Kabinet Prabowo, Haji Isam, dan Harapan Indonesia Antikorupsi (2)

Sudah pula banyak diberitakan kontribusi Haji Isam untuk pilpres Prabowo. Misalnya, pesawat yang terhubung dengan Haji Isam, diberitakan digunakan untuk kampanye Prabowo. Meskipun, perlu pula dicatat, soal pesawat jet ini digunakan juga oleh para capres lainnya.

Oleh: Denny Indrayana, Advokat INTEGRITY, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (2011 – 2014)

PERTANYAANNYA sekarang, ini Kabinet Akomodatif Ataukah Kabinet Kolutif?

Perlu dicatat, Kabinet adalah cerminan koalisi pemerintahan, dan idealnya, juga cerminan oposisi yang mengontrol kekuasaan. Saya berpendapat bahwa bukan hanya dalam sistem parlementer ada koalisi-pemerintahan, dan oposisi untuk menjadi kontrol. Dalam sistem presidensial, juga perlu ada pemerintah sebagai the rulling parties, dan semestinya ada, the controlling parties, suatu kelompok penyeimbang, di luar pemerintahan.

Saya berpendapat, demokrasi meniscayakan perbedaan dan sikap kritis. Demokrasi bukan hanya membutuhkan koalisi, tetapi juga oposisi. Termasuk dalam sistem presidensial. Rumus bernegara yang sehat adalah, pihak yang menang Pilpres masuk koalisi, pihak yang kalah berada pada posisi oposisi.

Membangun koalisi pada periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, yang telah memasukkan kompetitor pilpres 2019-nya Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan, bukan cara berpolitik yang sehat. Tetapi justru adalah cara-cara yang merusak demokrasi.

Di Amerika Serikat, negara pelopor sistem presidensial, jika calon Partai Demokrat memenangkan pemilihan presiden, maka Partai Republik tidak akan masuk kabinet pemerintahan, begitu pula sebaliknya. Sehingga akan selalu ada kekuatan penyeimbang (balancing power) dalam sistem presidensial Amerika.

Presiden yang baik akan memberi ruang bagi oposisi, dan menganggapnya sebagai mitra kerja, sebagai pengingat. Sebagai rem agar kekuasaan terkontrol, dan tidak hilang kendali. Kekuasaan tanpa kontrol akan cenderung koruptif dan destruktif. Presiden yang baik, bukan hanya berterima kasih kepada kawan koalisi yang bersama dalam pemerintahan, tetapi juga kepada lawan oposisi, yang memberi peringatan kepadanya agar kekuasaan kepresidenan tidak tersesat dan salah jalan.

Maka, kabinet lebih dari 100 menteri dan wakil menteri tentulah kabinet yang akomodatif dari sisi representasi. Menyisakan PDI Perjuangan – walaupun ada Budi Gunawan sebagai Menkopolkam, dan Partai Nasdem, yang tidak masuk kabinet. Ini adalah kabinet kegemukan (oversized cabinet).

Secara teori, koalisi ada tiga macam. Koalisi terlalu gemuk (oversized coalition) yang menghadirkan kabinet kebesaran. Koalisi terlalu kurus (undersized coalition) yang melahirkan kabinet kekecilan. Terakhir, koalisi pas-terbatas (minimal-winning coalition) yang melahirkan kabinet ideal.

Presiden Prabowo mengakui kabinetnya berjumlah besar, dan itu diperlukan karena Indonesia adalah negara besar, dengan jumlah penduduk tertinggi keempat di dunia. Pandangan Prabowo benar ketika melihat perbandingan dengan India, negara dengan jumlah penduduk nomor satu di dunia, yang anggota kabinetnya termasuk Perdana Menteri ada 72 orang.

Meskipun, masih lebih rendah dari Kabinet Merah Putih, Indonesia. Di Tiongkok sebagai negara dengan populasi terbesar kedua, jumlah kabinetnya ada 26 orang. Jumlah yang sama dengan Amerika Serikat, sebagai negara dengan populasi terbesar ketiga, yang kabinetnya terdiri dari Wakil Presiden, 15 Kementerian Negara, dan 10 pejabat setingkat menteri, sehingga totalnya ada 26 orang.

Koalisi Merah Putih yang besar tersebut diargumentasikan perlu untuk membayar janji kampanye, serta agar kementerian lebih fokus.

Sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM 2011-2014, saya memahami jika kementerian itu dipecah 3 – bahkan menjadi 4 karena ada Menkonya, yaitu: Kementerian Hukum, Kementerian HAM, dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Namun, tantangan terbesar selanjutnya tetap pada koordinasi dan efisiensi.

Saat ini saja, jika tidak hati-hati, bisa hingga setahun ke depan, kabinet boleh jadi tidak akan efektif bekerja karena belum tuntasnya persoalan teknis infrastruktur kantor dan fasilitas, pengisian Pejabat Eselon 1, hingga alokasi anggaran, yang akan menjadi tantangan administratif terbesar Presiden Prabowo dan kabinetnya.

Kabinet yang berjumlah besar itu, bukan hanya punya kemanfaatan akomodatif dan mungkin fokus, tetapi juga punya tantangan obesitas, tidak efisien, bahkan koruptif.

Salah satu resep agar kabinet itu efektif adalah jika diisi dengan orang yang punya kapasitas-intelektual yang mumpuni dan integritas moral yang tidak terbeli, bukan hanya aspek akseptabilitas jalur kekerabatan yang bisa jadi mengabaikan prinsip meritokrasi.

Jika aspek meritokrasi ini diabaikan, maka kabinet yang oversized akan lebih cenderung kolutif-koruptif, ketimbang membangun pemerintahan yang akomodatif dan gotong-royong memecahkan persoalan bangsa, yang memang sangat rumit dan kompleks, sehingga perlu dikerjakan bersama-sama oleh banyak elemen bangsa.

Haji Isam dan Kabinet Prabowo

Apakah Kabinet Merah Putih mengedepankan meritokrasi. Jawabannya: iya dan tidak. Digadang-gadang sebagai kabinet zaken, tentu di dalam kabinet ini ada anggota yang punya kompetensi dan integritas. Tetapi, ada pula beberapa figur yang layak dipertanyakan mengapa dipilih menjadi anggota kabinet.

Seorang sumber yang terlibat penyusunan kabinet mengatakan, salah satu keputusan yang paling lama diambil oleh Presiden Prabowo Subianto adalah menentukan siapakah Menteri Keuangan.

Ketika nama Sri Mulyani yang muncul, saya melihatnya sebagai representasi dari prinsip meritokrasi yang mengedepankan kapasitas mumpuni dan integritas tak terbeli.

Sumber yang sama mengatakan bahwa sangat sulit untuk mencari kandidat dengan kadar kualitas sekaliber Jenderal Tito Karnavian, untuk posisi Menteri Dalam Negeri. Saya sepakat bahwa Kinerja Mendagri Tito memang perlu diapresiasi dan dihargai, sehingga lebih dari layak untuk kembali memimpin Kemendagri.

Namun, yang perlu dicermati adalah benarkah ada perwakilan bohir dalam kabinet Merah Putih. Hal itu telah disinyalir dalam berbagai pemberitaan media massa.

Termasuk investigasi jurnalistik Majalah Tempo, yang secara tegas menuliskan pengaruh Andi Syamsuddin Arsyad dalam penyusunan Kabinet Merah Putih (Baca: Para Bohir di Belakang Pemilihan Menteri Kabinet Prabowo, https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/172656/bohir-kabinet-prabowo).

Tidak aneh, jika sinyalemen pengaruh Haji Isam dalam penyusunan kabinet tersebut, menimbulkan kontroversi. Ada kekhawatiran, bahwa relasi antara penguasa dan pengusaha, tidaklah selalu konstruktif, tetapi tidak jarang menumbuhsuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Tentu relasi antara penguasa dan pengusaha tidak boleh dilarang, apalagi jika kolaborasinya untuk kepentingan rakyat secara luas. Keterlibatan Haji Isam dalam rencana mencetak sawah 1000 hektar di Merauke, Papua Selatan, demi terciptanya swasembada pangan, sebagai salah satu program utama Presiden Prabowo, tentu adalah niat baik, yang perlu didukung jika benar dilaksanakan secara konsisten.

Yang perlu dicermati adalah gesekan konfliknya dengan masyarakat adat Papua dan dampaknya bagi kerusakan ekosistem lingkungan.

Haji Isam adalah crazy rich yang besar di Kalimantan Selatan, melalui usaha tambang Batubara. Di Kabupaten Tanah Bumbu, salah satu tempat tinggalnya, pandangan masyarakat terbelah menjadi dua, pendukung dan penentang.

Bagi pendukungnya, Haji Isam adalah sosok dermawan yang memajukan Tanah Bumbu, dan juga Kalimantan Selatan, dengan membuka banyak lapangan kerja melalui grup usahanya Johnlin. Bagi penentangnya, Haji Isam adalah sosok yang problematik terkait sengketa lahan dengan warga, utamanya karena grup usaha tambang dan kelapa sawitnya.

Kedekatan Haji Isam dengan Istana sudah terbangun sejak lama. Di Pilpres 2019, Haji Isam sempat diberitakan masuk tim sukses Jokowi – Maruf Amin (Baca: Sosok Haji Isam, Dulu Wakil Bendahara Kampanye Jokowi pada Pilpres 2019, https://makassar.tribunnews.com/2024/02/28/sosok-haji-isam-dulu-wakil-bendahara-kampanye-jokowi-di-pilpres-2019).

Tidak mengherankan setelah dilantik pada 20 Oktober 2019, tepat setahun kemudian, di tanggal 22 Oktober 2020, Presiden meresmikan pabrik gula Haji Isam di Bombana, Sulawesi Tenggara, yang diberitakan Majalah Tempo, karena diduga terkait dengan Menteri Pertanian kala itu, dan saat ini, sepupu Haji Isam, Andi Amran Sulaiman.

Tepat setahun setelahnya, pada 21 Oktober 2021, Presiden Jokowi kembali meresmikan pabrik biodiesel milik usaha Haji Isam, meskipun pada kisaran waktu yang sama KPK sedang melakukan proses hukum dugaan korupsi perpajakan di salah satu perusahaan sang haji.

Dengan Presiden Prabowo, sebelum KPU mengumumkan hasil Pilpres, pada 18 Maret 2024, Prabowo sudah berkunjung ke Tanah Bumbu, dan disambut Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Haji Isam di bandara Bersujud, Batu Licin, Tanah Bumbu.

Sudah pula banyak diberitakan kontribusi Haji Isam untuk pilpres Prabowo. Misalnya, pesawat yang terhubung dengan Haji Isam, diberitakan digunakan untuk kampanye Prabowo. Meskipun, perlu pula dicatat, soal pesawat jet ini digunakan juga oleh para capres lainnya.

Anies Baswedan menyewa Bombardier Global Express dari Limitless Aviation, yang sebelumnya milik Datuk Vinod Shekar. Ganjar Pranowo berkampanye dengan jet pribadi Hawker 800XP dari PT Whitesky Aviation, terkait dengan tim kampanyenya.

Mahfud MD menggunakan Embraer 145, dikelola PT Indonesia Air Transport, milik Harry Tanoe (Menelusuri Jejak Jet Pribadi Para Capres-Cawapres, https://narasi.tv/video/buka-mata/menelusuri-jejak-jet-pribadi-para-capres-cawapres). (Bersambung)