Potensi Banyak Gaya Kabinet Merah Putih

Di samping mazhab yang mengawali percaya pada Kabinet Merah Putih atas keyakinan patriotisme Prabowo ada pula mazhab yang tidak percaya atas dasar track record dan keraguan integritas diri seorang Prabowo. Ketidakpercayaan itu berlaku sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

INILAH wajah kabinet amatiran. Seperti orang yang baru saja mengurus negara, bahkan ada aroma main-main atau mumpungisme. Mumpung baru jadi Menteri atau pejabat tinggi, pantasnya disebut sebagai OKB Orang Kuasa Baru.

Prabowo Subianto sendiri sebagai Presiden baru terlalu banyak omong dan keinginan sambil ancam sana ancam sini. Para pembantu diposisikan bagai anak buah dalam pasukan.

Pembekalan di Akademi Militer Magelang tidak lazim, anggota Kabinet berseragam tentara? Ini negara Korea Utara atau sedang Festival anak-anak?

Jika serius hal ini dapat memberi sinyal bahwa pemerintahan Prabowo ke depan akan bersifat hegemonik dan fasistik untuk tidak menyebut militeristik. Hal ini bukan saja bertentangan dengan semangat reformasi tetapi juga menyimpang dari UU TNI.

Uniformitas belum tentu baik. Ketidaklaziman mempertanyakan kesehatan. Presiden tentara retreat di Akmil, nanti kalau Presiden kiai menteri boleh dibawa ngaji bareng di pondok, Presiden seniman menteri joget atau baca-baca puisi di taman budaya. Semua bisa atas nama pembekalan.

Gagalnya kabinet Joko Widodo mungkin karena mereka tidak digembleng di tempat penggergajian atau show room furniture.

Partisipasi berbeda dengan mobilisasi, begitu juga demokrasi dengan mobokrasi. Partisipasi itu berbasis pada kesadaran akan rasa memiliki hingga yakin akan tanggungjawab dan kontribusi. Sementara mobilisasi hanya menanti komando dan arahan yang bukan berdasarkan kesadaran. Beresiko kelak bawahan akan lari jika ada kesempatan atau luput dari perhatian.

Kabinet gembrot potensial menjalankan kekuasaan tiran yang dipegang oleh kelompok oligarki dan mengarah pada pola mobokrasi. Demokrasi hanya menjadikan slogan untuk dukungan rakyat yang sesungguhnya telah termobilisasi.

Wajah buruk dari kabinet bagi-bagi atau asmot, asal comot. Kabinet Merah Putih tampak belum memberi harapan bagi bangsa Indonesia ke depan, akibat:

Pertama, tutup mata rakyat atas kecurangan Pilpres 2024 lalu yang tidak berbalas dengan bukti kemandirian. Gaya dan peran Jokowi masih berlanjut. Bahasa taktik dan strategi Prabowo hanya cover dari kepengecutan.

Musuh pribadi dan bangsa yang ada di depan mata tidak sanggup diatasi, Gibran Rakabuming Raka si "anak kurang ajar" alias belegug, ternyata bebas berulah.

Kedua, polarisasi terjadi di kabinet yang saling berjuang untuk kepentingannya. Ada kutub Jokowi dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan yang beranggota Menteri Jokowi terdahulu. Ada pula kutub Prabowo dengan barisan Menteri baru dari unsur Partai Politik. Kutub ketiga adalah jajaran Menteri independen atau profesional.

Ketiga, ungkapan mantan Penasehat KPK Abdullah Hehamahua bahwa 90% dari anggota kabinet terindikasi korup, menjadi tatangan tersendiri bagi Prabowo. Membersihkan korupsi dengan sapu kotor. Prabowo harus melakukan klarifikasi tuntas terlebih dahulu atas tudingan korupsi food estate, pesawat dan anggaran Kemhan.

Prabowo itu seorang 'commander' bukan 'manager'. Lihat pidato menggebu-gebunya dan juga pola ancaman komandonya. Sebagai Presiden tanpa prestasi kepahlawanan sulit ia untuk menempatkan diri sebagai pemimpin karismatik. Bisa jadi pemimpin yang lucu-lucuan dalam pandangan publik alias gemoy. Gagah dalam orasi, letoy dalam aksi.

Di samping mazhab yang mengawali percaya pada Kabinet Merah Putih atas keyakinan patriotisme Prabowo ada pula mazhab yang tidak percaya atas dasar track record dan keraguan integritas diri seorang Prabowo. Ketidakpercayaan itu berlaku sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Mazhab kritis tentu berfungsi sebagai kontrol politik yang efektif dan patut dihargai. TIdak terkecoh oleh pidato atau cuap-cuap propaganda.

Al Qur'an 2 : 204 sudah mengingatkan: "Dan di antara manusia ada yang omongan tentang dunia mengagumkanmu, ia bersaksi atas nama Allah, padahal sebenarnya ia adalah penentang keras".

Kemunafikan harus dicegah dan diwaspadai agar kehidupan bersama menjadi damai dan selamat. Kita butuh orang bijak seperti Kahlil Gibran bukan pemain watak seperti Bahlil Lahadalia dan Gibran. (*)