Uang Gentayangan Tidak Pulang-Pulang

Kalau begini bagaimana cara Presiden Joko Widodo cari uang untuk menyelesaikan tugasnya sampai tahun 2024? Ini merupakan pertanyaan besar dan sungguh serius. Sementara mau utang sudah gak bisa lagi.

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

MASALAH terbesar yang dihadapi sekarang adalah kanker atau kantong kering. Padahal uang yang berseliwuran di angkasa banyak, tapi tidak ada yang mendarat di kantong. Malah uangnya lari kabur ketakutan. Mampir pun tak mau. Akibatnya kantong kering.

Seperti dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa uang kabur dari Indonesia dan diparkir di Singapura banyak banget. Jumlahnya sekitar Rp 2.500 triliun. Mungkin lebih. Padahal pemerintah Singapura mengatakan bahwa negaranya bukan tempat menyimpan uang kotor dari Indonesia.

Berarti secara eksplisit pemerintah Singapura mengatakan bahwa uang yang kabur dari Indonesia ke negaranya itu uang haram. Silakan dikejar kira-kira begitu.

Saling balas antara Menteri Keuangan Indonesia dan pemerintah Singapura ini bermakna bahwa uang Rp 2.500 triliun itu adalah uang buronan. Artinya itu uang haram dan pemerintah Singapura siap berburu sama-sama dengan Indonesia. Masalahnya pemerintah Singapura tak terlalu tertarik dengan uang itu, sementara Indonesia butuh banget.

Masalah kunci dalam perkara ini adalah uang yang tadinya halal karena kabur akhirnya sekarang menjadi uang kotor dan haram. Uang yang tadinya legal sekarang ilegal. Sungguh gawat. Pola ini terjadi secara beruntun dan bertubi-tubi dalam beberapa waktu terakhir.

Awal tahun lalu pemerintah dihebohkan oleh kegiatan pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Nilainya sangat fantastis yakni mencapai Rp 349 triliun. Melibatkan puluhan pejabat Kemenkeu.

Tentu saja semua orang kaget termasuk Kemenkeu sendiri. Lah, tadinya uang ini oke-oke saja diolah oleh Kemenkeu, sekarang mengapa disebut pencucian uang? Sementara itu pencucian adalah kejahatan transnasional kelas satu.

Belum habis kaget ini kembali kasus impor emas ribuan ton oleh Antam. Terakhir kepergok senilai Rp 47 triliun. Itu yang ketahuan, tapi yang belum ketahuan bisa lebih besar lagi. Tentu saja rakyat Indonesia kaget. Dan, yang paling kaget tentu Antam. Bukannya tadinya impor begini oke-oke saja, mengapa sekarang dibilang impor ilegal?

Lagi-lagi kaget! KPK mengumumkan adanya ekspor nickel ilegal sebanyak 5 juta ton. Itu angka yang sangat fantastis. Nilainya bisa mencapai Rp 1.500-1.800 triliun. Wah ilegal kok bisa sebanyak itu? Kakau cuma satu dua ton sih okelah.

Ini 5 juta ton ilegal. Ini berarti semua kegiatan ekspor timah ilegal dan kebetulan ekapornya ke China. Tentu saja ini membuat semua kaget, Kemenkeu, Kemendag, Kementerian Investasi, dll. Loh, tadinya praktik ekspor timah oke-oke saja, kemudian mengapa sekarang dikatakan ilegal. Gawat!

Mengapa gawat? Ini semua yang tadinya legal sekarang diilegalkan. Semua yang tadinya halal sekarang diharamkan. Masalahnya uang yang dihasilkan dari kegiatan di atas sudah tidak boleh diambil. Sekarang uang tersebut adalah uang haram dan jadi buronan interpol.

Padahal tadinya uang itulah yang mengisi kantong APBN, membaiayai politik nasional, menopang kehidupan politik dan kejayaan oligarki Indonesia. Sekarang uang tersebut diharamkan. Uang yang tadinya halal sekarang telah jadi buronan.

Kalau begini bagaimana cara Presiden Joko Widodo cari uang untuk menyelesaikan tugasnya sampai tahun 2024? Ini merupakan pertanyaan besar dan sungguh serius. Sementara mau utang sudah gak bisa lagi.

Karena uang hanya bisa datang jika Indonesia melaksanakan transisi energi, stop. Batubara stop. Sawit. Lah oligarki hidupnya dari sono. Terakhir dua kapal tengker membawa minyak impor ilegal ditangkap Badan Keamanan Laut/Bakamla (nanti kita ulas lagi ya).

Jadi, inilah syair tembang Jawa, Seapes apesnya wong kalau ditinggal pergi oleh uang. Syukur- syukur bisa tidur, bangun tidur melamun lagi tanpa tepi. (*)