DPR Memble dan Semangat MK

Maka, mumpung belum terlambat, masih ada waktu bagi DPR untuk proses Hak Angket setelah masa reses berakhir. Rakyat masih menunggu dan berharap dengan akal sehat dan nurani yang bening, DPR bisa menggelar Hak Angket.

Oleh: Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu

PUBLIK menyaksikan pertempuran di Makhamah Konstitusi (MK) dalam Gugatan Pilpres Curang di mana Ketua Hakim MK Suhartoyo dan Para Hakim Konstitusi lainnya, bisa memberikan optimisme, keadilan, hukum, kedaulatan rakyat, dan demokrasi masih dapat ditegakkan.

Jika saja, pada akhir persidangan, MK memutuskan untuk mendiskusikan Paslon 02 yang terang- benderang melanggar UU dan Konstitusi Negara. Juga, dari paparan para Saksi dan Ahli yang buktikan kecurangan Pilpres 2024. TSM. Terstruktur, Sistematis, dan Masif.

Dalam salah satu perbincangan di Grup WA, seorang mantan rektor sebuah universitas ternama di Jogjakarta, memuji kesaksian dua Ahli ITB, Dr Ir Leony dan Ir Chairul Anas, dalam keterangannya di depan Hakim MK.

Pujian mantan rektor itu tentunya sangat beralasan dari keahlian IT alumnus ITB itu. Dan selama ini yang diungkap baik, oleh Khairul Anas dan Dr Liony itu tak dapat dibantah oleh KPU.

Bahkan persoalan Sirekap yang digunakan oleh KPU dalam menghitung hasil Pilpres 2024 itu telah mendapat banyak kritikan yang dilakukan oleh Dr KRTM Roy Suryo dan para pakar dan ahli lainnya.

Publik sangat mempercayai keterangan Roy Suryo, mantan Menetri Pemuda dan Olahraga era SBY dan Pakar Telematika itu, juga para pakar lainnya dalam pilpres dan pemilu Curang seperti dalam Film Dokumenter The Dirty Vote yang sempat viral beberapa waktu lalu.

Masih ada secercah harapan pada MK bagi Rakyat Indonesia untuk mendapatkan keadilan, Hak-hak Demokrasi dan Kedaulatannya. Bila akhirnya Mahkamah Konstitusi yang dinahkodai Oleh Dr. Suhartoyo itu memutuskan sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang ada.

Sehingga dengan demikian MK yang lahir dari rahim reformasi itu, masih dapat diharapkan untuk berada di jalur Khittahnya sesuai dengan amanat Reformasi. Seperti yang dilontarkan oleh Dr. Refly Harun setelah sidang sengketa Pilpres di MK baru-baru ini.

Lain di MK, Lain Pula di DPR

Pada akhir masa Persidangan, Ketua DPR, Puan Maharani memberikan komentar singkat soal Hak Angket di DPR.

Sebuah berita di Bloombergtechnoz.com. Memuat: Puan di Paripurna Mulus Tanpa Hak Angket: Mohon Maaf Lahir Batin.

Apakah pernyataan mohon maaf lahir batin itu, dapat dimaknai: Hak Angket DPR sudah tutup pintu? Artinya, DPR tidak akan memproses angket DPR untuk selidiki Persoalan Pilpres dan pelaksanaan UU selama ini oleh Pemerintah?

Kalau betul lah, ucapan Puan Maharani sebagai ketua DPR dan disertai dengan permintaan maaf lahir batin karena telah menutup Hak Angket DPR? Maka itu akan menjadi pertanyaan besar bagi publik.

Publik akan bertanya. Ada apa dengan DPR?

Apa yang menyebabkan DPR tidak mengadakan Hak Angket? Ada sesuatu yang menyandera DPR?

DPR harus menjelaskan ke Publik, soal Hak Angket. Karena Publik masih mempercayai pada DPR sebagai lembaga negara dan DPR masih dianggap sebagai Wakil Rakyat. Bukan Wakil Pemerintah, apalagi Pelindung Presiden.

Ada sesuatu yang mengganjal di hati publik, Rakyat Indonesia. Jika saja Hak Angket DPR akhirnya memble. Masuk Angin dan Harapan Rakyat yang berjuang mati-matian berikan dukungan atas Hak Angket.

Tetapi, apabila DPR tidak menggubris dan menolak diadakan Hak Angket; Itu salah satu preseden matinya Demokrasi dan Hilangnya Hak-hak Rakyat untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan.

DPR tidak dapat dipercayai lagi. DPR bisa dianggap bersekutu dengan penguasa untuk melindungi kejahatan pilpres, pemilu, dan pelaksanaan UU yang selama ini bermasalah.

Rakyat dapat membuat Mosi Tidak Percaya kepada DPR. DPR dianggap mengkhianati Rakyat. Ada DPR dan Tidak adanya DPR dianggap sama saja oleh Rakyat. Karena dianggap Institusi Negara yang dibiayai oleh Rakyat itu berkhianat. Mengkhianati Rakyat dan Hak-hak Konsitusinya.

Karena, meski dalam keadaan puasa Ramadhan pun, dengan menahan haus dan lapar karena perintah agama pun, Rakyat terus suarakan soal Keadilan dan Kebenaran harus tegak di negeri ini di depan DPR.

Jika setelah masa reses DPR tetap tidak juga menggubris suara Rakyat soal Hak Angket, maka jangan salahkan rakyat, bila rakyat akan tetap bergelombang mendatangi Senayan secara terus-menerus dengan gelombang massa yang tak dapat dibendung lagi. Dan, itu dapat menimbulkan kejadian yang sangat luar biasa.

Revolusi bisa lahir dari Senayan.

Maka, mumpung belum terlambat, masih ada waktu bagi DPR untuk proses Hak Angket setelah masa reses berakhir. Rakyat masih menunggu dan berharap dengan akal sehat dan nurani yang bening, DPR bisa menggelar Hak Angket.

Jika juga tidak, DPR dianggap kecewakan rakyat, maka hukum Revolusi akan bergerak sesuai dengan nurani rakyat. (*)