Hukum Mati Untuk Para Penghianat Negara

Tidak salah jika Presiden Prabowo bercermin dengan strategi R. Wijaya harus bisa menghentikan, menghancurkan dan mengusir penjajah Taipan Oligarki kembali ke negara asalnya "dengan sesanti tidak sudi dijajah etnis China”.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

SANG Raja Khubilai Khan (Bangsa Mongol) memiliki ambisi menguasai dunia dan ingin menguasai semenanjung Melayu, kemudian mengirim pasukan ke Jawa menuju Singasari, akan meminta Raja Kertanegara menghadap kepadanya, sebagai bukti takluknya Singosari.

Ketika pada tahun 1289 utusan Khubilai Khan datang ke Singosari di bawah pimpinan Meng Chi, oleh Raja Kertanegara kedatangannya sebagai penghinaan, maka dilukai wajahnya, dipotong sebagian telinganya, dan dipulangkan kembali ke Mongol.

"Ini kegagalan pertama Khubilai Khan menundukkan Raja Jawa". Khubilai Khan murka, kembali menyiapkan pasukannya untuk penyerangan kedua ke Singosari yang akan menghukumnya.

Dalam persiapan menghadapi serangan ke dua dari Khubilai Khan tersebut, Kertanegara justru tewas dibunuh Jayakatwang dengan keji. Selanjutnya Jayakatwang mengalihkan pusat kerajaan Singasari ke Daha – Kediri.

Di Jawa, R. Wijaya (menantu Kertanegara) tersingkir ke Bangkalan, Madura. Ada nasehat agar R. Wijaya berpura-pura tunduk meminta sedikit daerah untuk tempat berdiam. Diberi hutan Tarik, cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit .

Pada tanggal 1 Maret 1293 datang lagi pasukan Khubilai Khan di bawah pimpinan Shih Pi (Mongol), Ike Mese (Uygur) dan Kau Hsing (China ) dengan 20.000 hingga 30.000 pasukannya, sayang Raja Singasari Kertanegara sudah meninggal.

Raden Wijaya lagi-lagi pura-pura tunduk dengan Ike Mese panglima perang Uygur, untuk menyerbu Jayakatwang. Bahkan, memberikan panduan mencapai Daha, ibu kota Singosari. Strategi R. Wijaya menghancurkan Jayakatwang yang telah membunuh mertuanya dengan keji, justru ketika ia sedang mempersiapkan pasukan melawan penjajah.

Sesanti R. Wijaya sama dengan mertuanya Kertanegara "tidak sudi dijajah". Maka setelah berhasil membunuh Jayakatwang dengan bantuan penjajah, R Wijaya diminta menyiapkan upeti dan surat penyerahan diri.

Saat itulah R. Wijaya melakukan sergapan tiba-tiba, memukul mundur pasukan Khubilai Khan dan dipaksa agar kembali ke negaranya.

"Ini adalah kegagalan kedua menundukkan Raja Jawa .. Aib sejarah".

Pada masa Kerajaan Majapahit dengan Rajanya R. Wijaya lahirlah Maha Patih Gajahmada dengan Sumpah Amukti Palapa-nya (untuk tidak akan bersenang-senang merasakan kenikmatan duniawi sebelum berhasil menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit).

Kilas balik sejarah ini adalah petunjuk bahwa sejak abad 13, Mongol, Uygur, dan Cina tidak pernah surut dan padam untuk menjajah Indonesia sekalipun harus melalui masa kolonial Belanda sebagai penjajah.

Saat ini dengan bantuan para penghianat telah sampai pada tujuannya, anak keturunannya sudah bisa menjajah Nusantara dengan sempurna.

Presiden Prabowo Subianto pastilah sudah sangat mengerti dan memahami, tidak perlu merasa berhutang budi dengan Joko Widodo sebagai penghianat yang telah membuka lebar penjajahan etnis China di Nusantara saat ini.

Tidak salah jika Presiden Prabowo bercermin dengan strategi R. Wijaya harus bisa menghentikan, menghancurkan dan mengusir penjajah Taipan Oligarki kembali ke negara asalnya "dengan sesanti tidak sudi dijajah etnis China”.

Hukuman mati layak dihidupkan dan Jokowi harus menerima hukuman setimpal dengan kebijakan yang telah memberi karpet merah penjajah leluasa menguasai Nusantara. (*)