Keluguan vs Kedunguan

Bisa-bisanya umat Islam dan bangsa Indonesia yang dikenal punya hati nurani dan ketaatan agama dan Konstitusi, di tengah pembantaian atau genosida dan ethnic cleansing yang sedang dan terus berlangsung di Palestina, justeru menjalin kerjasama bahkan berkunjung dan memuji Israel.

Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi, Putra Kajang di New York City

DALAM beberapa hari ini saya banyak menuliskan dan wawancara dengan beberapa media tentang AJC dan kerjasamanya dengan beberapa institusi keagamaan (baca: Islam) di Indonesia. AJC atau American Jewish Committee (Komite Yahudi Amerika) adalah salah satu organisasi Yahudi yang aktif membela dan mempromosikan negara Israel ke berbagai belahan dunia.

Dalam beberapa tahun terakhir aktivitas AJC sangat intens di berbagai belahan dunia Islam. Di antaranya Emirat, Bahrain, Jordan, Turki, Mesir, Sudan, bahkan Saudi Arabia. Hasilnya, sebagian negara-negara itu telah melakukan hubungan diplomasi dan kerjasama pertahanan dengan negara penjajah Israel.

Sesungguhnya sejak beberapa tahun silam mereka telah menjadikan Indonesia sebagai target utama di Asia. Mereka berhasil meyakinkan Gus Dur untuk bersahabat dekat dengan tokoh-tokoh Israel, bahkan dianugerahi penghargaan Shimon Perez Award ketika itu.

Namun intensitàs upaya mereka semakin besar dan terbuka setelah beberapa negara di Timur Tengah berhasil dibujuk untuk membuka hubungan diplomasi dengan Israel.

Ada beberapa alasan penting mengapa Indonesia menjadi target utama setelah Timur Tengah.

Satu, Indonesia adalah negara besar dengan penduduk terbesar keempat dunia. Dengan letak geografis yang strategis dan dengan kekayaan dan kecantikan alam yang luar biasa. Hal ini penting bagi Israel untuk melakukan lompatan ke berbagai negara di Asia Pasifik.

Dua, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia (sebelum Pakistan menggesernya). Tentu ini akan menjadi simbol kerjasama Islam dan Yahudi (Israel). Impian zionis dunia adalah terjalinnya kerjasama antara 1.8 miliar Muslim dengan 16 juta Yahudi dunia. Ini akan menjadikan Israel aman dan tidak terusik lagi dengan penjajahannya di Palestina.

Tiga, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga dunia. Walaupun ini tidak penting bagi mereka melihat kerjasamanya dengan negara-negara Timur Tengah yang tidak demokratis. Tapi bagi Israel hal ini akan menjadi justifikasi bahwa Israel dekat dengan Indonesia karena memiliki kesamaan: demokratis dan agamis.

Empat, dengan segala kekurangannya yang ada, Indonesia masih memainkan peranan signifikan di dunia internasional. Peranan Indonesia itu dapat terlihat di PBB, GNB, OKI, ASEAN, dan lain-lain. Belum lagi bahwa Indonesia adalah salah satu negara anggota G20 dan emerging economy. Bagi Israel Indonesia adalah peluang besar bagi penguatan posisi Internasionalnya yang ambruk saat ini.

Lima, sikap tegas Indonesia baik sebagai masyarakat maupun pemerintah yang tegas menolak mengakui Israel sebagai penjajah. Hal itu bukan saja karena sikap keagamaan (bagi umat Islam). Tapi karena Indonesia memang memiliki Konstitusi yang anti penjajahan. Bagi Israel (melalui AJC) ini perlu dilunakkan dengan pendekatan-pendekatan non formal.

Tentu saja banyak lagi alasan lain mengapa AJC menarget Indonesia akhir-akhir ini. Termasuk di antaranya karena walaupun Indonesia tegas dengan pendiriannya membela Palestina, Israel ada harapan untuk mengalihkan dukungan dari beberapa negara Barat yang mulai tidak lagi simpati ke Israel. Apalagi AJC melihat karakter bangsa Indonesia yang memilki fleksibilitas yang luas dalam menyikapi permasalahan-permasalahan dunia.

Dalam menjalankan misinya, AJC memakai dua pijakan atau dasar (grounds). Pertama, Dialog antar agama khususnya hubungan Islam – Yahudi yang memang secara agama memang dekat. Kedua, sekaligus menjual apa yang disebut Abrahami Accord (persetujuan Ibrahim) dengan slogan solusi dua negara. Tetapi kedua hal ini hanya “cover up” (jualan) untuk mencapai misi utama mereka: hubungan dengan Israel.

Karenanya siapa saja yang membangun kerjasama dengan mereka maka itu adalah tindakan naif. Ada dua kemungkinan yang terjadi. Satu, keluguan. Apalagi kita orang Indonesia memiliki “rifqah” (softness) atau karakter lembut yang mudah terbawa. Dua, kedunguan. Karena memang dungu atau tidak tahu tentang apa yang terjadi dalam konstalasi politik global, khususnya dalam hal Palestina –Israel.

Selain kedua hal di atas, tentu setiap orang ada pertimbangan-pertimbangan dalam mengambil sikap hidup. Pertimbangan itu bisa pertimbangan legal (hukum), pertimbangan akal, dan juga pertimbangan rasa dan sensitifitas. Rasa ini mencakup “rasa kemanusiaan” (human sense) apalagi rasa keimanan dan ukhuwah.

Pada tataran inilah semua kerjasama yang dilakukan dalam bentuk apapun dengan mereka yang mengarah kepada “mendukung penjajah Zionis Israel” sangat tidak diterima oleh akal sehat. Kerjasama dengan AJC yang jelas terbuka sebagai pendukung negara zionis Israel tidak bisa diterima. Apalagi kunjungan yang difasilitasi zionis “deeply insensitive” dan merendahkan akal sehat.

Bisa-bisanya umat Islam dan bangsa Indonesia yang dikenal punya hati nurani dan ketaatan agama dan Konstitusi, di tengah pembantaian atau genosida dan ethnic cleansing yang sedang dan terus berlangsung di Palestina, justeru menjalin kerjasama bahkan berkunjung dan memuji Israel.

Di mana mana hati nurani dan rasa kemanusiaan itu? Truly, deeply insensitive! (*)