Target CEO Baru PSW: "Turn Around GoTo! Bisa?"

Langkah fatal jual saham Tokopedia itu telah menguras aset dan pendapatan terbesar yang GoTo miliki. Inilah juga yang membuat Investor menjadi pesimis, mengingat Gojek, Gosend itu projek yang masih membakar duit.

Oleh: Jon A. Masli, MBA, Diaspora USA, Corporate & Capital Market Advisor

DRAMA anjloknya saham GoTo itu seperti Drama Korea yang dimulai dengan euphoria, kemudian nangis Bombay, dan ujung-ujungnya mungkin happy ending. Yang jelas sekarang para investornya pada nangis Bombay karena sahamnya tinggal gocaptun. Telkom sebagai investor besar kini merugi puluhan triliun rupiah.

Dimulai dengan lahirnya GoTo yang digembar-gemborkan sebagai unicorn kebanggaan RI oleh dua anak muda, William Tanuwijaya dan Kevin Bryan. Mereka berhasil mempesona para investor seperti Alibaba, Softbank (keduanya sudah hengkang) dan 2 investor raksasa nasional, yaitu Telkom dan Astra yang memborong saham GoTo dan sekarang ini lagi stressed gigit jari ketika harga sahamnya tinggal gocaptun Rp 50.

Seperti mimpi di siang bolong, tapi faktanya GoTo ini belum mencetak untung, bisa melanggeng masuk Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan mulus. Anjloknya saham GoTo jelas dipicu oleh beberapa faktor.

Pertama; Ketika para pemegang saham besar, seperti Alibaba, Softbank, dan pendiri-pendiri GoTo menjual sahamnya, konon termasuk Boy Tohir, serta para anggota Direksi dan Komisarisnya juga hengkang yang dimulai jauh hari sebelumnya ketika Nadiem Makarim sang pendiri Gojek menjadi Mendibud.

Kini disusul pentolan-pentolan pengurus seperti William Tanuwidjaya, Melissa Siska, Kevin Aluwi, Andre Sulistyo dll.

Kedua; Drama berlanjut ketika Byte Dance, pengelola TikTok mengakuisisi saham Toped pada Desember 2023 sebanyak 75,01%, sehingga GoTo hanya memiliki 24,99% saham di Toped. Anjloklah sumber pendapata dan asetnya di Toped.

Kedua faktor inilah yang membuat investor lost confidence memicu drama anjloknya harga saham GoTo. Untunglah Patrick Waluyo dan Jacky Lo sempat membeli kembali saham GoTo, sehingga kejatuhan harga sahamnya tertolong.

Terpilih CEO-nya Patrick Waluyo yang dikenal sebagai orang keuangan Wizard yang visioner, dia ahlinya corporate financing dan funding. Tapi, dia bukanlah seorang CEO yang menguasai bisnis retail yang GoTo perlukan kini sejak kehilangan 75% pendapatan usaha retailnya di Toped yang diakuisisi Tiktok.

RUPS baru-baru ini juga mengukuhkan John A. Prasetio, sebagai Komisaris Independen dan juga salah satu petinggi BEI. Kalau di pasar modal AS, Singapura, Hong Kong, pasti tidak diperkenankan seorang pengurus bursa efek masuk menjadi Petinggi diperusahaan Tbk. Tetapi ini negeri Konoha, anything goes and can happen. Terus ada juga Agus Martowardoyo, eks gubernur BI.

Jelas, kedua tokoh senior ini memberi support moral kepada sang CEO dan juga mengambil hati investor, a piece of mind? Tapi investor juga tahu, selama tidak ada business improvement, GoTo tidak akan pulih kembali siapapun CEO dan Komisarisnya.

Jadi, GoTo harus fokus mencari sumber pendapatan dan memperkuat core bisnis retailnya untuk menunjang kegiatan usaha dan mendorong kenaikan harga sahamnya.

Tanpa pangsa pasar, tambahan pendapatan dari bisnis retail yang kuat, mustahil GoTo akan pulih. How to do it? Sebaiknya mencari Partner business baru retail with Chinese company/ies yang de facto tiap menit membuat terobosan baru di E Commerce dan teknologi. Suka gak suka partner dari mana lagi kalau bukan China. AS sudah bolui/bokek. Demikian juga Eropah.

Langkah fatal jual saham Tokopedia itu telah menguras aset dan pendapatan terbesar yang GoTo miliki. Inilah juga yang membuat Investor menjadi pesimis, mengingat Gojek, Gosend itu projek yang masih membakar duit.

Jika boleh diusulkan beberapa solusi corporate actions yang bisa dipertimbangkan sebagai unicorn yang Indonesia banggakan selama ini.

Pertama; GoTo mesti mencari funding untuk melakukan ekspansi bisnisnya. Tentu dengan catatan ada new business strategy dan development concepts. CEO-nya tentu capable melakukan hal ini. Expansion plan seperti Gojek buka usaha ke LN ke Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, think globally seperti Grab sudah berkiprah ke mana-mana dan sudah listed di Nasdaq.

Ini berarti business collaboration atau Joint venture dengan asing sebagai alternatif solusi.

Kedua; GoTo perlu reach out juga memberdayakan puluhan juta UMKM lebih maksimal lagi dengan bekerja sama bisnis kecil tapi merakyat yang berkelanjutan. Ingat, opsi ini jangan dianggap remeh. Keberadaan orang-orang top seperti John A. Prasetio dan Agus Martowardoyo tidak bisa menjamin pemulihan business GoTo dengan tokcer.

Kehadiran mereka hanya sebatas pengawasan yang lebih baik, tinggal CEO-nya, harus bekerja keras to turn around GoTo. Bisa? Harus bisalah! (*)