Daripada Mengutuk Kegelapan, Lebih Baik Menyalakan Lilin
Lilin ini mungkin kecil, tetapi dari satu cahaya, bisa menyebar menjadi ribuan. Setiap langkah kecil yang kita ambil untuk melawan kegelapan sistem politik yang korup, akan membawa kita lebih dekat pada cita-cita demokrasi yang sebenarnya.
Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Dewan Penasehat Perkumpulan Bhoemi Poetera Indonesia Jawa Timur, Tinggal di Surabaya
DALAM kegelapan yang melingkupi ruang politik Indonesia, seringkali kita terjebak dalam kemarahan dan kutukan terhadap partai-partai politik yang semakin jauh dari tujuan mulia demokrasi.
Banyak partai yang seharusnya menjadi wadah aspirasi rakyat, justru berubah menjadi alat untuk melayani segelintir elit, meninggalkan rakyat di pinggir jalan dengan tangan kosong. Seolah-olah demokrasi kita telah terdistorsi, berubah menjadi sebuah arena perebutan kekuasaan oleh mereka yang duduk di kursi terhormat tanpa lagi memedulikan suara-suara yang mengangkat mereka ke sana.
Salah satu fenomena yang mempercepat pembusukan demokrasi ini adalah manuver Presiden Joko Widodo dalam mengkooptasi partai-partai politik untuk kepentingannya sendiri.
Di bawah kepemimpinannya, partai-partai yang seharusnya menjadi penyeimbang kekuasaan eksekutif, malah bersekutu dalam kekuatan yang justru mengerdilkan prinsip check and balance yang fundamental bagi demokrasi.
Alih-alih untuk memperkuat sistem politik yang sehat, Jokowi menggunakan pengaruhnya untuk menciptakan koalisi yang membungkam oposisi, mematikan dinamika politik yang kritis, dan menjadikan demokrasi hanya formalitas tanpa substansi.
Dengan menguasai partai politik melalui kekuasaan dan kedekatan, ia mengerdilkan hak rakyat untuk memiliki pemerintahan yang benar-benar mendengar dan melayani mereka.
Namun, apakah cukup hanya mengutuk kegelapan ini? Apakah dengan melontarkan kritik dan mencela kerusakan yang terjadi kita bisa membawa perubahan? Tentu tidak. Kutukan tanpa aksi adalah bentuk kepasrahan, dan kepasrahan hanyalah memperpanjang kelamnya malam demokrasi kita.
Justru, inilah saatnya kita menyalakan lilin. Membangun sebuah langkah nyata yang menjadi antitesa dari feodalisme yang mengakar dalam partai-partai politik kita. Saatnya membangun kekuatan yang benar-benar mendengar, memahami, dan memperjuangkan suara rakyat.
Inisiatif yang diusung Anies Baswedan untuk mendirikan partai politik sebagai simbol perlawanan terhadap feodalisme politik adalah sebuah cahaya di tengah kegelapan ini. Anies memahami bahwa demokrasi tidak boleh dijalankan oleh sekelompok kecil elit yang merasa memiliki kebenaran absolut.
Demokrasi adalah suara kolektif rakyat, sebuah simfoni dari berbagai kepentingan yang harus diakomodasi dalam harmoni. Anies dan gerakannya menawarkan harapan baru, partai yang tidak dikuasai oleh dinasti politik, tetapi sebuah organisasi politik yang transparan, egaliter, dan berpihak pada kepentingan publik.
Tapi, perjuangan untuk menyalakan lilin ini tidak bisa dilakukan oleh Anies dan segelintir orang saja. Rakyat sebagai pemilik sejati demokrasi juga harus mengambil bagian dalam upaya perlawanan ini. Apa yang bisa kita lakukan?
Pertama, kesadaran politik masyarakat harus ditingkatkan. Rakyat harus melek politik, menyadari bahwa suara mereka tidak sekadar alat untuk memilih, tetapi kekuatan untuk mengubah. Kita harus kritis pada partai-partai politik yang hanya berfungsi sebagai alat oligarki dan berhenti memberikan dukungan kepada mereka yang telah mengkhianati kepentingan publik.
Kedua, dukungan pada gerakan dan partai politik alternatif harus diperkuat. Anies mungkin sedang menawarkan lilin demokrasi baru, tetapi tanpa dukungan rakyat yang kuat, cahaya lilin itu tidak akan bertahan lama. Partai yang dia usung harus didukung dengan kesadaran, komitmen, dan partisipasi rakyat. Ini bisa dilakukan melalui keterlibatan aktif dalam diskusi, forum, hingga turun langsung ke ranah politik untuk memperkuat gerakan politik baru yang dibawa oleh Anies.
Ketiga, rakyat harus menolak pragmatisme politik yang menawarkan keuntungan jangka pendek. Politik uang dan janji-janji palsu seringkali menjadi jebakan bagi masyarakat guna memilih pemimpin atau partai yang tidak memiliki visi jangka panjang. Rakyat harus memilih pemimpin dan partai yang menawarkan perbaikan sistemik, bukan sekadar janji-janji sesaat yang menguntungkan sekelompok elit.
Keempat, perkuat jaringan dan solidaritas rakyat. Demokrasi tidak hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga soal membangun masyarakat sipil yang kuat. Rakyat harus bersatu dalam organisasi, komunitas, dan gerakan yang memperjuangkan keadilan sosial, kebebasan berpendapat, serta kesetaraan di depan hukum.
Momentum ini sangat tepat, karena Jokowi akan segera lengser dari posisinya sebagai presiden. Transisi kekuasaan ini adalah kesempatan bagi rakyat untuk tidak membiarkan pemerintahan selanjutnya melanjutkan praktik-praktik yang merusak demokrasi.
Lilin demokrasi yang sedang dirintis harus dijaga supaya terang semakin besar. Jangan sampai kekuasaan pasca-Jokowi meneruskan pola politik yang hanya menguntungkan elit dan merugikan rakyat.
Saat ini adalah waktu yang tepat bagi rakyat untuk bangkit! Saatnya kita merebut kembali demokrasi dari tangan tirani kekuasaan yang hanya menguntungkan elit politik dan oligarki. Demokrasi bukan milik segelintir elit, bukan pula instrumen bagi mereka yang haus kekuasaan untuk memperkaya diri.
Demokrasi adalah milik rakyat – kita semua – dan saatnya kita mengembalikannya pada tempat yang semestinya. Rakyat harus berani bersuara, berani bertindak, dan berani mengambil kembali hak mereka yang telah dirampas oleh sistem yang korup.
Perlawanan ini bukan hanya soal politik di atas kertas, tapi soal masa depan bangsa. Inilah momen bagi rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan dan menuntut demokrasi yang lebih bersih, lebih jujur, dan lebih berkeadilan. Inilah waktu kita untuk bertindak! Kita harus menyatukan kekuatan, memperjuangkan kebenaran, dan merebut kembali demokrasi yang selama ini telah dirampas dari tangan kita.
Lilin ini mungkin kecil, tetapi dari satu cahaya, bisa menyebar menjadi ribuan. Setiap langkah kecil yang kita ambil untuk melawan kegelapan sistem politik yang korup, akan membawa kita lebih dekat pada cita-cita demokrasi yang sebenarnya.
Sebagai rakyat kita berharap bahwa lilin ini akan semakin banyak yang menyalakan. Karena nyala itu adalah simbol kesadaran kita bahwa rakyat adalah pemilik sah negeri ini. Musuh besar kita saat ini bukanlah asing tapi adalah bangsa sendiri dan elit politik yang memegang kekuasaan dengan rakus dan menjadi kaki tangan asing dan oligarki.
Bangkit melawan adalah sebuah pilihan kalau kita tak ingin dijajah lagi. Bangkit melawan adalah sebuah perbuatan suci karena hanya dengan cara itulah kita akan bisa menghidupkan kembali amanah para pendiri bangsa ketika berjuang membebaskan negeri ini dari penjajahan tirani. (*)