China Lagi China Lagi

Rakyat Indonesia wajib untuk mempertanyakan penguatan poros Jakarta-Beijing. Ini harus ditolak. Sadarkah kita bahwa penghianatan PKI dahulu berawal dari poros Jakarta-Beijing seperti ini? Mana TNI, Polisi dan Politisi "merah putih"? Sudah hilangkah warna putih dan hanya menyisakan merah?

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

SETELAH Joko Widodo pada Juli 2023 menghadap ke Xi Jinping di Chengdu sekaligus memperingati 10 tahun keakraban China Indonesia, maka akhir Maret 2024 ini Prabowo Subianto yang "dimenangkan KPU" dipanggil untuk menghadap "Kaisar" Xi Jinping pula.

Sungguh sangat memprihatinkan dan memalukan, belum juga dilantik sebagai Presiden, Prabowo sudah harus sowan, menanti "titah" lanjutan?

Pasti akan beralasan ini hanya persahabatan atau dalam kapasitas sebagai Menhan atau lumrah sebagai undangan, bukankah ketika diundang hajatan kawin saja harus datang? Xi Jinping bukan ngundang kawinan, Pak. Ini panggilan politik sekaligus simbol bahwa Prabowo adalah Presiden yang harus "dikendalikan". China berkepentingan mencari sekutu strategis untuk pengembangan dan penguasaan kawasan.

Rakyat jadi bertanya apakah "kemenangan palsu" Prabowo Gibran itu atas bantuan China? Yang jelas ada keterlibatan perusahaan China Alibaba Cloud milik Jack Ma dalam proses penghitungan suara Sirekap. Jokowi secara resmi telah mengangkat Jack Ma sebagai Steering Committee E-commerce Indonesia.

Indonesia sudah terlalu banyak dirampok oleh China dengan bahasa "kerjasama", "investasi", "persahabatan" atau lainnya. Jokowi telah "menyerahkan" kedaulatan rakyat kepada oligarki jaringan China. Untuk pabrik gelas kaca China Rempang "diserahkan" 17.000 hektar dengan komitmen mengusir pribumi.

Begitu juga Beijing mendapat tawaran untuk berbagai proyek besar IKN Kaltim, bahkan boleh mulai dari tahap perencanaan. Lalu, KA Whoosh dan berbagai pekerjaan yang melibatkan TKA China. Belum lagi industri Morowali dan Kendari Sulawesi. Patut dicurigai di balik konsep hilirisasi ada Chinaisasi.

Perlu pula dibaca kasus "WNI Keturunan China" Hanny Sin Lan yang menyimpan senjata di Awiligar Bandung yang awalnya disimpan di rumahnya komplek Bea Cukai Cilincing Jakarta. Ada 20 senjata laras panjang berisi penuh peluru berbagai jenis baik senjata serbu, air soft gun, senjata berburu maupun sniper. Sebanyak 11 senjata laras pendek dan ribuan peluru.

Sebelumnya di rumah Jl. Asia Afrika Bandung ditemukan senjata dengan ribuan peluru dan TNT beserta detonator dan alat picu ledaknya.

Kejutan terjadi dengan korupsi tata niaga komoditas timah Helena Lim sebesar Rp 271 triliun. Lim "crazy rich" Manajer PT QSE ini dikenal hidup mewah yang seakan beradu kemewahan dengan rekan sesama tersangka Harvey Moeis pemegang saham PT Refine Bangka Tin. Angka Rp 271 triliun rampokan harta negara ini dinilai spektakuler. Helena Lim sendiri saat podcast bersama Kaesang mengaku sebagai pendukung Prabowo Gibran.

Prabowo kini berhangat-hangat dengan China seakan-akan siap melanjutkan program hilirisasi berbasis Chinaisasi ala Jokowi. Pertemuan dengan Kepala Negara Xi Jinping merupakan sinyal arah kebijakan luar negeri Prabowo Gibran jika "kemenangan KPU" mendapat ketukan palu berikut.

Rakyat Indonesia wajib untuk mempertanyakan penguatan poros Jakarta-Beijing. Ini harus ditolak. Sadarkah kita bahwa penghianatan PKI dahulu berawal dari poros Jakarta-Beijing seperti ini? Mana TNI, Polisi dan Politisi "merah putih"? Sudah hilangkah warna putih dan hanya menyisakan merah?

Atau memang sudah tahap mengibarkan bendera putih untuk merahnya China. Menyerah kalah dan rela untuk dijajah.

Rakyat Republik Indonesia harus siap siaga untuk melawan kebijakan China lagi China lagi. Stop dan lengserkan siapapun pemimpin yang menjadi boneka China. (*)