampaikan aspirasi mereka tentang IUP. Tentang buruk-baiknya. Pimpinan pusat sudah memprediksi penolak luas.
Kita berharap semoga uraian dalam tulisan ini menjadi kenyataan. Sebab, kalau Muhamamdiyah benar-benar menerima IUP dan melaksanakannya, maka bersiap-siaplah warga Muhammadiyah untuk melihat fatalitas terburuk dalam sejarah kemaslahatan yang telah mereka bangun puluhan tahun. (*)