Makna Ucapan Prabowo, “Saya Pernah Berada di Posisi Anda”
Prabowo pasrah dan kemudian memilih bergabung dalam pemerintahan Jokowi – Ma’ruf menjadi Menteri Pertahanan dengan meninggalkan para pendukungnya. Padahal, sebelumnya Prabowo berjanji akan “timbul-tenggelam” bersama rakyat. Ternyata, rakyat yang tenggelam sendirian.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
BANYAK yang memuji kehadiran Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar saat penetapan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka oleh KPU, Rabu (24/4/2024) sebagai Presiden dan Wapres Terpilih yang telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) Senin (22/4/2024) suatu langkah positif.
Apalagi, seusai pidato, Prabowo langsung menghampiri Anies dan Cak Imin. Prabowo dan Anies bersalaman dan berangkulan tanpa canggung. Bahkan, Prabowo sempat menggoyangkan tubuh Anies yang menunjukkan kekraban keduanya yang jauh dari kepura-puraan.
Sehingga pada akhirnya memunculkan spekulasi bahwa Anies bakal bergabung dengan Prabowo dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang menjadi rivalnya selama kontestasi Pilpres 2024, yakni Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) bersama Partai NasDem dan PKS.
Momen dramatis tersebut berlangsung di Gedung KPU Jakarta, Rabu (24/4/2024). Bukan semata pengumuman penetapan Prabowo – Gibran sebagai Presiden dan Wapres Terpilih dari hasil Pipres 2024.
Ada yang beranggapan, kehadiran Anies dan Cak Imin menunjukkan sikap kesatria, legowo! Suatu apresiasi atas berakhirnya kontestasi gelaran Pilpres 2024. Makna berdemokrasi yang hakiki. Anies sebagai pribadi yang mampu keluar dari konflik batin yang sungguh lumrah terjadi.
Bahkan diawali kehadirannya di sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengakhiri sengketa PHPU Pilpres 2024. Prabowo dan Anies melepas tawa. Keduanya juga berkelakar sambil bersalaman. Hal menarik dan membuat trenyuh, terharu beraduk sedih.
Prabowo mengungkap perasaan yang juga pernah dialaminya. “Mas Anies, Mas Muhaimin, saya pernah berada di posisi Anda,” tutur Prabowo sambil menatap ke arah Anies dan Cak Imin. Bahkan, lanjutnya, “Saya tahu senyuman Anda berat sekali itu,” ucap Prabowo disambut tawa dan tepuk tangan simpatik hadirin.
Setiap kontestasi pasti ada dinamikanya. Prabowo pun berkata, dalam pertarungan itu – kritik dan pernyataan yang tajam adalah hal biasa. Itu pula yang dituntut rakyat. “Kalau adem-adem aja, kalau kontestan itu tidak tajam, dan tidak keras – namanya bukan pilihan untuk rakyat.
Rakyat minta pilihan, rakyat minta perbandingan. “Terima kasih Mas Anies dan Muhaimin, juga saya terima kasih sama Mas Ganjar (Ganjar Pranowo) dan Profesor Mahfud (Mahfud MD),” imbuhnya.
“Mas Anies, Mas Muhaimin, saya pernah berada di posisi Anda,” tutur Prabowo sambil menatap ke arah Anies dan Cak Imin. Kalimat Prabowo ini sangat menarik disimak dan dimaknai lebih dalam lagi. Apa makna dari kalimat dan pengakuan Prabowo tersebut.
Jika disimak secara jernih, sebenarnya Prabowo ini ingin mengatakan bahwa dirinya itu pernah pula “dicurangi” dalam kontestasi Pilpres 2014 dan 2019 oleh Joko Widodo yang pada akhirnya oleh KPU dan MK dinyatakan sebagai pemenangnya.
Pengakuan Prabowo ini pernah disampaikan langsung pada Pakar Politik dan Pemerintahan Ryaas Rasyid, seperti diungkap dalam dalam podcast dengan mantan Ketua KPK Abraham Samad yang videonya diunggah di akun YouTube Abraham Samad Speak Up, Ahad (25/2/2024).
Ryaas mengaku pernah bicara dengan Prabowo soal hasil Pilpres 2019 dan Prabowo mengakui merasa dicurangi Jokowi, yang sudah mengendalikan seluruhnya, termasuk KPU. "Saya buka sekarang karena kita perlu angkat kebenaran ini,” ungkapnya.
“Saya pernah bicara dengan Pak Prabowo, saya bilang Bapak sadar enggak kalau tahun 2019 itu bapak menang Pemilu, tapi dicurangi? Dia bilang, iya saya tahu. Jadi, Prabowo itu bukan tidak tahu kalau itu dicurangi, dia paham. Pertanyaan moralnya sekarang, apakah Beliau mau menang dengan cara yang sama dengan yang dilakukan oleh lawannya dulu? Tidak elok lah, tidak elegan," tegas Ryaas.
Video itu diberi judul, "Ryaas Rasyid: Aktor Kecurangan Pilpres Harus Ditangkap! Hak Angket Jalan Pemakzulan".
Ryass menyebutm kecurangan Pemilu 2024 terjadi secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) di setiap tahapan Pemilu, secara transparan telah diketahui publik, sehingga legitimasi atas hasil Pemilu 2024 pantas digugat dan ditolak.
Ia menegaskan, konsekuensi dari Pemilu yang curang dan kecurangannya diketahui secara terbuka oleh masyarakat adalah menghasilkan pemimpin yang tidak mempunyai basis moral secara etika, politik maupun legitimasi. "Kalau saya jadi Prabowo, saya akan umumkan di hadapan publik bahwa saya tidak mau jadi presiden dari hasil Pemilu yang curang," katanya.
Ryaas meyakini, jika Prabowo memiliki karakter pemimpin yang berjiwa negarawan, tidak akan mungkin mau menjadi presiden dari Pilpres yang dinyatakan curang dan diketahui oleh rakyat yang akan dipimpinnya.
"Kita sudah lihat di mana-mana, kecurangan Pemilu terbuka dan publik tahu itu. Jadi, kalau Prabowo punya moral, harus jujur kepada dirinya sendiri dan jujur kepada rakyat. Beliau harus mengatakan kepada rakyat bahwa saya tidak mau jadi produk dari pemilihan yang curang," imbuh Ryaas.
Ryass menyebut, hal itu harus disampaikan oleh Prabowo mengingat partai yang dipimpinnya, yakni Gerindra, juga beberapa partai pengusung Paslon 02, juga menyebut ada kecurangan pada Pemilu 2024.
Ketika Paslon 01 dan Paslon 03 meminta agar kecurangan Pemilu 2024 diusut, langkah yang sama seharusnya dilakukan juga oleh Paslon 02, karena sama-sama mengikuti kontestasi Pilpres 2024.
"Makanya, seharusnya ada keluar pernyataan dari Prabowo untuk menolak kecurangan dan minta supaya kecurangan itu diusut. Tegaskan bahwa kami mau menang secara bersih. Jangan sampai ada kesan, maaf ya, seolah-olah Prabowo menikmati kecurangan ini dan siap jadi presiden dari Pemilu 2024 yang curang dan diketahui luas oleh rakyat," ungkap Ryaas.
Meski demikian, Ryaas mengakui bahwa sebenarnya dalam berbagai penyelenggaraan Pemilu itu selalu ada kecurangan, tetapi tidak pernah ada yang berlangsung secara terstruktur, sistematis, dan masif bahkan terang-terangan dan seolah-olah dibiarkan oleh penyelenggara dan pengawas Pemilu seperti pada Pemilu 2024.
Menurut Ryaas, Prabowo sebenarnya adalah korban dari konspirasi kecurangan Pemilu 2024 yang didalangi Presiden Joko Widodo dan dieksekusi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada 2019, lanjutnya, Jokowi juga telah melakukan kecurangan Pemilu yang membuat Prabowo tak terpilih menjadi presiden, meskipun hasilnya dilakukan dengan permainan yang halus, tidak terang-terangan seperti pada Pemilu 2024.
"Kasihan Beliau (Prabowo). Hanya untuk meloloskan putra mahkota, yakni Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi wakil presiden, Jokowi menjadikan Prabowo sebagai korban dari konspirasi kecurangan pemilu yang disebut TSM," tutur Ryaas.
Benar kata Ryass Rasyid. Prabowo telah dicurangi Jokowi saat Pilpres 2014 dan 2019. Yang paling kentara dan agak sedikit vulgar adalah nyaris sama seperti halnya Pilpres 2024. Suara Prabowo dari semula unggul, saat listrik padam beberapa menit, tiba-tiba suaranya berbalik, Jokowi unggul.
Ini tampak saat para pimpinan parpol pendukung Paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin yang duduk di dalam satu meja bulat wajahnya tegang. Mereka semua tegang begitu melihat layar besar angka perolehan suara Paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno lebih unggul di beberapa provinsi jauh di atas Paslon 01.
Perolehan suara di Jawa Barat Jokowi - Amin 01 (41,35%), Prabowo - Sandi 02 (58,65); Banten 01 (33,76%), 02 (66,24%); Jambi 01 (40,5%), 02 (59,5%); Kepulauan Riau 01 (42,53%), 02 (57,47); Sumatera Barat 01 (18,31%), 02 (81,69%); Sumatera Selatan 01 (35,33%), 02 (64,67%).
Saat itu Jokowi tampak berbicara dengan Erick Thohir dan Pramono Anung. Didampingi Jusuf Kalla dan Ma’ruf Amin. Tampak pula Megawati Soekarnoputri (di kiri Jusuf Kalla) dan Surya Paloh (di kiri Megawati), Luhut Binsar Panjaitan (di kanan Ma’ruf Amin). Ada pula Pratikno dan Puan Maharani yang berdiri di samping ibunya, Megawati.
Rekaman video singkat berdurasi 01:49 menit itu terjadi sebelum listrik padam beberapa menit, yang setelah menyala kembali, perolehan suara Paslon 01 Jokowi – Ma’ruf berubah dan unggul menjadi menang. Jokowi – Ma'ruf 55,50%, sedangkan Prabowo – Sandi 44,50%.
Meski Prabowo – Sandi menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK), toh akhirnya Paslon 02 ini tetap “dikalahkan” juga. Dan, Ketua KPU (saat itu) Arief Budiman kemudian langsung menetapkan Paslon 01 Jokowi – Ma’ruf sebagai “pemenang” Pilpres 2019.
Prabowo pasrah dan kemudian memilih bergabung dalam pemerintahan Jokowi – Ma’ruf menjadi Menteri Pertahanan dengan meninggalkan para pendukungnya. Padahal, sebelumnya Prabowo berjanji akan “timbul-tenggelam” bersama rakyat. Ternyata, rakyat yang tenggelam sendirian.
Desakan Ryaas Rasyid agar Prabowo membuat pernyataan untuk menolak kecurangan dan minta supaya kecurangan itu diusut, tentunya wajar.
“Tegaskan bahwa kami mau menang secara bersih. Jangan sampai ada kesan, maaf ya, seolah-olah Prabowo menikmati kecurangan ini dan siap jadi presiden dari Pemilu 2024 yang curang dan diketahui luas oleh rakyat," ungkap Ryaas. (*)