Selama Jokowi Masih Menjabat, Anies Akan Tetap Dibegal

Sebenarnya, putusan DKPP ini bisa menjadi momentum para ahli hukum tata negara untuk segera menyampaikan semacam analisa hukum supaya MK membuka kembali berkas putusan MK terkait Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 selama Hasyim Asy’ari menjabat Ketua KPU. Sehingga menjadi "terobosan" bagi MK untuk bisa mengeluarkan Yurisprudensi..

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

DINAMIKA Politik Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 cukup menyedot perhatian para politisi dan pimpinan partai politik. Tanda-tanda adanya “perpecahan” tampak di Koalisi Indonesia Maju (KIM). Saling serobot dan bajak kader pun terjadi antara Partai Golkar dan Partai Gerindra.

Tanpa ragu, Ridwan Kamil yang sudah menjadi “kader” Golkar pun telah diumumkan Gerindra untuk didukung maju pada Pilgub Jakarta nanti. Padahal, Golkar sendiri masih ragu apakah Kang Emil ini akan bertarung di Jakarta atau kembali ikut kontestasi dalam Pilgub Jawa Barat 2024.

Klaim Gerindra ini mengingatkan peristiwa saat Partai NasDem deklarasi dukungan pada Kang Emil ketika menjelang Pilgub Jabar 2017. Meski perolehan suaranya di Jabar saat itu terbilang kecil, tapi NasDem berani mendahului parpol lainnya. Berkat popularitasnya, Emil pun menang di Jabar.

Rupanya Gerindra melihat potensi Emil bisa menang jika berlaga di Jakarta. Apalagi, jika Kaedang Pangarep benar-benar dijadikan Cawagub Emil, meski Presiden Joko Widodo selalu mengatakan bahwa dirinya tidak menyodorkan putera bungsunya itu untuk ikut kontestasi di Jakarta.

Tapi, kita harus ingat, ucapan Jokowi itu selalu “kebalikan” dari apa yang dikatakan itu, seperti saat Gibran Rakabuming Raka akan maju sebagai Cawapres Prabowo Subianto dulu. Sementara Golkar masih ragu karena jika nantinya Emil berhadapan dengan Anies Baswedan.

Karena, bagaimanapun, Anies sudah mengubah Jakarta menjadi lebih baik dan manusiawi. Banyak prestasi yang telah diukir Anies ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta (2017-2022). Jakarta benar-benar berubah. Inilah fakta yang tidak bisa dipungkiri dan terbantahkan, warga Jakarta sudah merasakannya. .

Dalam berbagai survei, nama Anies Baswedan masih bertengger di urutan teratas alias pertama jika dia jadi berkontestasi pada Pilgub Jakarta. Disusul kemudian Ridwan Kamil yang ada pada urutan kedua, setelah Anies. Tentunya ini jelas menjadi pertimbangan Golkar.

Makanya, jika Anies jadi berlaga di Pilgub Jakarta, Golkar khawatir Emil bakal gagal meraih jabatan Gubernur Jakarta. Namun, Gerindra tampaknya justru melihat peluang menang jika partai besutan Prabowo Subianto ini mengusung Emil. Apalagi, kalau dipasangkan dengan Kaesang.

Maka, peluang menang sangatlah besar. Dapat dipastikan Presiden Jokowi akan cawe-cawe seperti halnya ketika Gibran maju Cawapres. Dengan demikian pintu Gerindra jelas tertutup bagi Anies jika ingin mendapatkan dukungan atau minimal restu dari Prabowo.

Sementara, PKS yang telah menyatakan dukungannya terhadap Anies Baswedan dengan Sohibul Iman sebagai Cawagubnya, tampaknya sulit diterima PKB, meski sama-sama mendukung Anies. PKB tidak mau jika Anies dipasangkan dengan mantan Presiden PKS itu.

Hal yang sama juga disampaikan oleh petinggi PDIP yang sebelumnya menyatakan dukungannya kepada Anies. Namun, syaratnya Cawagubnya dari PDIP. Tampaknya tarik-menarik rebutan posisi Cawagub Anies Baswedan ini nantinya justru berpotensi gagalnya Anies maju Pilgub Jakarta.

Hal itu bisa terjadi jika pada akhirnya tuntutan PKB maupun PDIP tak dipenuhi PKS. Maka, gagallah upaya PKS mengusung pasangan Anies Baswedan – Sohibul Iman untuk maju Pilgub Jakarta 2024. Apalagi, hingga kini tak ada kejelasan dari NasDem yang saat Pilpres 2024 mendukung Anies.

Surya Paloh sendiri tampaknya sudah mulai merapat ke KIM. Demikian pula Ketum PKB Muhaimin Iskandar yang sudah bertemu dengan Prabowo Subianto. Jika dicermati, itulah strategi terbaru dari Jokowi untuk “membegal” Anies Baswedan pada Pilgub Jakarta 2024.

Dengan hanya didukung oleh PKS saja, otomatis Anies bakal gagal ikut kontestasi Pilgub Jakarta. Ia akan tetap dibegal ketika pendaftaran di KPUD Jakarta, karena dukungan partainya tidak mencapai 20%. Bisa jadi, PKB dan PDIP akan membuat poros sendiri dengan mengusung Andika Perkasa sebagai Cagub Jakarta.

Vonis DKPP

Upaya Joko Widodo agar Anies Baswedan gagal maju Pilgub Jakarta 2024 tampak dengan tarik-ulur pimpinan parpol di luar KIM. Selama Jokowi masih menjabat Presiden (hingga 20 Oktober 2024) kita tidak akan bisa berharap Anies masuk kontentasi Pilgub Jakarta. Apapun akan dilakukan oleh Istana supaya Anies tidak bisa ikut gelaran Pilgub 2024.

Pengalaman Pilpres 2024 menjadi pelajaran berharga bagi Jokowi dan Istana yang “melepas” Anies akhirnya ikut kontestasi Pilpres, 14 Februari 2024. Hal itu terjadi karena Anies didukung oleh PKS, NasDem, dan PKB, sehingga memenuhi Presidential Threshold 20%. Jokowi tidak bisa berkutik.

Perjuangan berat Istana dan Jokowi untuk memenangkan Prabowo – Gibran pun akhirnya berkutat pada permainan angka hasil rekapitulasi Pilpres 2024. Semua lembaga survei dikerahkan untuk bisa membuat Quick Count (QC) perolehan suara paslon 02 mencapai lebih dari 58%.

Cilakanya, pada Selasa, 13 Februari 2024, “hasil” QC lembaga Sure Pay tersebut ada yang sudah keluar dengan perolehan angka 58% tadi. Padahal, pemungutan suara baru dilakukan pada Rabu, 14 Februari 2024. Dan, penghitungan hasil suara pun baru dimulai sore harinya.

Hasil Rekapitulasi suara Real Count yang sempat ditayangkan di televisi pun akhirnya “menghilang” dari peredaran hingga kini. SIREKAP yang sebelumnya diklaim sebagai hasil penghitungan suara riil dinyatakan “tidak berlaku”, karena yang sah itu Rekapitulasi Manual.

Dan, hasil perolehan suara Pilpres 2024, tidak jauh berbeda dengan QC lembaga Sure Pay, tetap kisaran 58% juga untuk kemenangan satu putaran Prabowo – Gibran. Proses peradilan gugatan di MK pun tetap memenangkan paslon 02 yang jelas-jelas didukung Presiden Jokowi dan Istana.

KPU akhirnya menetapkan Prabowo – Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden “Terpilih” pada Pilpres 2024. Jadual untuk pelantikan Presiden dan Wapres telah ditetapkan KPU pada 20 Oktobber 2024, bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Jokowi sebagai Presiden.

Tapi, selama 5 bulan ke depan itu banyak peristiwa yang tidak terduga melanda tanah air. Teranyar adalah putusan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang memecat dirinya atas “tindakan asusila” pada anak buahnya. Dia dinyatakan terbukti berbuat asusila berdasarkan sidang DKPP pada Rabu (3/7/2024).

Sebenarnya, putusan DKPP ini bisa menjadi momentum para ahli hukum tata negara untuk segera menyampaikan semacam analisa hukum supaya MK membuka kembali berkas putusan MK terkait Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 selama Hasyim Asy’ari menjabat Ketua KPU. Sehingga menjadi "terobosan" bagi MK untuk bisa mengeluarkan Yurisprudensi.

Dari sinilah peluang untuk membuka kotak pandora bagaimana proses Pilpres 2024 yang diduga Hasyim Asy’ari terlibat upaya pemenangan paslon 02 Prabowo – Gibran secara TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Massif) bersama Bawaslu, dan mantan Ketua MK Anwar Usman. (*)