Presiden Prabowo Dalam Bayang-bayang Bohir Taipan Oligarki
Rakyat masih menaruh harapan perbaikan untuk kehidupannya dan perbaikan untuk negara sesuai isi pidatonya, sekalipun tetap dalam pantauan, kewaspadaan, dan kecemasan dengan bukti apa yang akan terjadi.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
BETAPA dahsyatnya mantra demokrasi yang diciptakan Joko Widodo, sehingga rakyat meskipun berkali-kali tertipu dan terperosok di lubang yang sama, masih saja percaya. Meskipun sudah nyata mereka seringkali ditipu dan dikebiri.
Siapa penguasa sesungguhnya dalam sistem demokrasi di Indonesia di alam UUD 2002, rakyatkah, jawabnya: bukan. Penguasa sesungguhnya adalah para bohir kapitalis, oligarki, dan juga elit politik. Merekalah yang mengendalikan sumber-sumber ekonomi negara, sampai distribusinya.
Di Indonesia mereka sudah cukup kuat menguasai semua jaringan penyelenggara dan pengelola negara. Mereka yang mengambil keputusan politik untuk kepentingan mereka.
Rakyat hanya ditoleh penguasa ketika mereka butuh suara di bilik suara dan ketika negara butuh dana sebagai sumber pemasukan negara melalui pajak dan berbagai pungutan yang terus melonjak.
Dalam politik, peran bohir sebagai rentenir politik yang memberikan modal berupa uang sementara (meminjamkan uang) kepada para calon yang ingin bertarung dalam hajatan pemilu/pilpres. Uang bukan hanya memiliki peranan penting, menentukan dalam dunia politik Indonesia.
Awal penyusunan kabinet Prabowo Subianto, sarat diduga tersambung dengan uang rentenir saat bertarung dalam hajatan pilpres. Ini akan menciptakan hubungan simbiosis antara pengguna uang rentenir dengan para bohir.
Bohir sebagai pemilik modal mendapatkan akses ke kebijakan dan pengambilan keputusan politik, termasuk dalam penyusunan kabinetnya. Bahkan, pertaruhan dengan partai untuk jatah menteri, wakil menteri, badan dan pos ekonomi lainnya, kuasa partai sampai terpental.
Jangan pernah bermimpi Presiden yang sudah masuk perangkap bohir taipan oligarki akan leluasa menyusun kebinetnya.
Pidato Presiden Prabowo, harus diapresiasi sebagai pidato yang patriotik keinginan sumberdaya alam akan digunakan sebesar besarnya untuk rakyat.
Hanya dari pidato pertama setelah angkat sumpah dan resmi sebagai Presiden dengan Surat Keputusan, isi pidatonya belum ada keberanian tersirat atau tersurat akan menghentikan peran bohir taipan oligarki yang telah mengacak-acak politik dan ekonomi negara.
Akan lebih patriotik kalau dalam pidatonya dengan tegas bahwa dalam dunia bisnis diri dan keluarganya tidak akan dan tidak boleh manfaatkan kekuatan dan kekuasaan dirinya sebagai Presiden.
Kondisi tersebut wajar menimbulkan spekulasi apakah politik dan ekonomi dinasti yang terjadi selama ini akan berubah menjadi politik dan ekonomi bohir
Rakyat masih menaruh harapan perbaikan untuk kehidupannya dan perbaikan untuk negara sesuai isi pidatonya, sekalipun tetap dalam pantauan, kewaspadaan, dan kecemasan dengan bukti apa yang akan terjadi.
Kecemasan wajar tetap muncul karena indikasi kuat Presiden Prabowo Subianto belum bisa lepas dari kekuatan bayangan bohir taipan oligarki dan pengaruh dan kendali dari Luar Negeri (LN). (*)