Jokowi Akan Lumpuh dan Menyerah

Ketika yang disergap tidak berdaya untuk melawan mungkin mereka sedang bergerak ke arah melawan. Proses hukum yang dijadikan alat menawan, mengikat, dan melumpuhkan para lawan politiknya tiba waktunya akan berbalik arah menerkam dirinya.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

JOKO Widodo dalam kepanikan dan ketakutannya sedang berjuang dan bergerak cepat melakukan kudeta sergap terhadap Partai Golkar. Untuk mengendalikan situasinya telah menempatkan geng pasukannya untuk segera melaksanakan Munaslub Partai Golkar.

Sergapan kudeta Jokowi ke Partai Golkar adalah suatu cerminan kondisi Jokowi pada posisi panik, ketakutan pada stadium parah, dengan nasib akhir kekuasaannya yang tidak menentu.

Ahli militer seperti Hanibal (247 SM) dan Napoleon Bonaparte (15 Agustus 1767 - 5 Mei 1821), dua jenderal dalam sejarah perang di Eropa, menemukan bahwa "cara terbaik untuk meraih kendali adalah dengan kecepatan, arah dan bentuk sergapannya".

Jokowi mungkin tidak sadar bahwa mengendalikan bagaimana persisnya sasaran bereaksi adalah akan melahirkan berbagai kemungkinan. Salah sasaran akan membuat penurunan pada frustasi, kelelahan dan putus asa.

Kudeta atau sergapan ke Partai Golkar karena Jokowi sangat tidak yakin Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden akan mampu melindungi dirinya. Politik dinastinya masih berantakan. Tidak bisa berlindung di partai karena bukan Ketum Partai seperti Suharto, SBY, Megawati dan Prabowo Subianto.

Keputusan yang grusa-grusa mengubah Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) kembali menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Pencitraan di IKN dengan bermacam-macan acting kedunguannya.

Jokowi mengelola dan menentukan terlalu banyak cara mengamankan dirinya paska lengser dari jabatannya akan menjadikan dirinya kelelahan, melakukan banyak kesalahan, dan akhirnya akan kehilangan kendali atas situasinya.

Ketika yang disergap tidak berdaya untuk melawan mungkin mereka sedang bergerak ke arah melawan. Proses hukum yang dijadikan alat menawan, mengikat, dan melumpuhkan para lawan politiknya tiba waktunya akan berbalik arah menerkam dirinya.

Dalam konflik manapun sisi yang lebih lemah seringkali justru saat mengendalikan dinamikanya, sedangkan waktu dan kekuasaan Jokowi dalam hitungan hari akan lepas.

Dinamika terburuk Jokowi adalah kondisi kebuntuan, menjadikan kemandegan mental, kehilangan untuk berpikir. Pada titik seperti ini segalanya hilang

Golkar mestinya agak cerdas sedikit bahwa kepanikan, ketakutan dan emosi adalah kelumpuhan dan akan menjadi kalang kabut. Kejatuhan mental selalu akan mengawali kejatuhan fisik tidak lama lagi Jokowi akhirnya akan menyerah. (*)