Makzulkan Jokowi atau Diskualifikasi Gibran

“Jokowi Sumber Masalah”, demikian yang bisa disimpulkan. Karena itu, untuk mengatasi sumber masalah yang melanda bangsa ini adalah dengan makzulkan Jokowi, baik secara konstitusional maupun gerakan rakyat, jika dia tidak mau mundur dari jabatannya sebagai Presiden.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

PADA Selasa, 19 Mei 1998, puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berhasil masuk, menduduki gedung DPR/MPR RI. Pada hari yang sama, sejumlah tokoh ulama besar, budayawan, dan cendikiawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara. Pertemuan itu membahas tentang Reformasi dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto.

Sebelumnya, pada 11 Maret 1998 Soeharto diambil sumpah untuk kembali menjabat sebagai presiden periode 1998-2003. Peristiwa ini menutup spekulasi dari pesan-pesan tersirat Soeharto seperti usia lanjut, kultus individu, maupun lengser keprabon madeg pandhito, sebuah ungkapan turun tahta dari kekuasaan dalam istilah Jawa.

Masa bakti Presiden Soeharto untuk ketujuh kalinya ini hanya berlangsung singkat kurang dari 80 hari setelah mendapat tekanan besar dari berbagai pihak. Hari-hari menjelang mundurnya Presiden Soeharto dimulai sejak kunjungan selama sepekan ke Mesir untuk menghadiri KTT G-15 pada 9 Mei 1998.

Selama pergi, berbagai peristiwa besar terjadi dimulai dari penembakan 4 mahasiswa Universitas Trisakti disusul oleh kerusuhan sosial yang melanda Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Pada 13 Mei 1998, di hadapan masyarakat Indonesia di Kairo, Presiden menyatakan “jika rakyat sudah tidak menghendaki, ya silakan.” Dia tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan senjata.

Kondisi tanah air yang genting membuat Soeharto mempercepat kepulanganya pada 15 Mei 1998. Melalui Menteri Penerangan Alwi Dahlan, Presiden Soeharto menyatakan tidak pernah menyatakan siap mundur. Tetapi jika masyarakat tidak percaya lagi, Presiden Soeharto akan lengser keprabon.

Setelah mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR Soeharto sempat berdialog dengan tokoh-tokoh nasional seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Emha Ainun Nadjib, KH Alie Yafie, Malik Fajar, Soemarsono, KH Cholil Baidowi, Ahmad Bagja, dan KH Ma’ruf Amien.

Dalam pertemuan 19 Mei 1998 itu ia menyatakan akan tetap menjabat sebagai presiden sampai pemilu dipercepat dan berjanji tidak akan bersedia dipilih kembali. Soeharto juga akan melakukan reshuffle kabinetnya.

Sri Sultan Hamengku Buwono X, di depan hampir sejuta warga Yogyakarta dan sekitarnya pada 20 Mei 1998, membacakan maklumat yang isinya mengajak masyarakat Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia mendukung Gerakan Reformasi. Pembacaan maklumat Sri Sultan HB X itu dilakukan di depan Pagelaran Keraton, Yogyakarta. Hadir pula Paku Alam VIII.

Suasana semakin panas ketika mahasiswa dan rakyat turun ke jalan di berbagai kota pada 20 Mei 1998. Sekitar 500.000 massa memadati alun-alun utara Kraton Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan siap berdiri di barisan depan Bersama rakyat untuk memperjuangkan reformasi. Sementara itu 50.000 mahasiswa masih menduduki Gedung MPR/DPR di Jakarta.

Presiden Soeharto semakin terdesak setelah 14 menteri bidang Ekuin yang dipimpin oleh Ginandjar Kartasasmita selaku Menko Ekuin/Kepala Bappenas mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas dan menyatakan pengunduran diri dari kabinet dalam bentuk surat. Pada 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, Soeharto menyatakan mundur.

Pernyataan itu sekaligus menutup era Orde Baru dan membuka tirai era reformasi melalui masa pemerintahan transisi, yang dipimpin BI Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden. Begitu yang tertulis dalam Sejarah Reformasi.

Jika menyimak waktunya, puncak perjuangan reformasi terjadi pada 10 Mei hingga 21 Mei 1998, selama 11 hari. Beberapa hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru adalah adanya ketidakadilan di bidang politik, ekonomi, dan hukum.

Kini, setelah 25 tahun reformasi, kondisi negara bukannya bertambah baik, justru sebaliknya. “Sek Enak Jamanku, To?” Begitu sering kita jumpai di bak penutup belakang truk-truk angkutan barang yang menyikapi kondisi ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang semakin semrawut ini.

Semasa Pak Harto menjabat Presiden, harga beras masih murah. Tidak tampak adanya masyarakat yang antri untuk memburu beras murah. Listrik dan BBM masih murah, nyaris tak ada pengurangan subsidi listrik dan BBM. Harga pupuk untuk petani pun masih murah. Tukang batu masih bisa punya rumah sendiri, dan sebagainya.

Namun, apa yang terlihat sekarang ini, semasa Presiden Joko Widodo, sangat kontras dengan yang terjadi semasa Pak Harto. Pada akhir masa jabatan periode keduanya, tampak sekali banyak rakyat yang harus antri memburu beras murah, karena konon, berasnya sudah tersedot untuk Bansos saat Pilpres Pilpres, Rabu (14/2/2024), lalu.

Yang paling parah dan menonjol adalah adanya ketidakjujuran dalam Pilpres 2024 lalu sehingga ini akhirnya membuat berbagai elemen masyarakat kembali turun ke jalan hingga beraksi kembali ke DPR RI. Yang dipersoalkan terutama cawe-cawe Presiden Jokowi dan adanya pencurangan dalam Pilpres 2024.

Sejak Gibran Rakabuming Raka diloloskan Paman Anwar Usman melalui Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023, sehingga putera sulung Jokowi ini bisa menjadi Cawapres Prabowo Subianto sebagai paslon Pilpres 2024, dari sinilah pelanggaran konstitusi mulai terjadi.

Meski pada akhirnya Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK, tapi Ketua Majelis Kehormatan MK Jimly Assidiqqi hanya memutuskan bahwa Anwar Usman melanggar “Etik Berat”, tanpa diikuti perintah meninjau kembali Putusan 90 tersebut.

Pelanggaran konstitusi kembali dilakukan oleh Ketua KPU Hasyim As’ary yang langsung menerima pendaftaran Capres – Cawapres, Prabowo – Gibran, tanpa didahului dengan perubahan PKPU yang berlaku.

Akhirnya, menjelang pelaksanaan Pilpres 2024, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari karena melanggar kode etik perihal proses pendaftaran Capres – Cawapres paska MK memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres 2024.

“Menjatuhkan sanksi, peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu 1,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin, 5 Februari 2024.

Menurutnya, Hasyim terbukti telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara, masing-masing dengan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Selain Hasyim Asy’ari, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 anggota KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holid.

Mereka dinyatakan bersalah karena melanggar kode etik dan perilaku dalam perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy’ari enggan mengomentari putusan DKPP yang menjatuhkan vonis dirinya dan enam anggota lainnya karena melanggar kode etik tersebut.

“Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP. Ketika dipanggil sidang kita sudah hadir dan memberikan jawaban, memberikan keterangan,” kata Hasyim usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Senin (5/2/2024).

Sayangnya, DKPP hanya menyatakan “melanggar kode etik” dan “peringatan keras terakhir” pada Hasyim Asy’ari serta “sanksi peringatan keras” pada 6 anggota KPU lainnya. Tidak ada “perintah” untuk membatalkan pendaftaran paslon 02 Prabowo – Gibran yang melanggar aturan KPU sendiri.

Hasyim dan komisioner KPU didalilkan telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.

Sebelumnya, seperti dimuat dalam keterangan tertulis DKPP, para pengadu menganggap itu tidak sesuai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang mengatur batas usia minimum 40 tahun bagi bakal capres – cawapres.

Dalam putusan MK Nomor 90 tadi, syarat pencalonan oleh Paman Usman diubah menjadi “pernah atau sedang menjabat kepala daerah”. Sehingga, meski Gibran belum “cukup umur”, karena sedang menjabat Walikota Solo yang belum genap 3 tahun, bisa memenuhi syarat pencalonan itu.

Hasyim Asy’ari dan 6 komisioner KPU didalilkan telah menerima pendaftaran Gibran sebagai bakal cawapres pada 25 Oktober 2023. Sesuai putusan DKPP, para pengadu menganggap itu tak sesuai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tersebut.

Jika menyimak ulasan singkat di atas, maka sebenarnya sumber masalah terkait Pilpres 2024 yaitu ada pada Presiden Jokowi yang ngotot agar bisa menjadikan Gibran sebagai Presiden di kemudian hari, jika Prabowo di tengah jalan gagal meneruskan tugasnya sebagai Presiden RI.

“Jokowi Sumber Masalah”, demikian yang bisa disimpulkan. Karena itu, untuk mengatasi sumber masalah yang melanda bangsa ini adalah dengan makzulkan Jokowi, baik secara konstitusional maupun gerakan rakyat, jika dia tidak mau mundur dari jabatannya sebagai Presiden.

Apalagi, ternyata, seperti diungkap Cawapres 03 Mahfud MD, ada Tap MPR yang masih berlaku hingga saat ini, yaitu Tap MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Tap MPR Nomor VIII Tahun 2001 tentang KKN.

Dari kedua Tap MPR tersebut Jokowi memenuhi syarat untuk dimakzulkan jika tidak mau mengundurkan diri sebagai Presiden, seperti halnya yang dilakukan Pak Harto. Tidak harus melalui pembuktian di lembaga peradilan.

Atau kalau Jokowi ngotot bertahan, dia harus berani mengakui kejahatan pemilu yang dimainkan selama Pemilu dan Pilpres 2024 lalu. Dan yang terpenting, Jokowi juga harus mengambil langkah untuk mendiskualifikasi Gibran karena telah menikmati pencurangan Pilpres 2024 tersebut. (*)