Indonesia Darurat: Cu Kong Beternak Penguasa
Lebih lanjut Emha berucap lagi: "Apakah Presiden Jokowi berkuasa? Tidak. Apakah Megawati berkuasa? Tidak. Apakah anak-anaknya Megawati berkuasa? Semakin tidak. Terus siapa yang sebenarnya berkuasa? Dia yang berkuasa tidak pernah muncul di media massa”.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
SUN Tsu mengatakan, "Semua orang berkata menang di medan tempur itu baik, padahal tidak. Jenderal yang memenangkan setiap pertempuran bukanlah jagoan sejati. Membuat musuhmu kalah tanpa pertempuran itulah kuncinya. Lebih baik menjaga keutuhan negeri daripada menghancurkannya. Mengalahkan lawan tanpa bertempur itulah puncak kemahiran".
Indonesia luluh lantak dalam perang tanpa fisik (senjata) melawan Taipan. Indonesia dihancurkan oleh bangsanya sendiri yang telah diternak dan dibeli oleh Taipan (oligarki) China.
Kejadiannya sama persis dengan dialognya Lu Buwei, seorang negarawan sekaligus pengusaha pada awal berdirinya Dinasti Qin, ketika bertanya pada papanya:
"Berapa untungnya bertani" (Jawab papanya: 10 kali lipat). "Kalau berdagang emas (Jawab papanya: 100 kali lipat). "Ooh .. kalau membantu seseorang menjadi penguasa atau pejabat ..? (Jawab papanya: Wah .. wah .. tak terhitung untungnya)”.
Dari situlah lahir istilah "Cu Kong", lahirlah sebuah kekuatan untuk menguasai Indonesia tanpa harus perang fisik, cukup dilawan dengan kekuatan Shadow State (negara bayangan)", lazim disebut "Beternak Penguasa", untuk mewujudkan ambisi China akan menguasai Nusantara sejak ribuan tahun lalu. Penaklukan dengan kekuatan fisik mengirim armada selalu gagal.
Presiden Sukarno dan Suharto sangat menyadari bahaya kuning dari utara yang tampak semakin besar, pongah serta tampak berambisi bernafsu besar untuk menjadi agressor menguasai wilayah Indonesia. Siapa lagi kalau bukan negeri China alias RRC.
Gerakan para Taipan dari China yang ingin menguasai sumber ekonomi diawasi dan dikontrol dengan ketat gerak aktivitasnya. Taipan dijauhkan peran politiknya langsung atau tidak langsung ikut menentukan kebijakan negara.
Sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 dan Pancasila dicampakan, puncaknya di era Presiden Joko Widodo, China telah menemukan momentumnya semua pertahanan politik dan ekonomi jebol berantakan.
"Shadow State" dengan kekuatan Cu Kong-nya "Beternak penguasa menjamah dari pusat sampai daerah, dari Presiden sampai jabatan terendah di negara ini".
Rakyat seperti terhipnotis dan terperangah setelah mengetahui hampir semua pejabat sudah terbeli. Taipan sudah ambil-alih kekuasaan dengan kekuatan "Shadow State" yang sepenuhnya telah pula dikendalikan para Taipan (oligarki RRC).
Pada kesempatan lain "Emha Ainun Nadjib" blak-blakan mengungkapkan sosok yang berkuasa di Indonesia. Kalangan itu bukan Presiden Jokowi, bukan Megawati. Terekam dalam sebuah video yang tayang di kanal YouTube Saeful Zaman, Sabtu (14/8/2021).
Ia beranggapan, banyak pihak yang mungkin mengira kekuasaan tertinggi dipegang oleh Presiden Jokowi, padahal kenyataannya, terdapat sosok lain yang lebih kuat di balik Jokowi.
“Indonesia ini bukan hanya sekadar yang kamu sangka, ada segmen-segmen, ada level-level, ada kader-kader yang menjadi faktor berubahnya Indonesia. Jangan pikir Indonesia berlangsung seperti yang kalian skenariokan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Emha berucap lagi: "Apakah Presiden Jokowi berkuasa? Tidak. Apakah Megawati berkuasa? Tidak. Apakah anak-anaknya Megawati berkuasa? Semakin tidak. Terus siapa yang sebenarnya berkuasa? Dia yang berkuasa tidak pernah muncul di media massa”.
Yang berkuasa adalah kekuatan Shadow State (negara bayangan)" dan itu adalah para Taipan. Jaringan dari luar negeri adalah China yang memegang kendali kekuasaan di Indonesia.
Time line-nya adalah lima tahun akan menjadi pertaruhannya. "Indonesia Darurat" apakah Indonesia bisa merangkak kembali, bangkit, menggeliat, atau malah hancur sama sekali dan menjadi bangsa jongos total. Wallaahu a'lam. (*)