Ketua KPU Dipecat, Kotak Pandora Pemilu 2024 Bakal Terbuka?
MK sendiri sebenarnya memiliki kemampuan untuk menjatuhkan putusan yang bersifat ultra-petita. Ini dimaksudkan untuk membereskan semua permasalahan Pemilu Indonesia sejak sekarang. Dan, tidak terus berlindung di balik sifat Putusan MK yang final dan binding.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
PEMECATAN Ketua KPU Hasyim Asy'ari oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (3/7/2024) itu seharusnya dapat menjadi jalan untuk membuka kotak pandora Pemilu 2024, terutama Pilpres, yang dianggap banyak pengamat sebagai pemilu paling brutal sepanjang sejarah Indonesia.
Pihak-pihak yang berkepentingan dapat mempertanyakan kembali Keputusan KPU tentang Pemilu 2024.
Memang pemecatan Ketua KPU tidak berkaitan langsung dengan Pemilu 2024, termasuk hasilnya. Namun, skandal Ketua KPU ini bisa menjadi pertanda bahwa adanya cacat moral dan etika di dalam tubuh KPU RI.
Skandal tersebut bisa saja menjadi celah untuk menyandera Ketua KPU Hasyim Asy’ari ketika dia membuat keputusan oleh pihak-pihak yang mengetahuinya terlebih dahulu atas dugaan skandal yang dilakukan oleh Ketua KPU selama ini.
Hal lain yang memungkinkan adalah bisa jadi kelemahan Ketua KPU yang tidak dapat menahan birahinya dijadikan sarana untuk menjerat dan memanfaatkan yang bersangkutan.
Namun, terlepas dari itu semua, pemecatan Ketua KPU ini harusnya dapat menjadi sarana untuk mempertanyakan kembali seluruh Keputusan KPU tentang Pemilu 2024 ke meja MK (Mahkamah Konstitusi).
Di sinilah tugas para ahli hukum tata negara dan konstitusi serta pihak-pihak yang berkepentingan untuk mencari celah 'menggugat' Keputusan-keputusan KPU tersebut.
Pada sisi lain, khusus untuk Pilpres 2024, ada dissenting opinion 3 Hakim MK juga bisa digunakan untuk melengkapi gugatan atas Keputusan KPU, sekali lagi, tentang Pilpres. Dan, Hakim-hakim MK dengan kerendahan hati harus bisa membuka lagi persidangan kontroversi Pemilu 2024, agar dapat dijadikan sebuah atau beberapa buah yurisprudensi.
MK sendiri sebenarnya memiliki kemampuan untuk menjatuhkan putusan yang bersifat ultra-petita. Ini dimaksudkan untuk membereskan semua permasalahan Pemilu Indonesia sejak sekarang. Dan, tidak terus berlindung di balik sifat Putusan MK yang final dan binding.
Hasyim Asy'ari diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait kasus tindakan asusila pada Rabu, 3 Juli 2024.
Berdasarkan catatan Tempo, kasus Hasyim ini berawal dari laporan seorang perempuan berinisial CAT (Cindra Aditi Tejakinkin) yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Den Haag ke DKPP pada Kamis, 18 April 2024.
Hasyim dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum atau pemilu karena dituduh telah melakukan perbuatan asusila pada CAT.
Ketika itu, pelaporan CAT diwakilkan oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH APIK.
Perwakilan LKBH FHUI Aristo Pangaribuan menyebut bahwa tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan Hasyim, yaitu mendekati, merayu, sampai melakukan perbuatan asusila.
"Perbuatan tersebut dilakukan kepada klien kami anggota PPLN yang memiliki hubungan pekerjaan dengan Ketua KPU. Padahal, Ketua KPU (Hasyim) telah terikat dalam pernikahan yang sah," kata Aristo di Gedung DKPP pada Kamis, 18 April 2024, seperti dikutip dari Tempo.
Aristo menyebut, perbuatan asusila itu diduga dilakukan sepanjang September 2023 hingga Maret 2024. Dia menyebut, keduanya bertemu beberapa kali saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa maupun saat korban melakukan kunjungan ke Indonesia.
Pada sidang lanjutan DKPP pada Rabu, 22 Mei 2024, Hasyim membantah tuduhan asusila yang dilayangkan oleh CAT terhadap dirinya.
"Apa yang dituduhkan atau apa yang dijadikan dalil aduan kepada saya, saya bantah semua. Saya bantah karena apa? Memang tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya,” ucap Hasyim, saat ditemui usai persidangan, Rabu, 22 Mei 2024, seperti dikutip dari Tempo.
Namun, dalam sidang itu Hasyim enggan membeberkan lebih lanjut terkait pokok-pokok dalam persidangan. Hasyim lalu menyoroti pemberitaan investigatif dari beberapa media terkait kasus ini yang dia yakini berasal dari pihak pengadu. Ia menyatakan keberatannya karena perkara ini sedang disidangkan secara tertutup.
“Saya nyatakan pokok-pokok perkara yang pernah disampaikan melalui media itu semuanya saya bantah di dalam persidangan," ujar Hasyim.
Namun, bantahan Hasyim itu berbeda dengan keputusan DKPP. Pada sidang DKPP pada Rabu, 3 Juli 2024, DKPP telah menyatakan bahwa Hasyim terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap pengadu CAT. Dalam putusan itu, Ketua Majelis DKPP Heddy Lugito memberi sanksi pemberhentian tetap Hasyim.
"Mengabulkan pengaduan pengadu untuk seluruhnya," kata Heddy. Dan, "Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan.”
Dalam sidang itu, Heddy didampingi empat anggota DKPP lainnya, yaitu Muhammad Tio Aliansyah, Ratna Dewi Pettalolo, J Kristiadi, dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi sebagai anggota majelis.
Dalam sidang itu turut hadir pengadu CAT bersama lima orang kuasa hukumnya dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-FHUI) yang dipimpin Aristo Pangaribuan. Sementara itu, Hasyim Asy'ari hadir secara virtual lewat sambungan aplikasi Zoom.
Atas putusan DKPP dalam perkara Nomor 90-PKE-DKPP/V/2024 itu tersebut, Hasyim berterima kasih kepada DKPP dan meminta maaf kepada awak media yang selama ini telah berinteraksi dengannya.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada DKPP yang telah membebaskan saya dari tugas-tugas berat sebagai anggota KPU yang menyelenggarakan pemilu," kata Hasyim di Gedung KPU pada Rabu, 3 Juli 2024. "Sekiranya ada kata-kata atau tindakan saya yang kurang berkenan saya mohon maaf."
Dalam putusan itu, DKPP juga meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden soal pemberhentian Ketua KPU. Pihak Istana telah merespons bahwa Jokowi akan mengeluarkan Keppres tersebut dalam 7 hari setelah putusan.
"Mengenai sanksi pemberhentian tetap untuk Ketua KPU Hasyim Asy'ari oleh DKPP (yang) akan ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Presiden," kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari terbukti menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya dalam kasus tindak asusila terhadap CAT, perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Dalam perkara Nomor 90-PKE-DKPP/V/2024 itu, DKPP juga menyebutkan, Hasyim menggunakan fasilitas negara berupa mobil Toyota Fortuner Walpri berpelat dinas Polri pada 9 Maret 2024 untuk keperluan pribadi, yakni mendekati CAT saat berada di Jakarta.
"Teradu (Hasyim) menggunakan kendaraan dinas milik teradu untuk kepentingan pribadi mengantar dan menjemput pengadu (CAT) di luar tugas kedinasan pada saat pengadu berada di Jakarta," kata anggota majelis DKPP Ratna Dewi Pettalolo saat sidang pembacaan putusan, Rabu, 3 Juli 2024.
Selain fasilitas negara berupa mobil, Ratna mengungkap bahwa Hasyim turut memberikan sejumlah fasilitas lain kepada CAT yang bersumber dari dana pribadinya.
Ratna menyebut, fasilitas itu di antaranya tiket pesawat Jakarta-Singapura senilai Rp 8.697.500,00; penginapan di Apartemen Oakwood Suites Kuningan dengan total Rp 48.716.900,00; tiket pesawat Jakarta-Belanda sebanyak tiga kali seharga Rp 100 juta; dan layar monitor Asus ZenScreen senilai Rp 5.419.000,00 pada 28 November 2023.
Ratna juga menyebut, seluruh fasilitas itu membuktikan hubungan khusus antara Hasyim dan CAT. "Mengingat fasilitas serupa tidak diberikan teradu kepada penyelenggara pemilu yang lain," tuturnya.
Sanksi DKPP ini bukan sanksi etik pertama yang dijatuhkan kepada Hasyim. Dia sebelumnya juga pernah disanksi untuk pelanggaran serupa.
Pertama, Hasyim bersama dengan komisioner KPU lainnya pernah dijatuhi sanksi peringatan keras imbas pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai salah satu peserta dalam Pilpres 2024.
Sanksi itu karena meloloskan Gibran sebagai cawapres meski belum ada perubahan dalam PKPU untuk menyesuaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Khusus Ketua KPU Hasyim Asy’ari, dia dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir terkait hal tersebut.
Kedua, Hasyim Asy’ari juga melanggar kode etik karena pergi dengan Ketum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein atau dikenal dengan "Wanita Emas" ke Jogjakarta.
DKPP menilai bahwa Hasyim terbukti melakukan pertemuan dengan Hasnaeni dan pergi bersama ke Jogja tanpa adanya kepentingan sebagai penyelenggara dan peserta Pemilu. Kala itu, Hasyim disanksi peringatan keras terakhir.
Ketiga, Hasyim Asy’ari juga pernah disanksi teguran keras karena tak meloloskan pencalonan Irman Gusman sebagai calon DPD pada Pemilu 2024 daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Barat. Ujungnya Irman Gusman menggugat ke MK dan dia menang.
Tiga kali terbukti melanggar etik, kali ini Hasyim benar-benar diberhentikan dari jabatannya untuk pelanggaran etik keempat. Kasusnya sangat memalukan: perbuatan asusila!
Soal pelanggaran etik Ketua KPU yang berulang ini, juga pernah disinggung oleh hakim konstitusi. Saat itu hakim MK menyentil DKPP yang dinilai tak tegas terhadap Hasyim. Salah satu Hakim MK, Arief Hidayat, saat itu meminta kepada DKPP kalau ketua KPU melanggar etik lagi: dibuang saja.
“Peringatan keras terakhir, ya besok kalau ada pelanggaran lagi ya harus dibuang, jangan terus keras terus, terakhir-terakhir terus, sampai enggak selesai-selesai itu,“ kata Arief dalam sidang gugatan Pilpres 2024, pada 5 April 2024. (*)