Hijrah dan Strategi Pembangunan Masyarakat Islam Menuju Kemenangan (2)
Sangat disayangkan bahwa saat ini konsep ukhuwah yang dibangun oleh Rasulullah SAW sejak awal Islam, hanya menjadi slogan indah di al-Qur’an dan sunnah. Namun, kenyataan umat Islam mengatakan sebaliknya.
Oleh: Imam Shamsi Ali Al-Kajangi, Imam/Direktur Jamaica Muslim Center & Chaplain Bellevue hospital, New York City
KETIKA Rasulullah Muhammad memulai dakwahnya di Mekah, darah dan mentalitas traibalisme (qabaliyyah/kesukuan) sangat dalam. Kebanggaan bahkan keangkuhan kelompok kesukuan, etnis, bahkan keturunan dan keluarga menjadi bagian dari kehidupan bangsa Arab. Karenanya, ketika beliau telah pindah ke Madinah hal pertama yang menjadi kekhawatiran beliau adalah perpecahan atas dorongan qabaliyyah itu.
Selain antar kelompok berdasarkan suku dan etnis, kali ini Komunitas Muslim juga menghadapi permasalahan baru. Ada Muslim pendatang dan ada Muslim penduduk asli. Hal ini juga sangat rentan menimbulkan permasalahan sosial yang rumit.
Mereka yang pendatang (immigran) pada umumnya tidak membawa apa-apa ke Madinah. Sehingga dengan sendirinya memerlukan ketergantungan kepada penduduk asli. Dan, mereka yang memang penduduk asli merasa memilki kota itu dan punya hak lebih dengannya.
Di sinilah kita lihat kecerdasan (fathonah) seorang Rasul yang lihai dan tanggap memahami suatu permasalahan dan dengan sigap mencari solusinya. Beliau kemudian melakukan minimal dua hal;
Satu, memberikan penghargaan kepada masing-masing dengan gelar Kehormatan sesuai tabiatnya. Mereka yang pendatang dari Mekah mendapat gelar yang terpuji dalam Al-Quran; al-Muhajiruun (pendatang). Dan mereka yang penduduk asli Madinah diberikan penghargaan dengan gelar sebagai Al-Anshor (penolong) yang juga terpuji dalam Al-Qur’an.
Dengan gelar ini mereka masing-masing merasa dihargai dengan posisinya oleh Rasulullah SAW.
Dua, hal yang paling penting dilakukan Rasulullah ketika itu adalah apa yang disebut dalam sejarah dengan “muaakhaa” atau “mempersaudarakan antara kelompok Komunitas Muhajirun dan kelompok Komunitas Anshor. Persaudaraan ini sangat rinci karena dipasangkan orang per orang.
Misalnya saja, sahabat A dari kalangan Muhajiruun dipersudarakan dengan sahabat B dari kalangan Anshor. Dan, bahkan dengan penekanan bahwa persaudaraan mereka jauh lebih penting ketimbang persaudaraan sedarah.
Tujuan dari “muaakhaa” ini selain untuk mengurangi kemungkinan tensi dan konflik yang akan terjadi antara imigran dan native (dalam bahasa masa kini), juga sekaligus strategi Rasulullah untuk mengatasi permasalahan sosial yang akan timbul di kemudian hari. Bahkan, ini juga sebagai jalan keluar dari permasalahan ekonomi khususnya di kalangan Muhajirun.
Inilah strategi kedua yang dilakukan Rasulullah SAW dalam proses membangun Komunitas Islam Madinah setelah membangun masjid. Dalam sejarah dikenal dengan “aakhaa baenal muhajriina wa al-anshoor” (mempersaudarakan antara kaum Muhajirun dan Anshor. Sesuatu yang sangat-sangat mendasar dalam proses mewujudkan komunitas Madinah yang kuat.
Berbagai ayat dan hadits-hadits menekankan urgensi membangun ukhuwah tersebut. Bahkan demi ukhuwah surah nomor 49 (Al-Hujurat) Al-Qur’an merincikan bagaimana agar ukhuwah terbentuk dan terjaga soliditasnya. Surah itu menggariskan bahwa ukhuwah dalam Islam itu terikat dengan ikatan iman. “Sesungguhnya hanya orang-orang beriman itu saling bersaudara”. Seolah ketika seseorang keluar dari ikatan ukhuwah juga melepaskan diri dari ikatan iman.
Bahkan pada surah itu dirincikan bagaimana memperkuat dan menjaga ukhuwah itu. Rekonsiliasi (Ishlaah) antar saudara harus dilakukan jika terjadi permasalahan. Jangan saling menghina, jangan merendahkan bahkan jangan memanggil dengan panggilan yang menyinggung (offensive). Jangan berburuk sangka, ghiba, memata-matai, dan seterusnya.
Dalam banyak hadits juga Rasulullah menekankan urgensi ukhuwah ini. Satu di antaranya adalah “konsep satu tubuh” (jasad wahid) umat ini. Disebutkan dalam hadits: “perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta dan kasih sayang mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasakan perih dan panas (sakit) maka seluruh anggota tubuh akan merasakannya”.
Begitu banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang menjelaskan urgensi ukhuwah dan bagaimana menguatkannya. Atas dasar ukhuwah ini pula Rasulullah membangun relasi sosial (komunal) yang sangat elegan dan inklusif.
Bahwa relasi antara orang-orang beriman tersebut adalah relasi Iman dan hati (rahmah). Hal ini tersimpulkan dalam satu kata Al-Quran: “ruhamaa baenahum” (mereka saling berkasih sayang di antara mereka).
Karenanya apa yang dilakukan Rasulullah (mempersaudarakan) orang-orang beriman bukan saja karena itu keperluan yang mendesak. Tapi yang lebih penting lagi karena memang itulah ajaran yang mendasar dalam agama ini. Bahwa untuk terbentuknya masyarakat Muslim (umat) tidak mungkin tanpa ukhuwah yang solid.
Sangat disayangkan bahwa saat ini konsep ukhuwah yang dibangun oleh Rasulullah SAW sejak awal Islam, hanya menjadi slogan indah di al-Qur’an dan sunnah. Namun, kenyataan umat Islam mengatakan sebaliknya.
Perpecahan atas dasar kebangsaan dan kepentingan ekonomi (dunia) menjadi musibah terbesar umat masa kini. Kenyataannya Saudara-saudara kita di Palestina masih terzholimi bukan karena Israel kuat. Bahkan bukan karena Amerika yang kuat. Tapi, itu disebabkan karena umat ini tidak membangun ukhuwah dan persatuan secara serius dan sungguh-sungguh.
Saya tutup dengan cerita nyata yang baru terjadi pada Minggu ini. Bagaimana kepentingan dunia dan hawa nafsu sementara bisa mencabik-cabik ukhuwah dan persatuan umat. Cerita ini adalah peristiwa nyata yang terjadi di kota New York dalam dua Minggu terakhir.
Sebuah komunitas Bangladesh-Pakistan bertahun-tahun menyewa basemen sebuah Apartemen untuk masjid mereka. Masjid Arafah namanya dan terletak di sekitar Jamaica New York. Setelah sekian tahun mengumpulkan dana akhirnya mereka berhasil membangun masjid yang cukup besar. Gedung Masjid 4 tingkat dengan design yang cukup cantik seharga 4.5 juta US$. Di awal Juni lalu mereka resmikan dan saya diundang sebagai main speaker di acara itu.
Baru dua Minggu diresmikan terjadi perbedaan pendapat tentang susunan kepengurusan Masjid. Chairman seorang imigran asal Pakistan. Presidennya seorang imigran asal Bangladesh.
Mereka berselisih tentang Lompo sisi susunan dan jumlah pengurus dari masing-masing kelompok (Pakistan vs Bangladesh). Akhirnya pecah dan harus berurusan dengan pengadilan.. wal ‘iyazdu billah!
Itulah realita umat baik pada tataran lokal maupun gobal. Hampir di mana-mana terjadi krisis soal ukhuwah dan perpecahan. Semoga Allah menjaga kita semua. Amin! (Bersambung)