Nekad Lawan Anies Baswedan?

Siapapun yang akan menjadi Gubernur Jakarta, itu tetap akan menjadi ancaman untuk Pilpres 2029 nanti. Pilpres 2029 di mana Prabowo Subianto sebagai incumbent akan ikut bertarung lagi. Karena itu, Prabowo merasa penting untuk melakukan pengkodisian pada pilgub Jakarta.

Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

NOVEMBER nanti, Pilgub Jakarta diselenggarakan. Bukan hanya Jakarta, tapi pilkada di seluruh Indonesia serentak dilaksanakan. Ini perintah undang-undang.

Banyak incumbent yang maju dan ikut kontestasi kembali. Termasuk Anies Baswedan. Anies akan maju pada pilgub Jakarta untuk kedua kalinya. Partai apa saja yang akan ikut mengusung Anies? PKS, PKB, dan Nasdem. Tiga partai pengusung Anies pada pilpres 2024 ini tampaknya cukup setia. Sementara PDIP, infonya masih dalam komunikasi dengan partai koalisi pengusung Anies.

Dengan 3 partai pengusung, maka lebih dari cukup syarat untuk bisa mengusung Anies. PKS, PKB, dan Nasdem punya 39 kursi di DPRD Jakarta. Apalagi jika ditambah dari PDIP. Maka, koalisi partai pengusung Anies lebih dari 50 persen. Dari sisi partai, Anies sangat kuat.

Jika PKS dan PDIP bersama-bersama mengusung Anies Baswedan pada pilgub Jakarta, maka ini tidak hanya akan menjadi sejarah baru, tapi sekaligus akan menjadi kekuatan yang cukup dahsyat. Kedua partai ini, yaitu PKS dan PDIP punya mesin politik yang rapi dan solid. Bergabungnya PDIP akan menjadi faktor yang menambah optimisme dan peluang bagi Anies Baswedan untuk menang.

Siapa lawan Anies yang dianggap seimbang di pilgub Jakarta? Jawabannya: paslon yang di-back up oleh kekuasaan. Pertama, paslon ini akan punya kekuatan logistik yang luar biasa. Boleh dibilang "logistik tanpa batas". Semua pengusaha bisa ditekan untuk ikut menyiapkan logistiknya.

Kedua, paslon ini besar kemungkinan akan mendapatkan dukungan dari berbagai kebijakan. Entah itu terkait kebijakan bansos, BLT, KJP, dan sejenisnya. Ketiga, instrumen negara seringkali secara vulgar atau sembunyi-sembunyi digunakan untuk kerja politik membantu paslon yang didukung oleh penguasa.

Keempat, KPU juga acapkali berpihak dan tidak netral karena faktor intervensi, atau bahkan bisa juga intimidasi. Empat faktor ini sering muncul ketika ada paslon yang mendapat dukungan dari penguasa. Tapi, inilah wajah demokrasi kita. Demokrasi alai ala Indonesia.

Kalau demokrasinya normal, sehat dan wajar, di mana Anies berhadapan dengan rival yang tidak didukung penguasa, maka jalan menuju Balaikota untuk kedua kalinya bagi Anies relatif akan lebih mudah. Tidak terlalu sulit bagi Anies untuk menang. Apalagi jika lawannya dari jalur independen.

Bagaimana mungkin bisa melawan Anies yang incumbent, populer, punya record suara pilpres di Jakarta hampir 50 persen dan didukung oleh PKS sebagai partai pemenang pemilu yang punya mesin politik sangat bagus. Terlebih jika PDIP, partai pemenang runner up pada pemilu Jakarta ini juga ikut mengusung. Sulit membayangkan tokoh tanpa back up kekuasaan bisa melawan Anies.

Satu-satunya lawan Anies yang mampu membuat pilgub Jakarta seru adalah adanya paslon yang didukung oleh penguasa. Siapa penguasa itu? Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Penguasa lama dan penguasa baru. Jokowi berkuasa saat pendaftaran pilgub. Prabowo berkuasa saat pelaksanaan pilgub.

Siapa paslonnya? Siapapun, selama itu adalah paslon yang di-back up oleh penguasa, maka pilgub Jakarta akan sangat seru.

Mungkinkah terjadi kecurangan? Penguasa adalah lembaga yang punya akses dan kekuatan untuk melakukan kecurangan. Di luar penguasa, kecurangan tetap ada, tapi tidak signifikan. Pengaruhnya kecil terhadap kemenangan. Sebab, di luar Istana, tidak ada akses dan kekuatan untuk bisa curang secara terstruktur, masif dan sistematis.

Istilah yang populer dengan TSM. Hanya penguasalah yang mampu melakukan kecurangan TSM. Meski tidak mudah untuk bisa membuktikannya dalam proses pengadilan.

Bagi Jokowi, Jakarta tetap menjadi wilayah yang cukup penting. Dalam masa transisi perpindahan ibu kota, Jakarta masih tetap menjadi jendela Indonesia.

Bagi Prabowo, penguasa baru pada pilkada bulan November nanti, Jakarta masih menjadi pusat bisnis dan politik. Wajah Indonesia masih akan dipengaruhi oleh dinamika politik di Jakarta. Apalagi, DPR tidak mau pindah ke IKN.

Siapapun yang akan menjadi Gubernur Jakarta, itu tetap akan menjadi ancaman untuk Pilpres 2029 nanti. Pilpres 2029 di mana Prabowo Subianto sebagai incumbent akan ikut bertarung lagi. Karena itu, Prabowo merasa penting untuk melakukan pengkodisian pada pilgub Jakarta.

Kecuali jika 2029, pemilihan presiden dilakukan oleh MPR. Melalui Ahmad Muzani, Sekjen Gerindra, Prabowo seperti sudah mewacanakan ke arah sana.

Kalau pilpres 2029 dilaksanakan oleh MPR, maka siapapun yang akan menjadi gubernur Jakarta, itu bukan ancaman bagi Prabowo. Apakah ini mungkin?

Jawabannya: apa yang tidak mungkin diubah jika presiden punya keinginan. Apalagi, presidennya adalah Prabowo. Seorang jenderal yang darahnya darah militer, besar di berbagai karir militer dan mendapat dukungan kuat dari militer. (*)