Haruskah Anies Kembali ke Jakarta?
Pada akhirnya semua akan dikembalikan kepada Anies untuk memilihnya, tapi izinkan saya untuk menuliskan cerita Nu'aim bin Nuh yang ditugaskan oleh Nabi untuk membantu Nabi membangun masyarakat Madani di Madinah.
Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya
USAI sudah perhelatan Pilpres 2024, meski banyak menyisakan persoalan tentang prosesnya yang dianggap tidak jujur dan penuh dengan kecurangan. Tapi biarlah itu menjadi catatan sejarah bahwa Pilpres dan Pemilu 2024 adalah pilpres dan pemilu paling brutal dalam sejarah reformasi.
Paska pilpres 2024 muncul banyak diskusi tentang posisi Anies Baswedan, akankah berada dalam pemerintahan ataukah berada di luar dan beroposisi ataukah juga Anies harus berlaga pada Pilgub Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Merujuk pada hasil survei, posisi Anies dalam pilgub Jakarta 2024 masih menempati urutan teratas disusul oleh Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan Ridwan Kamil.
Sebagaimana yang dimuat oleh BeritaSatu.com, berdasarkan hasil survei yang dilakukan lembaga penelitian kebijakan dan opini publik, Proximity Indonesia atau PT Data Survei Indonesia, yang dilakukan 16-25 Mei 2024 di lima wilayah Jakarta minus Kepulauan Seribu baik secara pertanyaan tertutup maupun terbuka.
Anies Baswedan menjadi tokoh yang paling banyak dikenal dengan (95,80 persen), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (95,30 persen), Ridwan Kamil (92,10 persen), Eko Patrio (86,40 persen) dan Ahmad Sahroni (80 persen). Adapun tokoh lainnya mendapatkan presentase di bawah 80 persen.
"Pada pertanyaan terbuka (top of mind) tokoh atau sosok yang akan maju menjadi bakal calon Gubernur Jakarta, nama Anies Baswedan unggul dengan 20 persen, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok (14,7 persen) dan Ridwan Kamil (13,6 persen). Sementara tokoh lainnya mendapatkan presentase di bawah 10 persen," kata CEO Proximity Indonesia, Whima Edy Nugroho kepada wartawan di Jakarta (30/5/2024).
Temuan pada pertanyaan terbuka selanjutnya, yakni perihal pilihan responden untuk sosok yang didukung sebagai gubernur Jakarta mendatang. Temuan survei menunjukkan Anies Baswedan mendapat 18,50 persen disusul Ahok 14 persen, dan Ridwan Kamil sebesar 12,50 persen. Adapun tokoh lainnya mendapatkan presentase di bawah 5 persen.
Pada pertanyaan tertutup terkait dukungan terhadap 21 tokoh untuk menjadi gubernur Jakarta mendatang, ketika nama masing-masing tokoh ditanyakan satu per satu kepada responden nama Anies Baswedan unggul dengan 35,50 persen, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) 26,40 persen dan Ridwan Kamil 18,10 persen. Adapun nama lain mendapatkan dukungan di bawah 10 persen.
Bagi saya dengan mencermati perkembangan Jakarta paska dipimpin oleh Anies (2017-2022) itu, Jakarta mengalami banyak kemunduran, hal-hal yang pernah dirintis oleh Anies, secara sistematis dihilangkan oleh Pj Gubernur Heru Budi Hartono, bahkan Jakarta kehilangan sikap humanismenya sebagai rumah besar bangsa Indonesia.
Penduduk Kampung Bayam yang berpuluh-puluh tahun menjadi warga yang terlantar, pada zaman Anies diberi tempat tinggal yang layak di rumah susun, pada zaman Pj Heru Budi Hartono, bahkan digusur dan diusir untuk keluar dari rumah yang ditempati dengan alasan klasik belum bayar sewa, peristiwa ini menjadi catatan saya perlukah Anies kembali ke Jakarta.
Suasana masyarakat Jakarta yang guyub dan toleran pada zaman kepemimpinan Anies adalah sebuah nilai yang hilang ketika Jakarta dipimpin oleh pejabat gubernur yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo itu.
Bantuan beasiswa ke mahasiswa miskin yang tiba-tiba dihentikan, tentu membuat para mahasiswa dari keluarga miskin kelimpungan dan terancam drop out, tergusurnya masyarakat Kampung Bayam dari rumahnya, akan berakibat mereka menggelandang.
Bahkan anak-anak akan terancam putus sekolah, inilah sebuah nilai yang hilang, di mana nilai-nilai inilah yang dibuat para pendiri bangsa ketika mereka berjuang untuk memerdekakan bangsanya, nilai perdamaian, nilai keadilan, nilai kecerdasan dan nilai ketertiban.
Tentu saja nilai ini bergaris lurus dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh pemerintahan pusat, sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Sehingga menjadi keniscayaan dalam rangka bergaris linier dengan amanah konstitusi, Anies menjadi kepanjangan pemerintahan pusat bila kembali memimpin Jakarta.
Dalam perjuangan memperjuangkan nilai-nilai tersebut tak ada istilah turun kelas atau turun jabatan, karena memang Anies tak berburu kekuasaan, yang dilakukan oleh Anies adalah memperjuangkan nilai-nilai tersebut pada masyarakat Jakarta, yang tentu jalurnya adalah bertarung di pilgub Jakarta dan memimpin Jakarta.
Dalam perjuangan nilai sejatinya tak dikenal luasan wilayah, tapi bagaimana setiap pribadi bisa bermanfaat bagi masyarakat lainnya, sebaik-baik manusia adalah mereka yang bisa berbuat baik kepada manusia yang lainnya. Dalam konteks kekuasaan, maka bagaimana kekuasaan bisa direbut dalam rangka menjalankan nilai-nilai kebaikan yang bermanfaat bagi orang lain.
Berada di luar kekuasaan dan beroposisi merupakan pilihan yang baik, tapi tak akan bisa langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat saat ini juga, dengan kekuasaan, persoalan yang ada akan segera bisa diselesaikan.
Problem mahasiswa Jakarta yang beasiswanya dicabut, terusirnya masyarakat Kampung Bayam dari rumahnya dan banyak masalah lagi yang mendera di Jakarta, hanya akan mudah dijalankan dengan kekuasaan ketika Anies memimpin Jakarta.
Peluang Anies untuk memimpin Jakarta saat ini sangat terbuka, di samping elektabilitasnya yang cukup tinggi, ada variabel lain yang mempengaruhi, yakni PDIP yang konon kabarnya juga akan mendukung Anies, tentu hal ini menjadi momentum bagi PDIP untuk kembali partainya wong cilik.
Pada akhirnya semua akan dikembalikan kepada Anies untuk memilihnya, tapi izinkan saya untuk menuliskan cerita Nu'aim bin Nuh yang ditugaskan oleh Nabi untuk membantu Nabi membangun masyarakat Madani di Madinah.
Nu'aim dengan kecerdasan dan kepiawaiannya, masuk dalam sistem yang dibangun oleh kekuatan multinasional saat itu, telah mampu membantu Nabi menguatkan bangunan masyarakat Madani di Madinah.
Hal lain juga ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, di mana menempatkan Muhammad saat itu dalam posisi sejajar dengan para pemimpin Quraisy, meski saat itu tidak diakui posisi kenabiannya.
Bukankah pada saat itu juga dari Madinah, Nabi mampu membuka Kota Mekkah yang dikenal dengan peristiwa "Fatkul Mekkah"? Yakinlah sejarah pasti akan berulang
Menempatkan Anies dalam posisi menjalankan nilai-nilai kemanusiaan mewujudkan masyarakat yang cerdas, adil damai dan sejahtera dengan mejadikan Anies sebagai pemimpin di Jakarta adalah perwujudan dari nilai "khairunnas 'anfa'uhum lin nass". (*)