Membongkar Kotak Pandora Bernama SIREKAP

Seharusnya KPU sudah tidak bisa mengelak lagi dari kewajiban untuk dilakukan Audit Forensik dan Audit Investigatif Independen yang benar dan bukan abal-abal untuk kepentingan Keterbukaan Informasi Masyarakat sebagaimana Amanah UU Nomor 14/2008.

Oleh: KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen, salahsatu Pembicara dalam Acara Siang (7/4/2024 pukul 13.30 WIB)

AHAD Siang, 7 April 204/24 pukul 13.30 WIB, APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia), yang terdiri atas IA-ITB (Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung), TPDI (Tim Pengawal Demokrasi Indonesia), Perekat Nusantara dan KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu) menggelar Diskusi Politik Ilmiah Populer berjudul "Membuka Kotak Pandora, SIREKAP Saksi Bisu Kejahatan Pilpres 2024".

Diskusi yang menampilkan banyak Narasumber, di antaranya Dr. Ir Leony Lidya, Ir Hairul Anas Suaidi, Dr Yudi Prayudi, MKom, Hasto Kristiyanto, Erick Samuel Paat, Petrus Selestinus, Kaka Suminta dan tentu saja Penulis sendiri.

Mengapa SIREKAP layak disebut "Kotak Pandora"? Sesuai definisi dari Wikipedia, Kotak Pandora adalah guci indah yang diberikan oleh para dewa kepada wanita manusia pertama Pandora pada pesta pernikahannya dengan Epimetheus. Tapi ada syarat bahwa Pandora dilarang untuk membuka kotak tersebut. Namun Pandora amat penasaran dengan isi guci itu dan ia pun melanggar syarat tersebut dan berani membukanya. Apa yg kemudian terjadi?

Ternyata kotak itu berisi segala macam Teror dan hal buruk bagi manusia, antara lain masa tua, rasa sakit, kegilaan, wabah penyakit, keserakahan, pencurian, dusta, kedengkian, kelaparan, dan berbagai malapetaka lainnya. Dengan terbukanya guci itu, segala kejahatan pun berhasil bebas dan menjangkiti umat manusia. Semua keburukan itu merupakan hukuman dari Zeus atas tindakan pencurian api Olimpus oleh Prometheus.

Jadi, kisah Kotak Pandora yang sangat mengerikan itu identik kalaupun tidak mau dikatakan "bisa sangat mirip" dengan SIREKAP (Sistem Informasi Rekapitulasi) Pemilu 2024 yang de facto telah menebar teror dan hal buruk bagi masyarakat Indonesia, karena SIREKAP ini – menurut Analisis banyak Pakar IT – telah menjadi Saksi Bisu Kejahatan Pilpres 2024.

Dan, bahkan membuat Citra Kampus ternama tempat di mana Proklamator Indonesia, Bung Karno, sempat menempuh studinya di Kampus Ganesha Bandung tersebut menjadi tercoreng dan dituding menjadi salahsatu "pintu masuk" tindakan jahat di baliknya karena melakukan pembiaran terhadap Pihak-pihak (baca: Oknum) untuk melakukan tindakannya.

Mulai dari Pelepasan "Stagging version" alias Versi Beta v2.25 di bulan Januari hingga bahkan saat setelah Pemilu dilaksanakan 14/2/2024 v2.52 pada 24/2/2024 alias 10 hari pasca pelaksanaannya, SIREKAP ini menunjukkan berbagai perubahan dalam versi release-nya ke masyarakat.

Dalam perubahan-perubahan itulah terjadi penambahan JSON-script dan pengurangan fungsi vital, misalnya "Auto cutting" untuk TPS yang seharusnya hanya maksimal berjumlah 300-an. Dari sisi ini saja tampak bahwa kecil kemungkinan semua versi ini telah mendapatkan "Audit" dari pihak-pihak yang (katanya) selama ini disebut oleh KPU, yakni BRIN dan BSSN, karena Auditor biasanya hanya dilakukan pada versi terakhir yang sudah benar-benar mapan sebelum dilaksanakan Pemilu, bukan sampai sesudah pelaksanaan masih berganti versinya lagi.

Dit engah-tengah kekarut-marutan versi SIREKAP yang beredar itulah menjadi dimungkinkan (di) salah (kan)-nya Sistem OCR dan OMR yang seharusnya sudah stabil dan dipercaya dewasa ini, terbukti sudah puluhan tahun juga Kampus-kampus Perguruan Tinggi dan Perusahaan-perusahaan atau Institusi memanfaatkan kecanggihan Pemindaian software tersebut untuk membaca Foto hasil Pemotretan C-Hasil menjadi Data yang kemudian dimasukkan dalam Database resmi SIREKAP.

Namun fakta sudah mencatat, sesuai dengan Pengakuan Ketua KPU sendiri pada Akhir Februari lalu, bahwa 154.541 Data TPS (alias lebih dari 18%) salah dari keseluruhan 820.226 TPS di seluruh Indonesia, Ambyar.

Inilah Peluang (Jahat) yang terjadi selain apa yang ditemukan oleh berbagai Pakar TI lainnya, seperti adanya Algoritma yang bisa "mengunci" perolehan suara secara statis 24-58-17 mulai dari Hari pertama hingga terakhir bahkan sampai saat SIREKAP tersebut dihentikan penayangannya oleh KPU tanpa alasan yang jelas, padahal menurut PKPU Nomor 05/2024, justru SIREKAP inilah yang secara hukum sah dan diakui legalitasnya dalam PKPU dibandingkan dengan istilah "Manual berjenjang" yang tidak pernah ada definisi maupun penulisan istilah resminya.

Oleh karena itu Keputusan KIP (Komisi Informasi Pusat) yang memerintahkan KPU untuk membuka data dan menganulir Kep KPU Nomor 349/2024 yang sebelumnya berusaha digunakan sebagai "upaya (akal bulus) melindungi diri" dari penyembunyian sumber data CSV Pemilu 2024 adalah hal yang layak diapresiasi dan harus segera dilaksanakan.

Seharusnya KPU sudah tidak bisa mengelak lagi dari kewajiban untuk dilakukan Audit Forensik dan Audit Investigatif Independen yang benar dan bukan abal-abal untuk kepentingan Keterbukaan Informasi Masyarakat sebagaimana Amanah UU Nomor 14/2008.

Tentu hal-hal di atas ini hanyalah sebagian kecil dari Acara yang akan Membongkar Kotak Pandora bernama SIREKAP yang siang ini dibedah bersama Para Pakar TI tersebut, apakah hasilnya akan RUNGKAT atau bahkan AMBYAR sebagaimana statemen Penulis beberapa waktu silam, Publik juga yang akan menentukan, karena selain diselenggarakan secara Terbuka dan dapat diikuti langsung di tempat acara, Siaran LIVE-nya dapat juga diikuti melalui Kanal YouTube @DirtyElection yang telah diinformasikan melalui Publikasi yang menyertai acara tersebut.

Kesimpulannya, Sekali lagi SIREKAP bukan Sekedar Alat Bantu Perhitungan dan Publikasi Hasil Pemilu 2024, namun ditengarai telah menjadi Saksi Bisu Kejahatan Pilpres 2024 sebagaimana Analisis Para Pakar TI yang beberapa diantaranya telah melakukan Kesaksian secara langsung di depan Para Hakim MK – seperti bu Leoly, mas Anas, Pak Yudi – atau menyampaikan kesaksian secara tertulis (Affidafit) sebagaimana yang Penulis juga sudah lakukan secara resmi.

Ditambah juga dengan berbagai Amicus Curiae dari Kalangan Akademisi, Seniman, Budayawan dan rencana juga Para Pakar TI, semoga akan semakin membuat keyakinan Para Hakim MK untuk berani memberikan Putusan yang benar dan demokratis di hadapan Rakyat dan menyelamatkan Indonesia dari Teror Buruk sebagaimana kisah Kotak Pandora tersebut untuk menapak Indonesia 2045 ... Semoga. (*)