Muncul Kekuatan Pura-pura Berjuang Kembali ke UUD 1945

Sampai di sini akan memberikan gambaran khususnya saat negara berdasar UUD 2002, Presiden Joko Widodo bersama kekuatan Taipan Oligarki dan kekuatan asing bebas melakukan apapun di Indonesia.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

DALAM mewujudkan tujuan negara dalam pembangunan dewasa ini sangat lemah, tidak terencana secara sistematis dan juga tidak menunjukkan adanya konsistensi secara kesinambungan, bahkan terkesan benturan satu dengan lainnya.

Sangat dirasakan negara merindukan hadirnya kembali GBHN dalam sistem ketatanegaraan kita. Kehadirannya hanya bisa terwujud apabila negara kembali ke UUD 1945 sebagai dasar konstitusi negara dan haluan negara sebagai kebijakan dasar pembangunan negara.

Munculnya wacana melakukan kembali amandemen terbatas akan sia-sia dan kalau itu jadi dilaksanakan justru akan menambah ketidak-konsisten dengan kaidah sistem tertib hukum Indonesia. Karena akan muncul persoalan "bagaimana konsekuensi yuridis atas dasar hukum GBHN”.

UUD 2002 semakin memperkuat fakta bahwa inkonsisten dan inkoherensi dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai sebagai sumber segala sumber hukum telah membawa bencana di Indonesia.

Hukum sebagai suatu sistem mengandung arti bahwa hukum yang berlaku di Indonesia merupakan sistem nilai terdiri atas bagian-bagian yang satu dengan lainnya saling berhubungan dan merupakan keseluruhan/kesatuan.

Hukum itu bukan merupakan suatu institusi teknis yang kosong dengan moral atau steril terhadap moral. Sebaliknya hukum harus berbasis pada nilai yang berkembang dan dijunjung tinggi dalam masyarakat.

UUD 2002 tidak lagi meletakkan musyawarah mufakat sebagaimana terkandung dalam budaya filosofi Pancasila.

UUD 2002 sudah tidak ada hubungannya dengan Revolusi perjuangan bangsa 17 Agustus 1945. Bahkan, merupakan tindakan pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

UUD 2002 memang masih mencantumkan dasar filsafat negara Pancasila pada Pembukaan UUD 1945 pada Alinea IV, tapi dalam penjabaran pasal pasalnya di UUD 2002 yang 97% sudah dirubah berisi paham liberalisme-individualisme.

Nilai-nilai filosofis Pancasila serta asas-asas "Staatsfundamentalnorm" telah dimarjinalkan dengan filosofis liberalisme, individualisme, dan pragmatisme.

Dampaknya sumber-sumber strategis kesejahteraan rakyat dikuasai kapitalis asing. Dan, dalam pelaksanaan demokrasi Pemilu/Pilpres bukan hanya bangsa ini terbelah, juga dikuasai oleh oligarki dan asing.

Sampai di sini akan memberikan gambaran khususnya saat negara berdasar UUD 2002, Presiden Joko Widodo bersama kekuatan Taipan Oligarki dan kekuatan asing bebas melakukan apapun di Indonesia.

Joko Widodo harus menanggung akibatnya sebagai korban UUD 2002 dan siapapun presidennya selama masih berlaku UUD 2002 akan menjadi korban berikutnya.

Anehnya akhir-akhir banyak kekuatan yang seolah-olah sedang berjuang kembali ke UUD 1945 asli tetapi perilaku terbaca dengan jelas dan terang benar sedang mempertahankan paham liberalisme, individualisme, dan pragmatisme. (*)