Menapak Jejak Para Pendiri Bangsa, AMIN Menghadirkan Pemimpin Welas Asih
Keputusan ada di tangan kita semua sebagai rakyat Indonesia di tengah sikap hidup yang pragmatis ini, marilah kita sebagai rakyat lebih bisa menahan diri dari godaan calon pemimpin pragmatis yang menawarkan uang sekedar, tapi akan membuat kita susah lima tahun.
Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya
PADA penghujung Debat Kelima Capres, Anies Baswedan menggemakan frasa "pemimpin yang welas asih". Frasa ini mengundang refleksi: apa makna di baliknya, dan bagaimana sosok pemimpin yang idealnya diwujudkan?
Welas Asih bukan sekadar kata indah, melainkan kompas moral yang menuntun pemimpin. Ia melampaui batas empati, melangkah ke dalam tindakan nyata untuk meringankan beban dan membangun kebahagiaan bersama.
Bagi Anies, ciri-ciri Pemimpin Welas Asih itu adalah Mendengar dengan penuh perhatian: Pemimpin welas asih bagaikan spons yang menyerap keluh kesah rakyatnya. Telinganya terbuka lebar, selalu mendengarkan aspirasi dan keresahan tanpa prejudis.
Memahami kompleksitas masalah: Ia menyelami akar permasalahan, menelaah faktor-faktor yang berkontribusi, dan tidak terjebak pada solusi instan yang dangkal.
Memutuskan dengan kebijaksanaan: Keputusannya akan selalu dilandasi pertimbangan matang, mengutamakan kesejahteraan rakyat, dan tidak tunduk pada kepentingan pribadi atau golongan.
Bertindak dengan penuh integritas: Keteladanan menjadi kunci. Pemimpin welas asih menjunjung tinggi nilai-nilai moral, menepati janji, dan bertanggung jawab atas setiap tindakannya.
Menjalin hubungan yang tulus: Ia membangun hubungan yang harmonis dengan rakyatnya, didasari rasa saling menghormati dan menghargai.
Itulah yang dilakukan oleh Anies dan Muhaimin Iskandar selama setahun ini dalam rangka untuk mendengar aspirasi, keluhan dan harapan rakyat. Bagi Anies dan Muhaimin Iskandar inilah sebuah perjalanan spiritual memartabatkan manusia Indonesia untuk menghadirkan keadilan, perdamaian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Debat Kelima Capres, Ahad, 4 Februari 2023, diwarnai dengan kejutan-kejutan, di mana biasanya salah satu paslon ketika debat selalu memanfaatkan panggung untuk menampilkan gimic-gimic dan minim gagasan, pada malam itu tampil dengan kejujuran dan apa adanya, sehingga terlihat siapa pemimpin yang sejatinya dibutuhkan untuk Indonesia masa depan.
Membuka debat dengan salam dan mendoakan seluruh bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang selamat, bangsa yang hadir ketika dibutuhkan rakyatnya.
Anies mengulik sejarah berdirinya bangsa Indonesia bahwa bangsa ini dirancang oleh para pendiri bangsa, yang saat itu ada di BPUPKI untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh rakyat, tanpa harus membedakan satu sama lain, baik perbedaan suku, agama, ras, budaya, dan sosial. Semua sama di hadapan negara dan harus dilayani.
Negara tak boleh berbisnis dengan rakyatnya.
Dengan mengutip sebuah firman Allah yang berada di dalam Al Qur'an surat Ali Imran ayat 26 yang berbunyi: Katakanlah, “Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. [Ali ‘Imrân/3:26].
Anies lalu mengutip sebuah kalimat yang menjadi falsafah Jawa kuno Surodiro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti adalah Semua Keberanian, Kekuatan, Kejayaan, dan Kemewahan yang ada di dalam diri manusia yang menimbulkan kerusakan, ketakaburan, kelicikan dan angkara murka akan dikalahkan, dihancurkan oleh Kebijaksanaan, Kasih Sayang, dan Kebaikan.
Anies ingin menegaskan bahwa menjadi pemimpin itu sebuah amanah dari Tuhan yang harus dijalankan dengan baik, pemimpin itu harus berpihak kepada yang lemah dan melindungi yang kuat, sehingga akan ada titik keseimbangan, saling kasih, saling sayang, saling berbagi dan saling tolong-menolong;
Pemimpin itu harus menebarkan sikap welas asih kepada semua tanpa harus membedakan satu sama lain, kepemimpinan yang inklusi. Menguatkan yang lemah dan melindungi yang kuat, membesarkan yang kecil dan membangun kepedulian yang besar terhadap yang kecil.
Bagi Anies watak pemimpin yang welas asih adalah sebuah keharusan, karena di situlah sejatinya amanah konstitusi yang dibuat oleh para pendiri bangsa ini ketika berjuang memerdekakan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan.
Pilpres yang tinggal menghitung hari ini, ada baiknya bagi kita semua rakyat Indonesia merenung dan memutuskan siapa yang layak menjadi presiden dan wakil presiden 2024.
Rakyat harus memilih pemimpin yang memahami kebutuhannya, bukan rakyat yang dipaksa untuk memahami kebutuhan pemimpin, inilah yang disitir oleh Anies Baswedan bahwa Bansos harus tetap dikembangkan dan ditingkatkan, Anies menyebutnya sebagai Bansos Plus, tapi bansos yang akan diberikan adalah bansos yang memahami kebutuhan mereka, bukan bansos yang asal bagi karena itu hanya memenuhi selera si pemberi.
Apa yang disampaikan oleh Anies menegaskan bahwa pasangan AMIN, Anies – Muhaimin ini adalah pasangan yang layak dipilih, karena pasangan ini adalah pasangan yang kompeten memahami kebutuhan rakyat.
Keputusan ada di tangan kita semua sebagai rakyat Indonesia di tengah sikap hidup yang pragmatis ini, marilah kita sebagai rakyat lebih bisa menahan diri dari godaan calon pemimpin pragmatis yang menawarkan uang sekedar, tapi akan membuat kita susah lima tahun.
Rakyat semakin cerdas, semoga mereka bisa menentukan pilihannya kepada presiden yang mampu membawa perubahan bagi Indonesia menjadi bangsa yang peduli bangsa yang mengerti kebutuhan rakyatnya. (*)