Level Anies Bukan Lagi Gubernur, Tapi Presiden

Alasannya cukup sederhana. Proses Pilpres 2024 penuh kecurangan yang disokong rezim Joko Widodo, seperti yang pernah dilakukan pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 ketika mencurangi Prabowo.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

DALAM beberapa kali wawancara di berbagai Podcast, Anies Baswedan mengatakan bahwa dirinya belum memutuskan untuk kembali ke Jakarta atau tidak, mengikuti kontestasi Pilgub Jakarta pada November 2024.

“Masih istiqarah dan minta nasehat Ibu,” katanya dalam podcast aktor Denny Sumargo bernama Curhat Bang Densu, Jum’at (17/5/2024). Padahal, belakangan ini santer ada aspirasi dari berbagai kalangan maupun partai yang mendorong dan mengusulkan Anies agar kembali ke Jakarta.

Termasuk, PKS dan Relawan Anies saat Pilpres 2024 lalu, dengan alasan peluang menang sangat besar. Karena, saat Pilpres lalu, suara paslon 01 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar ini tembus sekitar 40 persen. “Saya belum putusin kembali ke Jakarta atau tidak,” tegasnya.

Sebelumnya, Anies mengatakan, isu dirinya maju Pilgub Jakarta 2024 sebagai upaya menggeser pembicaraan ihwal pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang belum tuntas. Hal ini disampaikan Anies kepada wartawan dalam kunjungannya ke Sumatera Barat, 16 Maret 2024 lalu.

"Tidak, tidak (maju pilgub). Karena itu saya bilang, pembicaraan tentang pilkada itu upaya (untuk) menggeser tanpa sadar percakapan pilpres mau digeser jadi persoalan pilkada," kata Anies, dilansir Detik.com.

Padahal, kata Anies, berbagai tahapan Pilpres 2024 belum rampung secara resmi. Anies mengaku, belum ada pembicaraan mengenai Pilkada 2024. "Kita ini masih berada pada pembicaraan tentang pilpres, dan kita masih terus berusaha," ujar Anies.

Gubernur DKI Jakarta (2017-2022) itu menegaskan, bakal berfokus pada gelaran Pilpres 2024. Sikap, kata Anies akan disampaikan secara resmi usai hasil pilpres ditetapkan.

"Jadi, saya ingin sampaikan kepada semuanya bahwa saya akan terus konsentrasi dalam pilpres ini bahkan nanti kita akan lihat hasilnya, dari hasilnya kita akan tentukan langkah langkah kita," ungkap Anies.

Menurut Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Anies Baswedan berpeluang besar untuk menang jika maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

"Kalau Mas Anies maju, peluang menangnya besar. Tapi yang didukung Prabowo, Jokowi peluang menangnya juga ada," kata Mardani kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2024)

Tetapi, semua itu tergantung kepada Anies apakah ingin bertarung kembali pada Pilkada Jakarta yang digelar November 2024 mendatang. "Ya enggak tahu, tergantung Mas Anies-nya ini mau apa enggak, dengar-dengar mau, dengar-dengar enggak kan gitu," ujarnya.

"Buat kami itu belum dibahas karena belum tanggal 20. Pertanyaannya setelah tanggal 20 saja," pungkasnya.

Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera membuka peluang kembali mengusung Anies Baswedan sebagai calon gubernur pada pemilihan gubernur Jakarta 2024.

"Sangat memungkinkan (mengusung Anies)," kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jakarta Khoirudin di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Jumat (15/3). Meski begitu, PKS tetap menunggu hasil resmi Pilpres 2024 dari KPU RI.

Kesediaan Anies Baswedan juga harus dikedepankan. "Setelah itu baru akan kita sampaikan secara resmi tentang apakah Pak Anies akan maju lagi jadi gubernur Jakarta atau tidak. Yang jelas Pak Anies aset warga Jakarta buat umat," kata Khoirudin.

Pada 24 April 2024, KPU resmi menetapkan pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024.

Sesuai Pasal 4 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2024, penetapan pasangan presiden dan wakil presiden dilakukan paling lambat 3 hari setelah pembacaan putusan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

“KPU menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua, Bapak H Prabowo Subianto dan Bapak Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan capres dan cawapres terpilih periode tahun 2024-2029 dalam Pemilihan Umum 2024,” kata Ketua KPU Hasyim Asy’ari dalam rapat pleno yang digelar di Kantor KPU, Jakarta Pusat (24/4/2-24).

Setelah gugatan sengketa Pilpres yang diajukan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo – Mahfud MD ditolak MK, Prabowo – Gibran didapuk sebagai pemenang Pilpres 2024.

KPU menyatakan Prabowo – Gibran menang setelah memperoleh 96.214.691 suara atau 58,59% dari total suara sah nasional dan memenuhi sedikitnya 20 persen perolehan suara di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Penetapan tersebut meliputi perolehan suara di 38 provinsi dan 128 wilayah di luar negeri.

Sementara itu, pasangan capres – cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar mendapatkan 40.971.906 suara, setara 24,95% dari seluruh suara sah nasional.

Pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo – Mahfud MD mengantongi 27.040.878 suara atau 16,47% suara sah nasional. Hasil Pilpres 2024 ini dituangkan KPU RI dalam Keputusan Nomor 504 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Capres dan Cawapres Terpilih Dalam Pemilu 2024.

Dalam pidato pertamanya setelah resmi dinyatakan sebagai presiden terpilih, Prabowo mengatakan, setelah pilpres rakyat menuntut semua unsur pemimpin untuk bekerja sama dan berkolaborasi. Hal itu demi kebaikan bersama untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan Indonesia.

“Apakah bersatu itu di dalam pemerintahan, di luar pemerintahan, sama-sama kita berjuang untuk rakyat kita,” kata Prabowo didampingi wakilnya, Gibran Rakabuming Raka.

Tersandera Kebrutalan?

Sebelumnya, Influencer Dakwah Doni Riwayanto dalam Forum Mesem Geden Seri (Kajian Surat Cinta dari Sang Maha Pencipta bagian Pertama), Sabtu (19/02/2022) di kanal YouTube Doniriw mengatakan, manusia secara naluriah punya kesadaran untuk mengagungkan Sang Pencipta.

"Semeru meletus, manusia berteriak Allahu Akbar itu menunjukkan manusia itu secara naluriah punya kesadaran untuk mengagungkan Sang Pencipta,” ujarnya.

Menurut Doni Riw, seperti dilansir Topswara.com (Maret 04, 2022), Anies Baswedan tersandera Kebrutalan Rezim Joko Widodo sehingga Berdampak pada Perubahan atau Revolusi.

Anies Baswedan Tersandera Kebrutalan Rezim Hingga Berdampak Pada Perubahan/Revolusi. Hanya bedanya dengan para elit parpol yang dipaksa harus mendukung Jokowi karena tersandera kasus korupsi. Hal ini yang menjadi senjata ampuh bagi Jokowi untuk bebas melakukan Cawe-cawenya demi kepentingan politik dinastinya yang melanggar hukum, etika dan konstitusi.

Sebenarnya kalau Anies berani total, tidak tersandra Kebrutalan Jokowi, Rakyat bisa melanjutkan Perubahan bersama Anies hingga revolusi dan memang ini yang mereka takutkan bahwa "Rakyat Mengambil Kedaulatannya Yang Telah Dirampas Jokowi".

Bila kita berani revolusi, maka yang pasti para investor tidak akan berani berinvestasi, terjadi capital flight, ekonomi collapse, dan Jokowi dapat diberhentikan atau mengundurkan diri seperti Reformasi tahun 1998, karena para oligarki melarikan capitalnya ke luar negeri dan tidak ada lagi yang bisa diharapkan membantu.

Memang yang namanya revolusi tersebut, pasti makan korban, tapi itu lebih baik daripada dipaksa menerima kecurangan yang berujung pada penderitaan, kesengsaraan Rakyat sendiri akibat krisis ekonomi, jebakan hutang, pajak dan inflasi yang sangat membebani rakyat.

Sekarang kita lihat, makin merajalela Jokowi dan sombong hingga terucap olehnya "Siapa Yang Bisa Kalahkan Saya Hebat", seperti Fir’aun yang sombong yang merasa tidak ada yang dapat mengalahkannya.

Namun, Anies tidak mau mengambil resiko yang bakal terjadi bila jalan revolusi harus ditempuh. Makanya, meski telah “dikalahkan” Mahkamah Konstitusi (MK), Anies tak mau mengarahkan agar pendukungnya geruduk MK maupun KPU seperti yang terjadi pasca Pilpres 2019.

Anies Tidak Melawan Untuk Cegah Jatuh Korban Seperti 2019. Anies tahu persis bagaimana situasi dan kondisinya pasca MK menetapkan Joko Widodo – Ma’ruf Amin sebagai Capres – Cawapres Terpilih setelah gugatan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno dinyatakan “tidak terbukti” oleh MK.

Prabowo menggugat keputusan KPU yang sebelumnya merasa “dicurangi” dalam Pilpres 2019 oleh Jokowi sehingga akhirnya menggugatnya melalui MK. Tetapi, meski sejumlah bukti kecurangan dan C1 dibawa ke MK, tetap saja MK menyatakan kecurangan itu “tidak terbukti”.

“Mas Anies, Mas Muhaimin, saya pernah ada di posisi Anda,” ucap Prabowo ketika ditetapkan KPU setelah MK menolak gugatan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar. Artinya, ini sama saja dengan Prabowo sebenarnya tahu bahwa Anies telah dicurangi seperti Prabowo pada Pilpres 2019.

Namun, Anies tidak melakukan perlawanan lebih lanjut, meski “dikalahkan” MK, seperti yang terjadi pada Pilpres 2019. Saat itu, ada tekanan politik agar rakyat dan Relawan Prabowo melakukan suatu perlawanan dengan unjuk rasa atas putusan MK yang “mengalahkan” Prabowo. Sehingga, akhirnya menimbulkan korban akibat bentrok dengan aparat.

Anies memutuskan untuk tidak melakukan “protes” seperti yang terjadi pasca Pilpres 2019 karena ia tak mau ada jatuh korban dari rakyat dan relawan pendukungnya. Itulah yang diungkap Anies ketika diwawancarai dalam sebuah podcast yang beredar.

Anies Baswedan mengungkap, tentu jika kemudian ada tekanan politik berbondong-bondong lalu kita ke sana (MK). Mari kita berbondong-bondong ke sana. “Tapi saya punya pengalaman di 2019. Ketika saya mimpin di Jakarta, mengelola kota yang banyak orang-orang kena luka tembak. Saya datang ke rumah sakit di 2019,” ujarnya.

“Saya datang ke kamar-kamar operasi. Karena saya sebagai gubernur ke rumah-rumah sakit yang saya kelola. Semasa itulah, tapi dalam krisis ini hasil yang rakyat terlibat, pasca Pilpres 2019. Apa yang terjadi, saya lihat tubuh-tubuh yang kena luka tembak yang sudah meninggal,” ungkapnya.

Dan pada saat itu tidak ada pejabat manapun yang muncul di lapangan. “Saya memilih hadir, saya datang ke tiap rumah sakit. Saya datang ke rumah yang kehilangan anggota keluarganya. Dan kita urus semua orang yang menjadi korban atas biaya DKI Jakarta,” tegas Anies.

Anies membuat peraturan gubernur bahwa kalau ada korban karena demonstrasi, karena konflik terkait dengan politik, maka Dinas Kesehatan diberikan mandat agar mengeluarkan biaya untuk membiayainya, walaupun dia KTP-nya bukan Jakarta.

“Lima tahun kemudian, Allah takdirkan saya menjadi calon, dan ketika terjadi peristiwa ini langsung saya bilang, ini kalau saya melakukan itu semua yang jadi korban itu rakyat kecil. Yang petinggi-petingginya nggak akan merasakan,” ungkap Anies.

“Saya sendiri nggak akan merasakan tuh pelurunya. Nggak akan merasakan konflik-konfliknya. Yang merasakan itu pasukan, teman-teman kita yang di bawah,” lanjutnya.

Yang penuh dengan semangat karena itu jaga tetap bersemangat, tetap menekan MK untuk berlaku adil, menekan MK untuk berani tapi ada batasnya. Jangan agitasi yang membuat ini menjadi konflik-konflik terbuka.

“Jadi, saya bersyukur ini semua selesai, nol (0). Tidak ada penguburan karena konflik putusan hasil MK. Tidak ada penguburan karena hasil KPU. Bagi saya, setiap nyawa itu bernyawa. Setiap nyawa itu harus dilindungi. Dan, jangan sampai jadikan korban,” tegas Anies.

Tampaknya, Anies sedang menunggu Takdir dan Janji Allah yang pasti tidak akan diingkari. Terkait dengan namanya yang disebut-sebut masuk dalam bursa Cagub Jakarta yang didukung berbagai pihak, hingga hari ini, tidak ada ucapan Anies yang menyatakan akan maju Pilgub Jakarta 2024.

Benar kata Anies. Tahapan Pilpres 2024 itu belumlah selesai. Masih ada waktu 4 – 5 bulan hingga dilantiknya Presiden dan Wapres Terpilih pada 20 Oktober 2024. Selama menunggu waktu itu, kita tidak tahu apa yang bakal terjadi. Semua masih serba ghoib, belum nyata.

Apakah Presiden dan Wapres Terpilih, Prabowo – Gibran versi KPU yang diputuskan MK itu bakal dilantik di Senayan, kita semua masih belum tahu. Atau malah gagal, karena “Suara Langit” pasti tidak rela dan bakal menetapkan Anies – Muhaimin yang dilantik jadi Presiden dan Wapres.

Alasannya cukup sederhana. Proses Pilpres 2024 penuh kecurangan yang disokong rezim Joko Widodo, seperti yang pernah dilakukan pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 ketika mencurangi Prabowo.

“Mas Anies, Mas Muhaimin, saya pernah ada di posisi Anda,” ucap Prabowo ketika ditetapkan KPU setelah MK menolak gugatan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar. (*)