Mungkinkah Prabowo Berani Mencontoh Kebijakan Presiden Rusia?

Jika Paslon 02 memang “menang curang”, berarti Prabowo benar-benar sudah menjadi murid Jokowi yang penurut dan setia, bukan seorang Ksatria Lembah Tidar yang jika melihat adanya tindak kecurangan di depan matanya dipastikan akan berontak.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

SEORANG teman bercerita, sekarang ini Rakyat Rusia sangat bangga, senang, dan memuji semua kebijakan Presiden Vladimir Putin dalam memimpin Rusia. Semua kebijakan yang dilakukan terbukti pro-rakyat, pro-buruh, dan pro kaum sandal jepit.

Dalam mengatur roda pemerintahan, Vladimir Putin tidak selalu percaya pada laporan bawahannya. Dia justru mencurigai terjadi sesuatu yang merugikan rakyat, kalau laporan yang masuk di atas meja dinasnya beraroma pujian dan kebaikan saja. Dia akan selalu nyelonong melakukan sidak dadakan ke tempat-tempat yang mendapat pujian tersebut.

Demikian yang dilakukan saat menerima laporan bersifat pujian dari Kementerian Industri atas sebuah perusahaan. Karena itu, dia melakukan sidak mendadak tanpa agenda. Dia datang hanya didampingi pasukan pengawal presiden dan badan intelejen presiden.

Dia kunjungi perusahaan yang selalu dipuji oleh Kementerian Industri. Saat ditemukan fakta yang berbeda dengan laporan di meja dinasnya, Putin langsung ambil tindakan tegas. Selanjutnya dia memberikan hukuman berjenjang pada Kementerian Industri.

Menteri dicopot, staf yang melanggar admistrasi cek and riceck digeser, dan staf yang menerima suap dikirim ke penjara Black Dolpin. Penjara kelas berat buat para bajingan di Siberia.

Pertanyaannya, apakah Prabowo Subianto jika memimpin kelak mampu bersikap tegas dan pro-rakyat seperti Presiden Putin? Apakah Prabowo mampu menjunjung komitmen, bahwa semua perusahaan yang ada di Indonesia memiliki kewajiban seperti negara.

Yakni, memberikan kesejahteraan pada buruhnya, seperti yang dilakukan Negara Rusia terhadap rakyatnya? Semua itu akan terjadi di Indonesia sepanjang lima tahun ke depannya jikalau rakyat Indonesia melibatkan diri terhadap sistem pemerintahan.

Yakni dengan memviralkan semua kebijakan yang tidak pro-rakyat lewat media sosial. Bukan media mainstream yang terbukti saat ini merupakan media bisnis. Media yang siap menjual informasi tidak pro rakyat menjadi kue iklan.

Sudah saatnya rakyat Indonesia melakukan kritis terhadap semua kebijakan pemerintah. Praktik di lapangan sesuaikan dengan UU, aturan, dan UUD 1945. Jika tak sesuai aturan, segera viralkan di semua media sosial secara cerdas dan bijaksana.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mungkin Prabowo mau mencontoh kebijakan Presiden Putin jika jauh sebelumnya mantan Danjen Kopassus ini selalu menyebut Presiden Joko Widodo itu sebagai gurunya? Dia mengaku banyak belajar dari Jokowi.

Jokowi berangkat dari Solo sebagai Walikota menuju jabatan Gubernur DKI Jakarta naik mobil ghoib hasil hoax. Dia sukses telah menipu rakyat Indonesia dalam Pilpres 2014 dan 2019 dengan Esemka yang hingga kini masih ghoib wujudnya.

Ketika Pilpres 2014 dan 2019 saat melawan Prabowo Subianto pun ditengarai hasil pencurangan secara TSM. Namun, sayangnya gugatan Prabowo atas pencurangan itu berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menyatakan Jokowi sebagai pemenangnya.

Pada 2019, Prabowo pun menerima hasil “kemenangan” Jokowi itu dan menyatakan bergabung dengan Pemerintahan Jokowi dan diangkat sebagai Menteri Pertahanan. Tampaknya, di sinilah Prabowo mulai banyak belajar – entah belajar apa saja – dari Jokowi.

Ketika Pilpres 2024 berlangsung, Prabowo tidak tampak aktif turun ke rakyat untuk mendapatkan dukungan. Mungkin karena merasa Jokowi berada di barisan Prabowo karena anaknya, Gibran Rakabuming Raka yang masih menjabat Walikota Solo, dijadikan Cawapres Prabowo.

Meski tidak banyak turun ke rakyat, namun balihonya ada dan tersebar hingga pelosok tanah air. Di sinilah timbul kecurigaan. Presiden Jokowi menggunakan pengaruh kekuasaannya untuk memberi jalan bagi Prabowo – Gibran dalam Pilpres 2024.

Indikasi pencurangan pun mulai tampak yang dilakukan oleh lembaga survei “bayaran”. Salah satu buktinya, klaim palsu yang dibongkar Alloh azza wa jallaa. Lihat tanggal fom klaim menang 58,03% sehingga Pilpres 2024 berlangsung satu putaran.

Ini sebuah fakta kebangsatan para lembaga survei. Menebar klaim palsu untuk mempermudah atur angka pada pengumuman real Count KPU. Pemilunya digelar pada Rabu, 14 Februari 2024, namun tanggal pengumuman menunjukkan Selasa, 13 Februari 2024.

Jelas, hal itu sebuah bukti jika hasil Quick Count para lembaga survei bayaran, sudah dibuat sehari sebelum Pilpres 2024 digelar. Paslon 02 Prabowo – Gibran pun dinyatakan KPU menang telak atas Paslon 01 Anies Baswedan – Muhaimin Iskadar dan Paslon 03 Ganjar Pranowo – Mahfud MD.

Saat berlanjut di MK, gugatan Paslon 01 dan 03 oleh majelis dinyatakan tidak terbukti atas semua bukti yang diajukan kedua paslon itu. Prabowo – Gibran diputuskan sebagai “pemenang” Pilpres ini. Bukti “anak haram konstitusi” dengan adanya Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 diabaikan MK.

Kini, Prabowo – Gibran tinggal menunggu pelantikannya pada 20 Oktober 2024. Apakah keduanya benar-benar bakal dilantik sebagai Presiden – Wapres? Wallahu A'lam Bishawab. Seperti halnya mobil ghoib Esemka, apa yang bakal terjadi sebelum pelantikan, masih ghoib juga.

Apakah Prabowo – Gibran akan memenuhi janji-janji kampanyenya seperti makan siang dan minum susu gratis bisa terwujud, sementara anggarannya belum tersedia?

Selamat menyongsong hidup sengsara hingga 2029, karena kebodohan pemilih Paslon 02 yang mabuk janji makan siang dan minum susu gratis, yang baru terealisasi 100% pada 2029. Itu kalau Paslon 02 “menang secara curang”.

Jika Paslon 02 memang “menang curang”, berarti Prabowo benar-benar sudah menjadi murid Jokowi yang penurut dan setia, bukan seorang Ksatria Lembah Tidar yang jika melihat adanya tindak kecurangan di depan matanya dipastikan akan berontak.

Kembali pada pertanyaan awal, mungkinkah Prabowo berani mencontoh Presiden Vladimir Putin? Rasanya koq tidak mungkin, karena gurunya saja sering berbohong kepada rakyatnya.

Jadi, kinilah saatnya rakyat Indonesia menggugat perilaku bohong dan menipu dalam Pilpres 2014 dan 2019 ke rana hukum pidana. (*)