Sudah Minta Maaf dan Mundur, Miftah Masih Dihujat

Akan tetapi, keinginan Syarif Rahmat itu ditantangi oleh nitizen. Akhirnya, ditemukan pengunggah pertama video itu adalah PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Oleh: Mangarahon Dongoran, Pemimpin Redaksi Freedom News

MIFTAH Maulana Habiburrakhman sudah mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Umat Beragama dan Sarana Keagamaan.

Akan tetapi, perbincangan dan hujatan terhadap orang yang dianggap menghina penjual es Sunhadi tetap ramai.

Berbagai hujatan terus dilakukan. Sejumlah perkataan atau kelakuannya yang kurang pantas pun terus diunggah di media arus utama (mainstream) maupun medsos (medsos).

Tidak hanya sejumlah video lawas tentang Miftah yang diunggah. Misalnya, video lawas dua tahun lalu saat ia kedapatan menghina dan merendahkan seniman senior, Yati Pesek, yang menyinggung soal fisiknya.

"Saya bersyukur Bude Yati ini jelek dan milih jadi sinden. Kalau cantik jadi loth," kata Miftah enteng dengan tawa yang lebar.

Belakangan Yati mengaku sakit hati atas ucapan itu. Dalam video yang beredar, raut muka Yati sudah menunjukkan ekspresi kecewa dan malu, karena (walaupun menurut Miftah candaan) jelas dipermalukan di depan orang banyak. Siapa wanita yang mau dicandai di depan dengan kata lonte. Lonte sekali pun tidak mau.

Ada juga video lawas istrinya, Ning Astuti, yang membagi-bagikan roti kepada santrinya. Para santri menerima roti sambil berjalan jongkok dan kemudian berjalan berdiri setelah menerimanya.

Nitizen pun menyebutnya seperti masa penjajahan Belanda. Mereka menganggap yang dilakukan kepada para santri itu mirip perbudakan.

Padahal, layaknya di pesantren, termasuk di sekolah berbasis disiplin tinggi, hal semacam itu biasa saja terjadi, apalagi dalam bentuk hukuman. Sebab, pemberian seperti itu bukan hukuman, bukan juga bentuk perbudakan. Tetapi, bentuk hormat dan sungkan kepada ustaz atau ustazah dan guru.

Sebelum perkataan goblok dikeluarkan kepada penjual es dan air mineral, Astuti sudah lebih dulu menjadi sorotan ketika kepalanya ditoyor suaminya di depan umum. Di sebuah video viral yang diunggah ulang akun TikTok @discover3393, pria berusia 43 tahun itu tiba-tiba memegang kepala istrinya, lalu menggoyang-goyangkannya.

Guncangannya terlihat agak keras hingga istri Miftah yang berkerudung kecoklatan itu berusaha menahannya.

Miftah terlihat semringah saat melakukannya dan terkesan tindakannya sebagai bercanda. Namun, tidak semua warganet menilainya seperti itu, apalagi dipertontonkan di depan umum, di saat acara pengajian yang diikuti banyak kaum hawa.

Tidak hanya itu. Nitizen juga memviralkan video Miftah yang memplesetkan lagi Iwan Fals. "Anak sekecil itu berkelahi dengan Mahfud..." Mestinya Mahfud adalah waktu. "Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu..."

Ia memlesetkan lagu itu setelah acara Debat Calon Wakil Presiden 2024, pada kampanye yang lalu. Ya, debat antara Mahfud MD dengan Gibran Rakabuming Raka.

Kelakuan Miftah benar-benar 'ditelanjangi' oleh nitizen. Mereka bahkan tidak menganggapnya sebagai gus apalagi ulama.

Nitizen masih terus 'mengulitinya", baik dengan sindiran halus maupun kasar. Perlawanan dari masyarakat terus bergulir. Terlebih lagi setelah ada sekelompok orang pendukungnya yang berdemo menolak pengunduran dirinya sebagai Utusan Khusus Presiden.

Kegusaran nitizen pun semakin menjadi-jadi, setelah ada yang meminta agar dicari penyebar video pertama Miftah yang mengolok-olok penjual es dengan kata goblok itu.

Dia adalah Syarif Rahmat, seorang kiai yang suka memakai blangkon, yang menjadi ciri khasnya seperti Miftah. Entah mengapa dia meminta mencari pengunggah pertama tersebut.

Akan tetapi, keinginan Syarif Rahmat itu ditantangi atau 'dituruti' oleh nitizen yang menemukan pengunggah pertamanya adalah PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Sayangnya, video yang diunggah PCNU Kabupaten Malang itu kini tidak bisa ditonton lagi karena sudah di- takedown (dihapus atau diblokir) entah karena apa?

Nah, kok nama NU jadinya terseret-seret nih. Tidak jelas apa tindak lanjut Syarif Rahmat atas temuan tersebut. Apakah dia bawa ke ranah hukum atau tidak. Dari permintaannya, pencarian pengunggah pertama tampaknya mau berbuntut panjang jika bukan NU yang lakukan.

Saya bukan pengurus dan anggota NU. Dalam arti saya bukan NU struktur. Tetapi sebagai pengikut Mazhab Imam Syafi'i tulen, saya sedih juga dengan keadaan ini. Sebab, Miftah dan Syarif itu setahu saya juga pengikut Imam Syafi'i yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi'i.

Wajar banyak cibiran terhadap Miftah yang mengaku-ngaku gus. Dia pun sudah dikeluarkan dari grup gus, panggilan terhadap anak kiai.

Selain hujatan ada juga sindiran dan nasihat kepada Miftah. Sindiran disampaikan budayawan Sujiwo Tejo. Sambil menangis, ia menyebutkan Miftah sebagai wali.

Nasihat pun datang dari berbagai tokoh agama. Bahkan, Kementerian Agama (Kemenag) RI menegaskan dan mengingatkan agar setiap pendakwah bisa menyejukkan suasana dan bukan menimbulkan kegaduhan seperti mencaci-maki.

"Pendakwah itu harus santun, tidak boleh memecah-belah, harus menyejukkan, mendamaikan, merekatkan dan tidak boleh mencaci-maki atau menista," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI, Kamaruddin Amin, di Padang, Rabu 11 Desember 2024.

Ucapan Kamaruddin Amin itu menanggapi polemik ucapan pendakwah Miftah Maulana atau Gus Miftah yang dinilai sebagian besar masyarakat melecehkan seorang penjual es teh.

Mestinya hujatan dan segala bentuk lainnya sudah berhenti, apalagi Miftah sudah meminta maaf kepada penjual es, kepada masyarakat dan juga kepada Presiden Prabowo Subianto yang telah mengangkatnya menjadi utusan khusus.

Entah mengapa masih bergulir. Mungkin mereka berharap Miftah meminta maaf secara khusus kepada nitizen. (*)