Golkar Belum Aman dari Ancaman Bandar dan Bandit Politik Jokowi

Kaki tangan Jokowi lewat urusannya untuk bergerilya pada Munas Partai Golkar yang akan datang, sergapan jual-beli suara model gerilya Barongsai dan Angpaonya. Bung Agus Gumiwang dan Bahlil Lahadalia harus dalam pengawasan ketat.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

TOKOH Senior Golkar, Jusuf Kalla mengakui keputusan Airlangga Hartarto mundur sebagai Ketua Umum Partai Golkar karena melihat pergolakan politik itu kasar yang berasal dari luar Golkar, ada pihak luar ingin menjadi Ketum Golkar.

Bukan terjadi karena perebutan di internal partai, melainkan direbut secara paksa oleh penguasa atau orang powerfull. Indikasinya datang dari Joko Widodo.

Bung JK saat ini paling senior di tubuh Golkar seyogyanya sebentar nengok ke belakang kelemahan Golkar dari dalam Partai Golkar. Meski Rapat Pleno DPP Golkar telah menetapkan Agus Gumiwang sebagai Plt Ketum Golkar,

Munas tetap dilaksanakan sesuai jadwal pada bulan Desember, keadaan internal Golkar belum aman dari rekayasa kudeta yang masih akan mengancam Golkar.

Pada Munas VIII Pekanbaru, Riau, Aburizal Bakrie terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar periode 2009-2015 menggantikan Yusuf Kala. Dengan perolehan suara 296 suara untuk Ical dan Surya Paloh 240 suara. Sedangkan Tommy Soeharto dan Yuddy Chrisnandi tidak mendapatkan suara sama sekali.

Adalah tonggak awal pada setiap Munas Golkar terperangkap transaksi harga suara pemilih untuk kemenangan menjadi Ketum Golkar. Saat itu harga suara pemilih pada angka 100 juta lebih per suara pemilih. Tommy Soeharto yang hanya mematok suara 15 juta harus terpental kandas sejak awal.

Golkar saat ini masih dalam ancaman baik dari dalam maupun luar Golkar.

Ancaman dari internal Golkar antara lain: Misi Partai Golkar sudah bergeser dari tujuan awal Golkar dilahirkan; Partai Golkar sudah terkepung kader bermental kapitalis (Oligarki); Setiap Munas Golkar sangat rawan dari jual-beli suara (amati dan perhatian cara gerilya dari Bahlil Lahadalia dan Agus Gumiwang);

Peralihan generasi di tubuh Golkar oleh generasi miskin sejarah dan miskin ideologi Pancasila serta tugas menjaga kemurnian UUD 1945; Begitu mudahnya terbawa arus kaum paham kapitalis; Terlalu lemah dan begitu mudahnya kerja sama dengan kekuasaan, dan bahkan rela dirinya hanya sebagai boneka kekuasaan.

Ancaman dari luar Golkar antara lain: Sangat mudah terjerumus pada kekuasaan yang anti Pancasila dan UUD 1945; Ikut terbawa arus mengganti UUD ‘45 dan melemahkan Pancasila; Terbawa arus ikut kirim pendidikan politik di China; Fakta sudah menjalin korporasi dan kerjasama dengan oligarki; Kekuatan dari luar Golkar sudah leluasa mengacak-acak Partai Golkar.

Tragedi yang sangat memalukan saat ini adalah Golkar akan di acak acak oleh Jokowi sebagai alat untuk berlindung dari kecemasan, ketakutan paska lengser dari jabatannya. Jokowi sama sekali tak ada historis dengan Golkar.

Lebih memalukan lagi, secara vulgar diacak-acak anak ingusan sekelas Gibran Rakabuming Raka, mimpi apa di Golkar tampil anak dari gorong-gorong.

Golkar masih rawan dari sergapan kudeta Jokowi (atau Gibran), sekalipun sudah ada kesepakatan Munas Golkar tetap Desember 2024 ketika Jokowi sudah lengser.

Kaki tangan Jokowi lewat urusannya untuk bergerilya pada Munas Partai Golkar yang akan datang, sergapan jual-beli suara model gerilya Barongsai dan Angpaonya. Bung Agus Gumiwang dan Bahlil Lahadalia harus dalam pengawasan ketat.

Sebab jika tiba waktunya harus disingkirkan bersama boneka Jokowi dan oligarki yang bercokol dan membahayakan Golkar. (*)