Anies Jadi Gubernur Karena Allah, Jadi Presiden Juga Karena Allah

Baik Anies maupun Gus Imin dalam sehari setidaknya hadir di lima atau enam acara untuk orasi, tanya jawab, juga diskusi dari pagi hingga tengah malam. Tujuh hari dalam sepekan full dengan acara yang sudah disiapkan timnasnya, relawan, atau pihak lain. Tidak ada kata istirahat.

Oleh: Rahmi Aries Nova, Jurnalis Senior Freedom News

PADA akhirnya semua pemilih Prabowo Subianto pada dua pilpres yang lalu (termasuk penulis) menyadari ternyata pilihannya memang tidak layak menjadi Presiden Republik Indonesia.

Dua debat calon presiden yang diselenggarakan KPU akhirnya membuka mata kita (yang punya nalar dan hati) betapa sangat mengerikannya sosok Capres Nomer Urut 2 ini. Bukan cuma tidak bisa menahan emosi saat debat, tapi juga berperilaku tidak terpuji usai debat.

Branding gemoy terbukti cuma topeng untuk menutupi sifat aslinya yang kasar, baper dan pemarah. Aksi joget-jogetnya mungkin sekedar kamuflase dari karakter ringan tangannya (isunya begitu).

Tak berkutik dalam debat karena tidak mempersiapkan data yang lebih akurat dibanding dua capres lainnya, tapi umbar ejekan pasca debat di hadapan pendukungnya dengan bahasa kasar dan tidak pantas.

Jika pasca debat pertama keluar 'etik ndasmu', pasca debat kedua 'goblok' dan 'tolol' terlontar dari mulut Prabowo. Berikutnya seperti tanpa rem menyamakan orang yang dia kata-katai tersebut dengan binatang.

Hanya karena ia ikut membiayai capres Nomer Urut 1 Anies Rasyid Baswedan saat pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017.

Padahal semua tahu itu adalah sebuah proses politik dan semua biaya yang keluar otomatis menjadi ongkos atau biaya politik bukan hutang Anies.

Anies hanya berhutang pada yang memilihnya, rakyat Jakarta, yang hutang itu sudah ia lunasi, tuntaskan bahkan dilebihkan dengan keberhasilannya membangun Jakarta dalam lima tahun kepemimpinannya.

Adalah sangat mengerikan jika Prabowo mengklaim bahwa karena dirinyalah Anies bisa menjadi gubernur. Memang Anda Tuhan?

Bagi jiwa-jiwa yang jernih, yang paham tauhid pasti semua tahu kemenangan Anies di Jakarta kala itu murni karena Allah, karena semua tahu pesaing Anies adalah koalisi yang didukung penuh oleh oligarki dan Pemerintahan Jokowi. Lembaga survei, media, penyelenggara Pemilu semua berada di pihak lawannya.

Anies, yang dikerdilkan oleh lembaga survei, di-framing negatif oleh buzzer, dibatasi ruang geraknya oleh aparat dan tak punya logistik secara hitung-hitungan manusia tidak mungkin menang. Padahal penentu dari segala penentu adalah Allah. Menurut hitung-hitungan Allah, Anies pantas menang.

Seperti Dejavu (perasaan pernah mengalami) kini terjadi lagi. Anies yang dihambat untuk bisa maju mendapatkan tiket sebagai capres, akhirnya bisa sampai ke KPU diiringi ratusan ribu pendukung setianya.

Anies yang dipastikan jeblok di Jawa Tengah dan Jawa Timur justru di menit-menit akhir naik melejit dengan kedatangan Muhaimin Iskandar, Gus Imin yang populer di Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah.

Kehilangan Partai Demokrat tergantikan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang tidak kalah militannya dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Tak punya dana untuk kampanye tapi dukungan orang-orang cerdas dan berdedikasi membantunya berjalan hingga ke seluruh negeri. Gelombang perubahan tidak terbendung lagi, relawan bangga disebut sebagai 'Pejuang Perubahan' dan Anies mendeklarasikan pada 14 Februari 2024 sebagai "Hari Perubahan Indonesia”.

Sungguh bukan suatu yang mustahil bahkan sangat mungkin melihat kerja keras dan cerdas Pasangan AMIN ini dan seluruh timnya. Super militan. Bahkan di luar nalar.

Baik Anies maupun Gus Imin dalam sehari setidaknya hadir di lima atau enam acara untuk orasi, tanya jawab, juga diskusi dari pagi hingga tengah malam. Tujuh hari dalam sepekan full dengan acara yang sudah disiapkan timnasnya, relawan, atau pihak lain. Tidak ada kata istirahat.

Sepertinya jadwal AMIN tiga kali lebih banyak dari paslon Nomor Urut 3 Ganjar Pranowo – Mahfud MD atau mungkin enam kalinya jika dibandingkan pasangan Prabowo – Gibran Rakabuming Raka yang hanya joget-joget, bayar influencer, bikin konser, nyebar duit, sembako dan susu. Pasangan gemoy ini rata-rata hanya kampanye tiga atau empat hari dalam sepekan, selebihnya masuk kantor seperti biasa.

Penulis yang mengikuti agenda Anies Basewdan akhir tahun lalu di Yogyakarta, Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya, Jawa Barat, pekan lalu menyaksikan sendiri betapa padat dan beratnya acara-acara yang dihadiri Anies.

Harus menghadapi puluhan ribu orang yang berebut ingin bersalaman dan berfoto bersama, harus memberikan orasi menyemangati pendukungnya, berdialog dengan kiai-kiai, alim ulama, berdiskusi dengan pelajar, mahasiswa, profesional, emak-emak, kaum difabel tak ada yang terlewat.

Membahas dari hal yang paling ringan (di Tik-Tok) dan yang paling berat di kampus dan di hadapan pelaku usaha dan ilmuwan dari seantero negeri.

Pengawal dan ajudan bahkan harus berganti untuk mendampingi, tapi Anies sepertinya tak pernah kehabisan energi.

Rasanya kalau bukan karena 'energi' dari yang Maha Kuasa Allah Subhanahu wa Ta ala tidak akan mungkin Anies bisa berlari sejauh ini, melewati ekspektasi, meraih simpati penduduk seluruh negeri dan inshaa Allah akan menghadirkan perubahan yang rakyat dambakan pada Rabu, 14 Februari nanti.

Marilah kita selamatkan bangsa ini dari pembegal konstitusi yang angkuh dan mau menang sendiri. Serta menyelamatkan demokrasi dari kelompok pengusung dinasti yang tak punya hati. (*)