Negara di Ambang Chaos dan Konflik Horisontal
Keadaan makin rumit, kita menganggap "sebagai kepala negara" akan ada di pihak kita, akan melindungi dan menolong kita, ternyata musuh dalam ketiak sebagai antek asing yang sedang menghancurkan negara, hanya sebagai boneka melawan rakyatnya sendiri.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
PERANG asimetris merupakan metode peperangan gaya baru secara non militer, namun daya hancurnya tidak kalah, bahkan lebih dahsyat daripada perang militer. Perang asimetris memiliki medan atau lapangan tempur luas meliputi segala aspek kehidupan.
Carut marut Pilpres 2024 dibajak dengan paksa adalah fenomena Indonesia telah terperangkap perang. Bahkan disadari atau tidak, elit politik negara setiap pengambil kebijakan negara (politik dan ekonomi) dikendalikan oleh kekuatan oligarki dan kekuatan asing, khususnya China.
Sasarannya adalah membelokkan sistem dan ideologi sebuah negara menjadi liberal, melemahkan ideologi serta mengubah pola pikir rakyatnya. UUD 45 telah dibajak – Pancasila dilemahkan bahkan akan dihancurkan.
Selama ini kita telah diajarkan hidup mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, demokrasi, keadilan, keharmonisan, tolong-menolong, kebersamaan, saling menghormati, beretika, bermoral, saling menghargai.
Pendiri bangsa membingkai dalam nilai-nilai Pancasila untuk meraih kemajuan bangsa dan negara dari bahaya kehancuran dan serangan yang akan meluluh lantakan negara dari nafsu kekuasaan yang binal dan liar seperti binatang buas.
Selama ini rakyat hanya dididik dan dipaksa untuk berdamai atas keadaan terburuk sekalipun tidak dipersiapkan untuk menghadapi kenyataan harus siap menghadapi dan melawan kedzaliman.
Begitu tragis rakyat dipaksa harus menyerah dengan Pilpres 2024 yang hanya sebagai aksesoris. Hasil kemenangan Paslon 02 yang "sim salabim" dengan menghina seolah-olah rakyat Indonesia semua buta, tuli, tolol dan bodoh.
Indonesia sudah dalam kendali aliran individualis, kapitalis yang sangat kejam, menjelma sebagai penjajah gaya baru.
Presiden dan semua perangkat lembaga penyelenggara negara pelan tapi pasti sudah limbung dan bertekuk lutut dalam kendali para bandar dan bandit kapitalis.
Keadaan makin rumit, kita menganggap "sebagai kepala negara" akan ada di pihak kita, akan melindungi dan menolong kita, ternyata musuh dalam ketiak sebagai antek asing yang sedang menghancurkan negara, hanya sebagai boneka melawan rakyatnya sendiri.
Lebih sulit dikenali mereka selalu bermain pasif agresif sebagai Presiden terus berkata manis ternyata berbisa, di permukaan tampak bicara lembut, basa-basi akan menegakkan demokrasi, keadilan dan kejujuran. Di belakang panggung terus memperkuat kepentingan diri, keluarga, kroni bisnis, dan bandar politiknya.
Dalam kondisi seperti ini, saat ini yang kita butuhkan sekarang bukan cita-cita damai dan kompromi dengan penguasa yang mengarah tiran atas kendali kekuatan asing. Kerjasama dan dialog secara normal sudah mustahil dan hanya akan menemui jalan buntu dan sia-sia, tersisa harus melakukan perlawanan.
Saat ini harus ada keberanian dengan pengetahuan strategi taktis dan praktis mencari jalan keluar dari kebuntuan, konflik chaos dan bahaya terjadinya konflik horisontal.
Mengindari cara tersebut justru akan memperburuk dan makin membesar perbuatan licik dan maniputaif yang sudah kronis dan membabi-buta, hanya akan memperburuk keadaan.
Hilangkan ketakutan, keadaan tidak tertaklukan adalah tergantung pada semangat perjuangan kita. Mahkamah Konstitusi Konstitusi (MK) sampai gagal menegakkan keadilan akan terjadinya chaos dan konflik horisontal yang panjang, awal Indonesia akan hancur berantakan. (*)