Mundurnya Joe Biden dari Pilpres AS Keputusan Realistis
Kini, posisi Trump menjadi sangat kuat untuk kembali menjadi Presiden Amerika. Termasuk jika lawan tandingnya Kamala Haris. Ini seperti mengulang saat Trump secara dramatis mengalahkan Hillary Clinton pada 2016 lalu.
Oleh: Selamat Ginting, Pengamat Politik dan Militer Universitas Nasional (UNAS) Jakarta
Keputusan petahana Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mundur dari kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 merupakan keputusan politik yang realistis.
Posisi Joe Biden dari Partai Demokrat memang semakin lemah untuk bisa bertarung ulang melawan Donald Trump dari Partai Republik. Jadi keputusan Biden untuk mundur dari pilpres Amerika Serikat 2024 merupakan keputusan realistis secara politik.
Seperti diketahui, Joe Biden, politisi Partai Demokrat, yang digadang-gadang akan melawan Donald Trump dari Partai Republik mengumumkan mundur dari kontestasi politik tertinggi di AS. Joe Biden sebagai petahana Presiden AS mengumumkan pengunduran dirinya lewat unggahannya di media sosial.
"Merupakan kehormatan terbesar dalam hidup saya untuk menjabat sebagai presiden Anda," tulisnya di media sosial, Ahad (21/7/2024).
"Dan meskipun saya berniat untuk mencalonkan diri kembali, saya yakin ini demi kepentingan terbaik partai saya dan negara jika saya mundur dan fokus sepenuhnya pada pemenuhan tugas saya sebagai presiden selama sisa masa jabatan saya."
Tekanan Politik
Biden akhirnya secara realistis menyerah pada tekanan politik tanpa henti dari sekutu terdekatnya di Partai Demokrat. Mereka terus mendesak Biden yang sudah uzur, sebab telah berusia 81 tahun dan kondisi kesehatannya yang terus menurun untuk mundur dari pilpres 2024.
Wajar tekanan politik itu dengan kekhawatiran yang mendalam karena Biden terlalu tua dan lemah untuk bisa mengalahkan mantan Presiden Donald Trump yang justru semakin kuat popularitas dan elektabilitasnya setelah peristiwa lolos dari pembunuhan saat kampanye di Partai Republik.
Mantan Presiden Barack Obama dan Ketua DPR dari Partai Demokrat Mike Johnson termasuk elite politik yang khawatir Biden akan kalah telak dalam pilpres mendatang, sehingga menyarankan untuk mundur dari pilpres.
Selain itu desakan warga Amerika atas kebijakan Biden yang terus mendukung Israel di Palestina, padahal Mahkamah Internasional menyatakan pemerintahan zionis itu melakukan genosida. Dunia pun mengutuk kebiadaban Israel karena mengabaikan masalah kemanusiaan di Gaza dan Tepi Barat Palestina.
Biden bisa dianggap bagian dari penjahat perang yang mendukung genosida Israel di Palestina. Kondisi kesehatan Biden yang buruk setelah terjangkit Covid, begitu juga performa politiknya yang semakin menurun membuat Biden kehilangan respek, bukan hanya dari partainya saja, melainkan juga dari sebagian warga Amerika.
Kamala Haris
Mengenai siapa calon dari Partai Demokrat yang akan diusung menggantikan Biden, Wakil Presiden Kamala Haris kemungkinan besar akan menjadi favorit kandidat calon presiden AS. Apalagi dalam pernyataan Biden saat pengunduran dirinya dari capres, telah memberikan sinyal positif terhadap Kamala Haris.
Dalam unggahan di media sosial, Biden menyebut Wakil Presiden Kamala Harris sebagai "mitra yang luar biasa", dan dirinya mendukung Harris untuk menggantikan posisinya.
Hanya tinggal tiga bulan lagi pelaksanaan pilpres, sehingga Partai Demokrat tidak punya waktu yang cukup banyak untuk mencari calon pengganti Biden. Sehingga peluang Kamala Haris dalam kandidasi, sebagai keputusan realistis secara politik.
Trump Semakin Kuat
Pengumuman mundurnya Joe Biden, yang sedang menjalani isolasi karena Covid, terjadi hanya tiga hari setelah Trump menyampaikan pidato sarat tensi ketika menerima pencalonan partainya supaya mendapatkan kesempatan kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan kedua.
Trump, yang telah mempersiapkan pertarungan ulang dengan Biden selama empat tahun, kini akan menghadapi lawan yang berbeda dan belum diketahui dari Partai Demokrat, dengan hanya 110 hari tersisa hingga Hari Pemilihan.
Kini, posisi Trump menjadi sangat kuat untuk kembali menjadi Presiden Amerika. Termasuk jika lawan tandingnya Kamala Haris. Ini seperti mengulang saat Trump secara dramatis mengalahkan Hillary Clinton pada 2016 lalu.
Trump bagaikan seng ada lawan dalam pilpres November 2024 mendatang. Calon dari Demokrat belum ada yang terlalu kuat untuk bisa menandingi Trump. Publik Amerika juga masih sangsi jika presidennya perempuan dan itu belum pernah terjadi. (*)