Rezim KKN Harus Tumbang
Aspek nepotisme harus mulai dilaporkan karena fakta yang terjadi adalah bahwa Jokowi telah mencoba untuk membangun politik dinasti. Mendahulukan kepentingan keluarganya dan kroni ketimbang bangsa dan negara.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
REZIM Joko Widodo layak digelari Rezim KKN. Sejak awal memerintah Jokowi seperti memberi kesempatan terjadinya KKN. Korupsi selalu berpadu dengan kolusi. Pejabat negara yang terkena kasus selalu berhubungan dengan peran pengusaha.
Rekanan itu mungkin merasa terbantu. Para Menteri yang terjerat tentu bukan pemain tunggal. Statusnya meningkat mulai dari saksi lalu tersangka dan berakhir terhukum. Kompak dengan pasangan kolusinya.
Rezim Jokowi memegang rekor untuk jumlah Menteri yang terbukti korupsi. Tercatat 6 (enam) Menteri dan seorang Wakil Menteri. Dua Mensos, satu Menteri Kelautan, satu Menpora, satu Menkominfo, dan satu Mentan. Wamenpora juga Tersangka.
Kini menurut Nasional Corruption Watch (NWC) sebagaimana dilansir Nusantara Channel ada 5 (lima) Menteri lagi potensial yang diduga korupsi.
Jika banyak Menteri "kotor" adakah Presiden "bersih"? Ini menjadi pertanyaan serius yang perlu pengusutan lanjutan. Terlepas dari itu rezim telah jelas warnanya yaitu Rezim Korupsi dan Kolusi. Lalu bagaimana dengan Nepotisme ?
Nah ini justru semakin jelas juga. Sejak Gibran Rakabuming Raka menjadi Walikota Solo dan Bobby Nasution menjadi Walikota Medan, angin nepotisme sudah berhembus kencang.
Peristiwa Paman Anwar Usman menambah keyakinan adanya nepotisme di lingkungan Istana. Personal keluarga menjadi bertambah disamping Jokowi Presiden, Gibran Cawapres dan Bobby Walikota Medan, ada pula Anwar Usman Ketua MK dan Kaesang Pangarep, Ketum PSI.
Pelanggaran berat Anwar Usman baik secara moral maupun hukum harus berkonsekuensi pada keabsahan majunya Gibran sebagai Cawapres. Kualifikasinya adalah Cawapres haram.
Nepotisme atau politik dinasti adalah pelanggaran hukum. Pasal 22 UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN mengancam pelaku Nepotisme dengan pidana 2 (dua) hingga 12 (dua belas) tahun penjara. Dengan alas hukum ini maka Jokowi, Gibran, dan juga Anwar Usman semestinya terancam. Begitu juga Bobby Nasution dan Kaesang.
Dalam pidana ada pelaku (pleger), penyerta (mede pleger) dan penyuruh (uitlokker). Seluruhnya sama-sama sebagai pembuat kejahatan. Jadi semua personal baik Jokowi, Gibran dan Anwar Usman dapat segera diproses hukum. Adapun Bobby dan Kaesang mungkin selanjutnya. Rezim Jokowi adalah Rezim Nepotisme. Harus dikenakan sanksi.
Sanksi politik, yaitu dengan segera menumbangkan Jokowi secara konstitusional. Ini juga penting mengingat bangsa ini telah mengalami keruwetan luar biasa di bawah komando Presiden Jokowi. Sejak awal banyak pihak yang meragukan kehalalan dari keterpilihannya. Demikian juga dengan konsistensi dan kualitas dari kepemimpinan Jokowi.
Sanksi pidana berupa pengusutan dugaan terjadinya korupsi dan kolusi dengan membongkar peningkatan dan asal-usul dari kekayaannya selama 2 (dua) periode menjabat sebagai Presiden.
Aspek nepotisme harus mulai dilaporkan karena fakta yang terjadi adalah bahwa Jokowi telah mencoba untuk membangun politik dinasti. Mendahulukan kepentingan keluarganya dan kroni ketimbang bangsa dan negara.
Rezim KKN tidak boleh dibiarkan beranak-pinak. Harus segera dihentikan dan diganti. Bisa habis pendapatan negara dimakan keserakahan para maling. Beri kesempatan untuk memimpin bangsa dan negara berdasar kompetisi sehat dan berkualitas. Bukan atas tunjukan atau rekayasa yang hakekatnya untuk memenangkan famili dan kroni.
Indonesia adalah negara demokrasi bukan negara Jokowi atau oligarki. Tumbangkan Rezim KKN. Tumbangkan segera! (*)