Bagaimana Sektor Perumahan Bisa Menopang Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen?
Mega proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh banyak BUMN dan swasta tersebut telah memenuhi kebutuhan infrastrktur nasional jalan, jembatan, bendungan, telekomunikasi, transformasi, dengan kapasitas yang lumayan saat ini, tinggal dipakai untuk mendukung keberadaan perumahan rakyat.
Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
PERTUMBUHAN ekonomi yang besar harus ada pengungkit yang kuat, tanpa itu pertumbuhan ekonomi biasa-biasa saja. Tidak akan ada lompatan. Karena tidak ada daya, tidak ada tenaga, selanjutnya tidak ada yang menjadi pengungkit ekonomi, maka ekonomi akan berjalan seperti sebelum-sebelumnya. Berada di angka 5 persen saja.
Bank Dunia sendiri dalam laporannya menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia sampai dengan tahun 2029 hanya akan berada di kisaran 5 persen. Mereka melihat bahwa tidak ada hal yang significant dalam perencanaan secara umum maupun rencana belanja di APBN yang menjadi stimulus utama ekonomi. Analisis itu juga berarti menyatakan bahwa kalau tidak ada perubahan rencana yang significant, maka tidak ada pertumbuhan ekonomi yang melompat ke double digit.
Apa pelajaran yang diambil dari analisis tersebut? Rencana rencana melompat sebagaimana dalam visi misi dan program presiden terpilih Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka belum masuk ke dalam rencana rencana utama ekonomi Indonesia, terutama sekali belum masuk ke dalam APBN 2025.
Walaupun dalam hitungan di atas kertas berbagai program utama pemerintahan Prabowo Gibran dapat diandalkan untuk mengungkit pertumbuhan yang besar, seperti makan bergizi gratis untuk lebih dari 80 juta anak, pembangunan lebih dari 3 juta rumah, dan berbagai mega proyek lainnya yang merupakan kelanjutan dari program yang sebelumnya.
Program 3 juta rumah sebetulnya program yang secara langsung akan menjadi daya ungkit yang besar. Bayangkan saja jika program yang bernilai setidaknya 600 triliun rupiah dengan asumsi pengeluaran rata-rata per rumah untuk project ini bernilai 200 juta rupiah akan menjadi kekuatan uang beredar di masyarakat, menciptakan lapangan kerja, pendapatan, konsumsi dan seterusnya hingga mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Program yang akan dikerjakan dengan dukungan anggaran pemerintah, keterlibatan sektor swasta dan juga investor akan menjadi project yang inclusive, yang akan melibatkan partisipasi semua sektor dalam ekonomi Indonesia, sektor keuangan, perbankkan, jasa jasa, industri, besi baja, batu bata, pasir, dan lain sebagainya, yang semuanya bisa diandalkan untuk menciptakan kesempatan kerja yang luas dan pendapatan bagi masyarakat.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa harus dimulai dari perumahan untuk pertumbuhan double digit? Karena semua mega project yang lain telah dikerjakan dan Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan rata-rata 5 persen dalam satu dekade terakhir, di luar masa covid 19. Pembangunan perumahan adalah kelanjutan strategi optimalisasi utilisasi berbagai project infrastruktur yang ada.
Meskipun mega project kilang minyak yang dikerjakan PT Pertamina melalui RDMP ratusan triliun rupiah tinggal dilanjutkan sisanya, demikian juga mega proyek 35 ribu MW yang dikerjakan PLN dan swasta telah menghasilkan kapasitas lebih listrik nasional hingga 75 persen dapat dioptimalisasikan pemanfaatannya.
Mega proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh banyak BUMN dan swasta tersebut telah memenuhi kebutuhan infrastrktur nasional jalan, jembatan, bendungan, telekomunikasi, transformasi, dengan kapasitas yang lumayan saat ini, tinggal dipakai untuk mendukung keberadaan perumahan rakyat.
Sehingga melanjutkan dengan pembangunan perumahan besar besaran adalah rencana strategis. Tentu saja dengan mengatasi kendala kendala yang selama ini yakni suku bunga pinjaman yang sangat tinggi, melemahnya pembelian dan permintaan sewa rumah, serta masalah masalah teknis lainnya seperti tata ruang, lahan atau tanah, serta berbagai kebijakan perijinan yang menjadi penyumbatan.
Kebutuhan perumahan Indonesia masih sangat besar. Pertumbuhan penduduk, pertumbuhan kelas menengah, dan banyaknya masyarakat lapisan bawah yang belum memiliki tempat tinggal yang pengadaan rumah bagi mereka akan dilakukan langsung oleh pemerintah sehingga akan menjadi sumber penyerapan anggaran APBN dan APBD.
Strategi ini dapat dikomunikasikan dengan pengadaan rumah bagi kelompok menengah ke atas sebagai tujuan investasi dan keuangan.
Tentu saja perencanaan perumahan Indonesia akan mengambil pelajaran berharga dari krisis property Amerika Serikat 2008, Eropa 2010, krisis china 2014, dan krisis perumahan 2024.
Pembangunan perumahan di Indonesia tidak dapat dikerjakan sebagai tujuan pasar keuangan, akan tetapi amanat UUD 1945 yang memang diorientasikan untuk tujuan kemanusiaan. Sehingga, jelas program ini harus melibatkan partisipasi masyarajat secara luas, bersama dan bergotong-royong. (*)