Tidak Hanya Apple, Produk Otomotif Mulai Hengkang dari Indonesia

Kesimpulannya, batalnya investasi Apple yang de facto disukai oleh Publik Indonesia berdasarkan data statistik yang sudah pernah saya tulis dalam artikel-artikel sebelumnya (selain Android) dan dihentikannya merk Peugeot dari bumi pertiwi ini sekali lagi tidak bisa dianggap "baik baik saja".

Oleh: KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen, Pembina di PPMKI, TBN dan Klub Mercedes-Benz Indonesia

MESKI berusaha ditutup-tutupi di media-media mainstream Pro-Rezim ini dan juga dicarikan alasan-alasannya, bahkan sempat juga ada Menteri yang dengan konyolnya berusaha mencari "kambing hitam" – dengan makin menampakkan ke"bahlul"annya – bahwa Publik Indonesia tidaklah sebodoh sebagaimana yang (mungkin) dibayangkan penguasa.

Sempat disebut-sebut akan investasi Rp 1,7 triliun dengan membangun Sekolah-sekolah Teknologi di sini, ternyata kemarin sudah ada statemen resmi dari Apple bahwa omon-omon tempo hari itu benar-benar hanya Pepesan Kosong belaka.

Masyarakat (dan juga MK) sama saja berhasil diperdaya dengan Angka-angka "sim salabim" hasil Rekayasa SIREKAP maupun "Hitung Manual Berjenjang" yang tidak ada dasar ilmiahnya (karena sumber data angka yang digunakan untuk menghasilkannya dengan sengaja telah "dikunci" alias disembunyikan selama 3 tahun.

Namun meski sudah ada Putusan dari KIP (Komisi Informasi Pusat) bahwa data-data sumber itu jelas-jelas bukan jenis yang termasuk dikecualikan sesuai UU KIP Nomor 14/2008), KPU malah makin belagu dan sekarang menuntut YAKIN (Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia) ke PTUN, padahal semua orang tahu bahwa YAKIN jelas-jelas bukan Lembaga Pemerintah.

Kembali ke soal batalnya investasi Apple, sekali lagi meski CEO-nya, Tim Cook, sudah diberi Karpet Merah untuk masuk Istana Negara bak Presiden yang setara dengan yang menyambutnya, namun faktanya rencana investasi yang juga sebenarnya terlalu amat sangat kecil (untuk tak menyebutnya "penghinaan") bila dibandingkan dengan Vietnam yang 150x-nya, karena di sana Apple berencana membangun Infrastruktur dan Manufaktur senilai Rp 255 triliun, sedangkan di sini hanya Tempat Pendidikan senilai Rp 1,7 triliun, itupun batal.

Padahal sudah telanjur gembar-gembor ke mana-mana melalui media-media Pro-Rezim dan masih ditambah puja-puji dari Pendengung (Buzzer) yang sangat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang sangat Lebay.

Dengan kasus batalnya investasi Apple yang sangat memalukan tersebut apakah kemudian hal yang sama akan menimpa rencana investasi Microsoft yang juga sudah datang pada kesempatan berikutnya? Tentu kita semua berharap tidak, karena kalau saja Satya Narayana Nadella selaku CEO-nya yang juga sudah datang ke sini dan bahkan menjanjikan investasi jauh lebih besar dari Apple, yakni Rp 27 triliun mendadak juga batal, maka mau ditaruh di mana muka Indonesia? Saya menulis "muka Indonesia" karena jelas-jelas yang malu adalah kita semua selaku Rakyat yang masih memilki kecintaan terhadap Republik ini, sebab bisa jadi malahan mereka-mereka yang sedang berkuasa di Rezim ini tidak merasa punya muka lagi.

Karena dalam kasus Apple, jangankan menyatakan maaf karena sudah membiarkan bangsa ini kena Prank, malah terlihat pejabat-pejabatnya saling bertikai sendiri dan tidak melakukan evaluasi mengapa perusahaan teknologi ternama Amerika tersebut batal berinvestasi di Indonesia.

Mengapa kita perlu khawatir terhadap janji Microsoft kemarin? Karena jangankan seperti juga Apple yang baru berencana masuk dan berinvestasi (dan akhirnya batal), di sektor lain misalnya Otomotif, Indonesia yang sempat menjadi "surga" pemasaran merk-merk Otomotif sejak akhir abad ke-19 lalu, satu-persatu mulai ditinggalkan merk-merk yang sempat cukup mewarnai aspal jalanan Republik ini.

Secara historis, mobil pertama di Indonesia adalah Benz-Phaeton produksi tahun 1895 milik Sri Soesoehoenan Pakoe Boewono X dari Kraton Soerakarta Hadiningrat.

Mobil yang ditenagai mesin 3000cc/5 HP 1 Silinder 4-roda ini hanya terpaut 9 tahun lahirnya dari Mobil pertama produksi Jerman yang sekarang dikenal dengan merk "Mercedes-Benz" yakni Benz-Patent Wagen 3-roda yang Replika salah satunya berada di Museum Nasional.

Khusus soal Mobil Pertama Indonesia ex Milik PB X itu kini tersimpan rapi di Louwman Museum Belanda, setelah tahun 1924 dikapalkan melalui Pelaboehan Tandjoeng Emas Samarang (saat itu) untuk mengikuti Pameran Otomotif Dunia AutoRAI, namun sayangnya tidak bisa pulang kembali ke Indonesia.

Saat kunjungan ke Museum tersebut tahun 2013 lalu saya Alhamdulillah diberi kesempatan (satu-satunya di dunia untuk pengunjung Museum) untuk menaiki kembali Mobil bersejarah di Indonesia tersebut dan – sesuai Unggah inggih (Etika) yang dipahami – meski ditawari duduk di belakang (Kursi Penumpang), saya menolak halus dan memilih untuk menjadi "Sopir" (atau Kusir?) di depan saja dengan alasan saya saat itu yang berhak duduk di belakang Hanya Sri Sunan (Raja) yang berkuasa. Pihak Museum sangat mengapresiasi sikap itu, karena hingga kini jangankan menaiki, memegang Warisan Sejarah itupun merupakan hal yang tidak diperkenankan di sana.

Sejarah hadirnya Mobil pertama di Indonesia 129 tahun silam itu sebenarnya membuktikan bahwa Indonesia adalah negara terpandang juga dalam dunia pasar Otomotif dunia, bahkan sejak sebelum merdeka.

Pada awal Abad ke-20 tersebut importir mobil seperti NV Velodrome, Verwey & Lugard, JA Berkhemer dan Fuchs & Rens tumbuh pesat di kota-kota besar Indonesia seperti di Batavia, Soerabaia, Bandoeng, Samarang, Djocja dan Deli (Medan).

Tahun 1928, Fuch & Rens merakit & menjual mobil Paccard, Chrysler, De Soto, Plymouth, Renault dan Fargo. Tahun 1939, jumlah mobil di sini sudah mencapai 51.615 unit, tersebar di Pulau Jawa 37.500, di Batavia 7.557, di Bandoeng 4.945 dan kota-kota lain. Jumlah ini sudah termasuk truk yang jumlahnya 12.860 unit.

Namun pada 2024 ini salah satu merk mobil yang pernah favorit digunakan oleh para penggemar mobil-mobil Eropa, khususnya Perancis yakni Peugeot menyatakan menghentikan pemasarannya di Indonesia.

Sebenarnya dari negara yang menjadi cita-cita bermainnya Garuda Muda di Olimpiade Paris 2024 tersebut ada 2 merk lain yang cukup populer, yakni Renault dan Citroen, di samping Smart yang berkolaborasi dengan Mwrcedes-Benz untuk membuat kendaraan yang imut namun powerful dan bertenaga 1000cc dan EV (Listrik), namun mobil berlambang Singa Mengaum tampak lebih banyak komunitasnya karena tercatat ada beberapa Klub Otomotifnya, termasuk yang tergabung dalam PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia) dan TBN (Touring Bela Negara) series.

Meski ada juga seri yang lebih kuno, namun tipe-tipe Peugeot populer yang mengaspal di sini dimulai dari seri "04": 304, 504, kemudian seri "05": 405, 505, 605, disusul yang cukup banyak varietasnya seri "06": 106, 206, 306, 406, hingga 806. Disusul seri "07": 207, 307, 407, 807 dan sebagainya.

Sayapun sempat menikmati produk negara yang terkenal dengan menara Eiffel-nya ini, yakni tipe 505GR, 405SR, 405SRi, 405ST hingga 605SR yang dikenal sebagai "S-Class-nya" Peugeot sebelum sempat sebentar menjajal seri 3 dan seri 5 produk Bavarian dan akhirnya tidak bergeser sekarang dari "Tri-star pointed" produksi Stuttgart Jerman Barat. Sejujurnya kalau merk nasional Esemka memang benar-benar ada dan bukan "mobil ghoib", selaku nasionalis saya pasti setia juga menggunakannya.

Tentu keputusan Astra Mobil divisi Peugeot untuk mengentikan pemasaran di Indonesia sangat mengagetkan mengingat logo Singa ini sudah mengaum di sini selama 52 tahun atau sejak 1972, yang kala itu berada di bawah Multi France Motor.

Alasan menurunnya pemasaran tentu tidak bisa dihindari, karena tercatat tahun lalu (2023) hanya laku 199. Padahal tahun 2022 bisa mencapai 451, meningkat 2x dibanding 2021 yang cuma 265. Bahkan data terbaru di kuartal I/2024 baru laku 28 unit alias turun 67,6% secara tahunan dibanding tahun 2023.

Meski memang saat ini beberapa brand baru (dari China) yang masuk seperti Wuling dan BYD yang cukup "sukses" memasarkan EV-nya, namun sebenarnya kita semua juga tahu bagaimana kualitas produk barang-barang keluaran negara tirai bambu tersebut.

Tentu masyarakat tidak mudah lupa akan raibnya MotCin (Motor China) yang kini sudah seperti Esemka, di mana terakhir inipun sebenarnya juga hanya menempel Logo dari aslinya merk Foday.

Kesimpulannya, batalnya investasi Apple yang de facto disukai oleh Publik Indonesia berdasarkan data statistik yang sudah pernah saya tulis dalam artikel-artikel sebelumnya (selain Android) dan dihentikannya merk Peugeot dari Bumi Pertiwi ini sekali lagi tidak bisa dianggap "baik baik saja".

Sebab ini bisa diikuti oleh produk-produk – baik di dunia Teknologi maupun Otomotif – lainnya karena pasti sudah terdengar luas di mancanegara. Kalau rezim ini masih belagu sebagaimana sekarang dan bahkan cenderung merusak Demokrasi, Korupsi dan Nepotisme yang makin menjadi-jadi.

Saya khawatir bahwa "Indonesia Emas 2045" tidak hanya menjadi "Indonesia Cemas", tapi bahkan bisa jadi "Indonesia Lemas". Akankah Rakyat mendiamkan ini terus terjadi? Insyaa’ Allah tidak ... (*)