Mengisi Atau Menguras Kemerdekaan?

Sekarang ini, generasi penerus bangsa ini harus berjuang keras untuk melenyapkan kolonialisme domestik yang telah menyelewengakan makna “mengisi kemerdekaan” yang menjadi “menguras kemerdekaan”.

Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News

DULU, semboyan “mengisi kemerdekaan” cukup viral di kalangan para pejabat negara. Di mana-mana orang berorasi tentang upaya untuk mengisi kemerdekaan. Karena kemerdekaan itu masih kosong dari pikiran kotor.

Semua orang masih merasa patriotik. Ingin menyejahterakan rakyat di seluruh pelosok negeri. Masih ada perasaan iba dan berdosa jika mereka menjumpai warga miskin yang berjuang keras untuk keperluan pokok.

Seiring dengan kemajuan pikiran busuk dan kemunduran pikiran bersih, “mengisi kemerdekaan” tak lagi populer. Mata para pejabat negara kini terhalang pandangan mereka melihat kemiskinan di lapis bawah.

Pandangan mereka terbentur di gedung-gedung tinggi nan megah di kota-kota besar; di plaza-plaza mewah; di rumah-rumah mentereng; di ruas-ruas jalan yang penuh dengan kendaraan mahal; di resto-resto berkelas, dan seterusnya.

Dengan cepat, para pejabat meninggalkan semboyan “mengisi kemerdekaan”. Diam-diam tanpa komando, mereka melihat peluang baru yang menyenangkan. Mereka memulai misi baru dengan: “menguras kemerdekaan”.

Tentu misi baru ini tidak mereka ucapkan dalam pidato-pidato pelantikan atau peresmian. Sebab, misi “menguras kemerdekaan” harus dilakukan dalam gerakan bawah tanah. Harus dirahasiakan. Tidak boleh ada yang tahu.

Menguras kemerdekaan adalah misi suci untuk membersihkan kas dan kekayaan negara. Dalam arti, mengosongkan kas negara dengan memindahkannya ke kas pribadi. Ini bisa juga dalam arti membersihkan perut bumi Indonesia dari bahan-bahan tambang yang nilainya ribuan triliun rupiah.

Misi menguras kemerdekaan menjadi sangat populer. Sekarang, para pejabat eksekutif dan legislatif berlomba-lomba turun tangan.

Ada yang melancarkan misi pengurasan lewat alat-alat beratnya, ada yang mengerahkan keahlian utak-atik kalkulator perpajakan, ada juga yang mengerahkan kewenangan administratif yang terkait perizinan, ada yang memanfaatkan perangkat penegakan hukum, keamanan dan pengamanan, dan lain sebagainya.

Intinya, semua sektor kekuasaan turun tangan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk menyukseskan misi pengurasan kemerdekaan itu. Kekuasan tertinggi mendapatkan porsi besar, kekuasaan menengah mendapatkan porsi kelas tengah, yang punya kekuasaan rendah kebagian porsi kecil. Semua senang, semua kenyang.

Belakangan ini misi menguras kemerdekaan diganggu oleh secuil pikiran lurus. Di sana-sini muncul protes keras yang serius memikirkan masa depan bangsa dan negara ini. Tapi juga ada protes yang bernada “mana bagian kami”? Dan, Alhamdullilah, mereka inilah yang paling banyak.

Dibuatlah KPK untuk meyakinkan rakyat kecil bahwa negara akan menghentikan misi menguras kemerdekaan. Badan ini menyiarkan OTT kasus-kasus kecil pengurasan. Lumayanlah bisa menghibur rakyat yang tidak paham operasi senyap pengurasan kemerdekaan.

Hari ini, 79 tahun kemerdekaan, pengurasan kemerdekaan telah mengalami normalisasi. Dengan kelihaian dan keculasannya, mereka para penguasa mampu membangun opini bahwa menguras kemerdekaan adalah juga mengisi kemerdekaan.

Yaitu, kemerdekaan untuk mengisi pundi-pundi para pejabat negara di semua lini. Dan, dalam versi terbaru, kemerdekaan untuk mengisi rekening para pengusaha besar asing dan lokal.

Sekarang ini, generasi penerus bangsa ini harus berjuang keras untuk melenyapkan kolonialisme domestik yang telah menyelewengakan makna “mengisi kemerdekaan” yang menjadi “menguras kemerdekaan”.

Bisa jadi diperlukan revolusi besar fisik dan psikis/pikiran. Sebab, dua dimensi ini sudah sangat kotor.

Merdeka! (Meskipun dalam mimpi). (*)