Prabowo Akan Sama Dengan Jokowi?

Selama tidak ada kebijakan konkrit dan strategis yang diambil, maka Prabowo akan dianggap dia sebagai tokoh yang hanya senang pada omong semata. Kabinet gembrot menjadi pajangan politik yang tidak berguna.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

SAMPAI saat ini pada umumnya masyarakat membaca Pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka masih dalam posisi "wait and see". Meski disadari bahwa keduanya menang secara kontroversial atau produk rekayasa dari cawe-cawe Joko Widodo sebagai Presiden, akan tetapi rakyat mencoba sementara menutup mata, asal ke depan ada perbaikan.

Perbaikan ke depan bukan menutup kasus ke belakang tetapi membenahi, membersihkan, dan menghukum peristiwa yang terjadi di belakang. Tindakan tersebut di samping memberi landasan ke depan, juga untuk membangun kepercayaan dan daya dukung rakyat pada pemerintahan Prabowo. Hal ini tentu bernilai strategis, meski untuk ini harus dimiliki keberanian moral dan mental.

Pertanyaannya Prabowo itu pemberani, pura-pura berani, atau tidak berani alias pengecut?

Sekurangnya ada lima komponen strategis yang harus dibahagiakan sebagai causa dukungan rakyat, yaitu:

Pertama, umat Islam yang merasa terzalimi diantaranya kasus pelanggaran HAM berat KM 50 yakni penyiksaan dan pembunuhan enam syuhada. Prabowo harus membuka kembali kasus yang secara tidak langsung telah menimpa pendukungnya pada Pilpres 2019 lalu. Sudah ada beberapa novum sebagai bahan tagihan janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Kedua, buruh yang terus berjuang untuk penghapusan UU Cipta Kerja. Sudah saatnya Prabowo mengambil kebijakan untuk memenuhi tututan kaum buruh tersebut. Secara hukum MK telah pernah menyatakan Pemerintahan Jokowi telah keliru memproses dan menetapkan UU yang berpihak pada kaum majikan dan pemilik modal tersebut.

Ketiga, kalangan purnawirawan yang mempermasalahkan Keppres 17 tahun 2022, Inpres 2 tahun 2023 dan Kepres 4 tahun 2023 karena aturan ini terkesan memberi angin dan pembelaan kepada PKI dan keluarganya. Menyalahkan TNI dan umat Islam sebagai pelaku pelanggaran HAM berat. Prabowo mesti mencabut Keppres dan Inpres Jokowi tersebut.

Keempat, mahasiwa yang berteriak keras meminta agar Jokowi ditangkap dan diadili akibat kejahatan politik yang dilakukannya selama memerintah, termasuk kejahatan politik nepotisme. Prabowo jangan menghalangi proses hukum atas Jokowi dan keluarganya. Buktikan pidato "tidak ada yang kebal hukum" dengan implementasi di lapangan.

Kelima, rakyat kebanyakan butuh akan harga murah BBM, turunkan harga dan tetap pertahankan subsidi. Transportasi adalah hal yang pokok. Menentukan bagi kehidupan rakyat banyak. Kenaikan harga dengan cara keji ala Jokowi stop.

Selama tidak ada kebijakan konkrit dan strategis yang diambil, maka Prabowo akan dianggap dia sebagai tokoh yang hanya senang pada omong semata. Kabinet gembrot menjadi pajangan politik yang tidak berguna.

Seribu kali model "pembekalan" Akmil dilakukan hanya akan menjadi pertunjukan dari karnaval "tentara-tentaraan".

Seragam yang ternoda oleh pencitraan dan sekedar gaya-gayaan.

Jadi, Pemerintahan Prabowo itu akan dipercaya rakyat jika...

Jika tidak, Prabowo itu ternyata sama saja dengan Jokowi, bahkan bisa lebih parah. Ia akan dimusuhi oleh rakyatnya sendiri. Kasihan. (*)