Ingat, Anies Itu Musuh Oligarki: Bakal Dibegal Terus!
"Terbukti tidak melakukan kewajibannya, maka izinnya dicabut. Jadi pencabutannya bukan selera satu atau dua orang, tapi karena badan telah melakukan verifikasi," ujar Anies seperti dikutip dari Detiknews (27 September 2018).
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
HINGGA Hari-hari ini masih ada saja yang bersikeras mendorong agar Anies Baswedan maju pada kontestasi Pilgub Jakarta (baca: Daerah Khusus Jakarta) pada November 2024 nanti. Anies sendiri hingga kini belum menyatakan kesediaannya untuk ikut atau tidak pada Pilgub 2024.
Tampaknya, “bujukan” dari beberapa partai, relawan, dan orang-orang terdekat Anies tidak serta-merta diiyakan oleh Anies. Mengapa Anies belum juga mau menjawab dukungan mereka, dapat dipastikan bahwa Anies sudah tahu apa yang bakal terjadi jika ia menyatakan bersedia.
Berbagai dalih pun disampaikan oleh mereka. Antara lain, dengan bekal kemenangan 40 persen suara saat Pilpres 2024 lalu, Anies berpeluang akan memperoleh suara terbanyak dalam Pilgub Jakarta 2024 nanti. Jika Anies tidak ikut Pilgub Jakarta, dia tidak akan punya panggung lagi.
Namun, sayangnya mereka tidak berpikir, bagaimana seandainya Anies akan mengalami seperti saat Pilpres 2024 yang pada akhirnya “dikalahkan” MK, kemudian ditetapkan KPU dengan hasil: Paslon 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka sebagai yang Terpilih?
Seperti yang ditulis Andrianto Andri, Aktivis Pergerakan 98, namun bila Anies kalah, maka Anies tutup layar sebagai tokoh yang tidak memiliki lagi kesempatan sebagai Capres. Meski bisa saja seperti Jenderal Purn Wiranto sudah pernah Capres lantas pula jadi Cawapres.
Bagi Anies, meski tidak menjabat lagi sebagai Gubernur Jakarta, rasanya tidak mungkin dia bakal kehilangan panggung. Apalagi, sebelum menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, investasi Anies untuk mencerdaskan bangsa sudah dilakukannya dengan program “Indonesia Mengajar”.
Apalagi saat kampanye Pilpres 2024, dia juga punya program pendidikan politik bagi masyarakat Indonesia, terutama mahasiswa, dengan “Desak Anies” yang animonya luar biasa. Karena dalam acara itu, Anies berusaha menjawab dan memberikan solusi atas pertanyaan masyarakat.
Jika kegiatan kampanye dimaknai sebagai upaya memberikan sarana menonjolkan ide-ide kepada masyarakat, Anies membuat sebuah acara Kampanye Dialogis: Desak Anies. Desak Anies seperti ruang “belajar untuk mendengar dan mendengar untuk belajar”, jemput bola dari Capres 01.
Kampanye dialogis adalah bentuk kampanye yang dilakukan dengan berinteraksi secara langsung dalam sebuah dialog dengan calon pemilih. Dialog yang terbangun bermaksud bisa mengenalkan visi, misi, dan program dari seorang kandidat.
Desak Anies menjadi sebuah komitmen Anies menyediakan wadah bagi generasi muda khususnya untuk menanyakan apapun kepada Anies. Desak Anies dilakukan dari kota ke kota dengan harapan dapat menggaet suara dari Swing Voter.
Swing Voter adalah sebuah istilah dari pemilih rasional yang dapat berubah-ubah sesuai dengan gagasan atau ide yang dipaparkan oleh calon kandidat. Inilah keunggulan dari kampanye dialogis yang dilakukan Anies saat itu.
Meski Anies sudah tidak lagi sebagai Pejabat Pemerintah/Negara, Desak Anies bisa saja dihidupkan kembali dengan nama lain, seperti “Solusi Anies”. Format dialog pun masih bisa dalam bentuk yang sama dengan Desak Anies. Jadi, Anies tidak akan pernah kehilangan panggung.
Begal Anies
Jaminan perolehan suara 40 persen di Jakarta ketika Pilpres 2024, belum dapat menjamin Anies akan menang pada Pilgub Jakarta 2024 nanti. Dapat dipastikan, “Koalisi Oligarki” tidak akan diam begitu saja. Mereka akan melakukan hal serupa saat Pilpres 2024 dengan pencurangan hasilnya!
Hanya saja, bedanya, Anies kali ini justru didorong untuk ikut kontestasi Pilgub Jakarta 2024, tidak ada upaya menghalang-halanginya dengan mem-begal-nya. Jika Anies terjebak dalam dukungan beberapa partai, relawan, dan orang-orang terdekatnya, dengan mengikuti sarannya, bukan tidak mungkin upaya begal Anies oleh Oligarki semakin TSM juga melebihi Pilpres 2024.
Mereka akan berusaha serapi mungkin supaya pencurangan suara Anies tidak terbongkar, seperti saat Pilpres 2024. Ingat, Anies Baswedan itu musuh oligarki, sehingga mereka akan tetap berusaha begal Anies jangan sampai mantan Gubernur DKI Jakarta (2017-2022) itu bisa menjabat lagi.
Makanya, Menteri “Segala Urusan” Luhut Binsar Panjaitan pun sudah meminta Prabowo untuk tidak merangkul tokoh yang dianggapnya sebagai “toxic”. Sinyal ini setidaknya juga ditujukan ke mantan rival Prabowo ketika Pilpres 2024 lalu. Dan, ini berarti peluang jabatan Menteri pun tak akan pernah ditawarkan kepada Anies. Apalagi, Gubernur Jakarta!
Yang masih tercatat dalam ingatan oligarki, saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pernah “mengewakan” mereka dengan mencabut izin prinsip 13 pulau buatan di Teluk Jakarta. Dia menghentikan proyek reklamasi di wilayah itu.
"Saya umumkan bahwa kegiatan reklamasi telah dihentikan. Reklamasi bagian dari sejarah dan bukan masa depan DKI Jakarta," kata Anies, mengutip Detikcom dalam jumpa pers di Balai Kota Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Adapun empat pulau yang sudah terlanjur dibangun, nasibnya akan ditentukan melalui Peraturan Daerah (Perda) yang tengah disusun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Keputusan tersebut diambil setelah Pemprov DKI Jakarta melakukan verifikasi atas seluruh kegiatan reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Proses verifikasi, kata Anies, menemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan pengembang, antara lain dalam hal desain dan analisis dampak lingkungan (Amdal).
"Terbukti tidak melakukan kewajibannya, maka izinnya dicabut. Jadi pencabutannya bukan selera satu atau dua orang, tapi karena badan telah melakukan verifikasi," ujar Anies seperti dikutip dari Detiknews (27 September 2018).
Tiga belas pulau yang dicabut izinnya adalah Pulau A, B, dan E (pemegang izin PT Kapuk Naga Indah); Pulau H (pemegang izin PT Taman Harapan Indah); Pulau I, J, K, dan L (pemegang izin PT Pembangunan Jaya Ancol); Pulau I (pemegang izin PT Jaladri Kartika Paksi);
Pulau M dan L (pemegang izin PT Manggala Krida Yudha); Pulau O dan F (pemegang izinnya PT Jakarta Propertindo); Pulau P dan Q (pemegang izin PT KEK Marunda Jakarta). Sedangkan pulau C, D (pemegang izin PT Kapuk Naga Indah); G (PT Muara Wisesa Samudra); dan N (PT Pelindo II) izinnya tidak dicabut lantaran sudah terlanjur dibangun.
Akankah mereka tinggal diam saja? Rasanya tidak mungkin. Dengan dana unlimited-nya, jaringan oligarki akan tetap berusaha begal Anies di Jakarta. (*)