Di Jakarta Agung Sedayu Merampas Tanah Saya, di IKN Malah Diberi Jokowi Lapak Luas untuk Berbisnis
Kalau ketidakadilan ini terus dipertontonkan secara vulgar kepada rakyat, maka bangsa ini akan terbelah. Kuncinya ada pada aparat penegak hukum yang tidak amanah. Pak Mahfud MD juga menekankan pentingnya aparat penegak hukum bertindak adil.
Oleh: SK Budiardjo,Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI)
MESKI dalam penjara di Rutan Salemba, saya masih mendapatkan sejumlah up date situasi politik nasional, khususnya menjelang Pemilu 2024 dari berbagai sumber, dari sejumlah media yang ada di Rutan, info dari sesama tahanan, hingga dari sejumlah kunjungan kawan, termasuk dari kunjungan Lawyer.
Terakhir, saya benar-benar tak habis pikir, mengapa Mas Gibran (Gibran Rakabuming Raka) begitu membanggakan Agung Sedayu Group sebagai investor IKN dalam Debat Kedua Cawapres.
Memang benar, saya mendapatkan informasi Emiten Agung Sedayu dan Salim Group, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI)/PIK2 mengumumkan telah melakukan investasi dalam bentuk penyertaan saham minoritas melalui perusahaan asosiasi, yaitu PT Kusuma Putra Alam (KPA) di IKN. Bagi Joko Widodo, ini akan membantu dirinya membangun legacy 'Bapak Infrastruktur'.
Jokowi akan bangga bisa mewariskan IKN dengan bangunan gedung megah dan wah. Tapi, apakah itu ada manfaatnya bagi rakyat? Bahkan, untuk masyarakat sekitar IKN sekalipun? Apakah, real estate, perhotelan dan fasilitas pariwisata, yang dibangun Agung Sedayu di lokasi IKN akan dihibahkan kepada Negara, dan menjadi milik seluruh rakyat?
Apakah, setiap pendapatan dan keuntungan dari bisnis real estate, perhotelan dan pariwisata yang dikelola Agung Sedayu melalui PANI yang membuka bisnis di lahan IKN, akan mengalir menjadi pendapatan APBN untuk memenuhi kebutuhan rakyat?
Tidak ada. Jokowi hanya mau legacy kebanggaan saja, rakyat cuma dapat wahnya saja. Sementara itu pendapatan dan keuntungan bisnis, semua diraup si pengembang, untuk dibagikan pada emiten mereka.
Saya tak sanggup membayangkan, dampak destruktif kebijakan pro oligarki yang pasti akan menzalimi rakyat ini. Di Ibukota Jakarta saja, saya menjadi korban karena tanah saya seluas 1 ha dirampas secara zalim, saya dipenjarakan secara paksa, bahkan istri saya ikut dikriminalisasi.
Melalui pengacara saya, Ahmad Khozinudin, saya juga mendapatkan kabar saudara Hagus Gunawan di Teluk Naga, juga menjadi korban kezaliman dari keserakahan ekspansi PIK 2. Saya sendiri, memiliki Anggota dan banyak data korban kezaliman dari group usaha yang dikelola Aguan.
Di FKMTI sendiri, nama Agung Sedayu sudah sangat familiar sebagai entitas yang banyak berbuat zalim. Bisnis property yang dibangun, bukan dikelola dengan cara fair dan legal, melainkan dengan cara-cara kompeni.
Belanja lahan tidak dilakukan di atas asas saling ridlo dan harga yang wajar dengan pemilik tanah, melainkan dengan cara-cara licik, represif, hingga akhirnya pemilik terpaksa melepas tanah dengan harga yang tidak diinginkan.
Sejatinya, saya ingin segera membubarkan FKMTI. Dengan bubarnya FKMTI, berarti tidak ada lagi mafia tanah, tidak ada lagi rakyat yang menjadi korban kezaliman karena membela haknya.
Sayangnya, makin hari korban malah bertambah. Oligarki jahat berkedok pengembang, malahan mendapat dukungan penguasa. Aguan yang telah merampas tanah saya, malah dipercaya Jokowi untuk mengelola IKN.
Di Jakarta saja, sudah banyak korban Agung Sedayu. Tanah 12 ha di komplek Golf Lake Residence Cengkareng yang asalnya dari SHGB 1633, terbukti di pengadilan bodong. Materi pledoi tentang bodongnya alas hak kepemilikan PT Sedayu Sejahtera Abadi diabaikan hakim.
Sementara Girik C 5047 dan Girik C 1906 terus dipersoalkan dengan dalih memuat keterangan Palsu. Padahal, hakim tidak pernah memeriksa Edy Suwito dan Abdul Hamid Subrata selaku pihak yang menjual girik tersebut kepada saya dan istri saya.
Saya tahu, kezaliman Agung Sedayu Group kepada saya, kepada Hagus Gunawan, dan banyak korban lainnya, tidak akan terjadi tanpa dukungan aparat penegak hukum. Melalui tulisan ini, saya juga mengingatkan kepada aparat penegak hukum baik polisi, jaksa dan hakim, agar tidak menjadi kacung oligarki. Jangan menjadi Londo Ireng, jangan menjadi antek Aguan untuk menzalimi bangsa sendiri.
Ingatlah, bahwa kekuasaan itu pasti bergulir. Ingatlah, ada hari pembalasan di akhirat. Gunakanlah kewenangan dan jabatan yang ada untuk menolong rakyat, untuk membela negara, dan juga untuk menegakkan keadilan bagi masyarakat.
Kalau ketidakadilan ini terus dipertontonkan secara vulgar kepada rakyat, maka bangsa ini akan terbelah. Kuncinya ada pada aparat penegak hukum yang tidak amanah. Pak Mahfud MD juga menekankan pentingnya aparat penegak hukum bertindak adil.
Saya ingin informasi yang saya alami dan miliki diketahui segenap rakyat. Agar, cukuplah saya dan istri saya yang menjadi korban kezaliman Agung Sedayu. Melalui pengacara saya, saya meminta agar informasi ini diedarkan kepada segenap masyarakat luas. (*)