Insya’ Allah, Masih Ada Peluang Anies Menang Pilpres

Dalam putusan ini, DKPP menilai ketua dan anggota KPU terbukti melakukan “pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu” karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada Rabu, 25 Oktober 2023.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

PENGUMUMAN Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Rabu malam, 20 Maret 2024, yang menetapkan Paslon 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabumi Raka sebagai pemenang Pilpres 2024 berdasar perolehan suara 58,5 persen, sangat mungkin “dibatalkan” oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu bisa terjadi jika gugatan Paslon 01 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar bisa meyakinkan Hakim Konstitusi bahwa kemenangan Prabowo – Gibran diperoleh dengan pencurangan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Secara faktual pun tidak perlu dibuktikan lagi.

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menegaskan bahwa Paslon 02 bisa didiskualifikasi dari kemenangannya pada Pilpres 2024. Hal itu bisa terjadi jika dugaan kecurangan TSM selama proses Pemilu 2024 terbukti.

Dia mengatakan baik Paslon 01 dan 03 Ganjar Pranowo – Mahfud MD masih satu suara terkait diskualifikasi Prabowo – Gibran. Sebab, dugaan kecurangan Pemilu 2024 mengarah pada paslon tersebut.

“Kalau di MK kita mesti tunggu ya hasilnya seperti apa. Tapi yang jelas, yang diminta nantinya (itu) adalah adanya permintaan diskualifikasi Paslon 02, utamanya karena masalah putusan MK 90 yang meloloskan Gibran sebagai cawapres,” kata Bivitri dikutip dari akun YouTube Kompas TV, Rabu, 20 Maret 2024.

Jika hal itu terbukti, menurut Bivitri pemungutan suara ulang bisa saja terjadi tanpa adanya Prabowo – Gibran. Bahkan, seandainya MK tidak mengabulkan tuntutan yang dimasukan, maka akan sangat berpengaruh terhadap kondisi perpolitikan Indonesia ke depannya.

“Kalau itu yang dikabulkan MK, maka harus ada pemungutan suara ulang tanpa 02. Legitimasinya tentu saja akan sangat berpengaruh, kalau seandainya MK tidak memutuskan seperti yang diminta oleh 01 dan 03 tetap saja ada pengaruh secara politik,” ucapnya.

Kemenangan Prabowo – Gibran nantinya akan menjadi hasil demokrasi terburuk sepanjang sejarah. Masyarakat akan melihat Prabowo – Gibran sebagai pemimpin yang telah dihasilkan melalui proses demokrasi yang buruk.

“Meskipun secara hukum MK tidak mengabulkan, ya udah hasilnya tetap paslon 02 menang seperti hari ini. Tapi, hal itu tetap saja dinamika di MK akan memengaruhi secara politik persepsi terhadap kemenangan dari Paslon 02,” pungkasnya.

Hasyim Asy’ari mengungkapkan paslon 02 meraih 96.214.691 suara. Sementara itu, lanjut dia, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 40.971.906 suara, sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD 27.040.878 mendapatkan suara.

Adapun total surat suara sah, menurut dia, berjumlah 164.227.475 suara sah atau 58,6 persen dari total suara nasional 164.227.475. Di urutan kedua diikuti oleh paslon 01 sebanyak 40.971.906 suara (24,94%) suara yang diraih. Lalu, jumlah suara sah paslon 03 sebanyak 27.040.878 suara (16,47%)

Adapun, merujuk sejumlah hasil Quick Count lembaga survei, menunjukkan hasil perolehan masing-masing dari suara paslon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dalam Pilpres 2024 tidak terlalu berbeda jauh.

Misalnya, lembaga Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) paslon) 02 memperoleh 58,36% suara. Paslon 01 meraih 24,86%, disusul paslon 03 mendapatkan 16,78%. Kemudian, hasil Quick Count Pilpres 2024 oleh Charta Politika mencatatkan bahwa 01 meraih 25,57% suara, paslon 02 mendapat 57,81% suara, dan paslon 03 memperoleh 16.61%.

Selanjutnya, hasil quick count Pilpres 2024 oleh Poltracking menunjukkan bahwa paslon 01 berhasil meraih suara sebesar 25,03%. Paslon 02 yakni 58,71%, dan paslon 03 di angka 6,26%. Lalu, hasil quick count versi Populi Center juga menemukan hal yang sama.

Paslon 01 sebesar 25,06% dibandingkan dengan paslon 02 sebesar 59,08%. Kemudian, paslon 03 meraup suara 15,86%. Terakhir, Indikator turut mengumumkan paslon 01 versi quick count dengan raihan suara sebesar 25,34%. Paslon 02 sebesar 58,08%. Dan, paslon 03 tercatat suara 16,58%.

Mengapa perhitungan resmi Real Count versi KPU seolah mengikuti Quick Count lembaga survei? Di sinilah menariknya. Apalagi, hasil perhitungan suara Quick Count itu ada yang mendahului sehari sebelum pencoblosan pada Rabu, 14 Februari 2024.

Yakni, tepatnya pada Selasa, 13 Februari 2024 (hingga Rabu, 20 Maret 2024) tidak berubah, tetap pada angka 58% untuk paslon 02 Prabowo – Gibran. Sementara pencoblosan suara di Indonesia pada Rabu, 14 Pebruari 2024. Angka hasil survei 58% itu sampelnya diperoleh dari mana ya?

Karena sebelum pencoblosan Pemilu 2024 pada Rabu, 14 Februari 2024 dimulai kok tanggal 13 Februari 2024 sudah muncul perhitungan angka untuk paslon 02 sebesar 58%, sudah terbukti dan jelas peristiwa ini tidak lepas dari cawe-cawe Presiden Joko Widodo.

Jadi, Jokowi melakukan Kejahatan dan Kecurangan secara TSM dan terorganisir, demi mendukung putera sulungnya, Gibran, yang menjadi Cawapres Prabowo. Gibran bisa lolos mengikuti kontestasi Pilpres 2024 berkat bantuan Paman Anwar Usman saat masih menjabat Ketua MK.

Adalah Putusan MK Nomor 90 Tahun 2024 yang meloloskan Gibran, meski belum cukup umur 40 tahun, sehingga lolos bisa ikut Pilpres 2024 sebagai Cawapres 02. Dan, jika sekarang ini akhirnya kemenangan paslon 02 ini diduga kuat karena adanya pencurangan, maka ini adalah momentum yang sangat tepat untuk mengembalikan marwah KPU setelah dirusak Jokowi.

Ibarat syair lagu Rhoma Irama, “Kau yang mulai…. Kau yang mengakhiri…”, maka MK pula yang harus mengakhiri kontroversi Putusan 90 tersebut. Apalagi, Majelis Kehormatan MK yang diketuai Jimly Assidiqqi sudah memutus Anwar Usman melanggar “Etik Berat” dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Insya’ Allah masih ada harapan paslon 01 Anies – Muhaimin menang di MK. Karena Ketua MK kini bukan Paman Anwar Usman lagi. Tapi, Suhartoyo sebagai Ketua MK, dengan Saldi Isra sebagai Wakil Ketua.

Hakim-hakim yang akan mengerjakan tugas sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024, termasuk hasil Pilpres ini mayoritas terdiri dari Hakim-hakim yang dulu menolak Gibran jadi Cawapres (Dissenting Opinion).

Dissenting Opinion itu adalah pendapat berbeda dari mayoritas atau pendapat hakim yang berbeda dalam suatu putusan.

Dengan komposisi Hakim Konstitusi yang dissenting opinion seperti di atas, maka harapan yang akan terjadi adalah Tim Hakim ini Membatalkan Keputusan KPU, yang menerima Gibran Sebagai Cawapres paslon 02. Karena, seperti disebut TEMPO, Gibran “Anak Haram Konstitusi”. Sehingga paslon 02 wajib didiskualifikasi.

Ini akan mempermudah kerja Tim Hakim Konstitusi. Yaitu mereka tidak perlu lagi Membuka dan Memeriksakan Barang Bukti Pelanggaran paslon 02 yang jumlahnya banyak sekali itu. Meski ada kemungkinan intervensi dari rezim Jokowi, tapi insya’ Allah dengan komposisi hakim seperti di atas, maka itu semua bisa diantisipasi.

Selanjutnya, dengan diskualifikasi paslon 02, maka untuk menentukan siapa pemenangnya, Hakim Konstitusi tinggal melihat perolehan suara PHPU tersebut. Paslon 01 dengan 40 juta suara, sedang paslon 03 dapat 27 juta suara.

Maka, Insya’ Allah, MK bisa langsung memutuskan pemenangnya adalah Paslon 01. Pekerjaan ini bisa diselesaikan MK dalam waktu kurang dari 10 hari dari 14 hari yang ditetapkan dalam UU. MK hanya butuh memeriksa sengketa PHPU ini berdasar putusan MK 90 maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Berdasarkan putusan DKPP dan tidak perlu ada bukti pencurangan itu, karena putusan DKPP juga berkekuatan hukum atas pengakuan Komisioner KPU saat di persidangan.

Dalam putusannya itu, DKPP memberi sanksi kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan sejumlah (6) anggota KPU karena “melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu”. Sanksi yang diberikan berupa “peringatan keras terakhir”.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito ketika membaca putusan di Gedung DKPP pada Senin, 5 Februari 2024, yang disiarkan langsung di YouTube DKPP.

Adapun selain Hasyim, enam anggota KPU lainnya yang diberi sanksi, termasuk Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap. Sanksi tersebut berdasarkan empat laporan yang diajukan ke DKPP.

Empat laporan yang diajukan itu antara lain oleh Demas Brian Wicaksono dalam kasus dengan Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Dalam putusan ini, DKPP menilai ketua dan anggota KPU terbukti melakukan “pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu” karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada Rabu, 25 Oktober 2023.

Padahal saat itu peraturan KPU masih mengharuskan calon memiliki usia minimal 40 tahun. “(Para teradu) terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” kata majelis hakim.

Menurut majelis, terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan bahwa para teradu justru menerbitkan surat nomor 1145/PL.01-SD/05/2023 perihal tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 17 Oktober 2023.

”Para teradu berdalih tindakan itu sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 14 huruf c UU Pemilu yang menyatakan KPU berkewajiban menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat,” kata majelis.

Namun, majelis menganggap alasan itu tidak relevan karena ketika suatu putusan MK telah dimuat dalam berita negara RI, maka setiap orang dianggap sudah mengetahui. Teradu, menurut majelis, baru mengirimkan surat permohonan konsultasi kepada DPR pada tanggal 23 Oktober 2023 atau tujuh hari setelah putusan MK diucapkan.

Majelis juga menyatakan, tindakan para teradu dalam menindaklanjuti putusan MK dengan bersurat lebih dahulu kepada pimpinan partai politik tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah PKPU No. 1/2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di Lingkungan KPU.

”Tindakan para teradu yang tidak segera melakukan konsultasi kepada DPR dan pemerintah untuk melakukan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan,” kata majelis.

Jadi, jelas bahwa tindakan Komisioner KPU yang tetap menerima pendaftaran Gibran itu, menurut putusan DKPP, adalah “tindakan yang tidak dapat dibenarkan”. Maka, selesai sudah tugas MK yang “menganulir” putusan MK Nomor 90 tersebut.

Coba saja simak dan perhatikan baik-baik saat Hasyim Asy'ari membacakan hasil Keputusan KPU ini. Ia terlihat gemetar, tidak jelas, dan wajahnya pucat, seperti orang ketakutan yang tampak ragu. Apakah ini yang dinamakan Hasil Pemilu 2024n yang Jujur dan Adil?

Ada apa dalam pembacaan teks pidato sontak Ketua KPU tercengang kaget dalam teks terakhir itu, lalu berhenti jeda sekitar 30 menit diskors? Ternyata Kertas teks pidatonya ditukar dengan yang sebelah kiri. Sepertinya data atau catatan yang aslinya ada di dalam buku Hasyim Asy’ari. (*)