Suruh Pengkritik Pindah, Apa Negara Ini Punya Nenek Moyang Luhut?

Contoh lain inkompetensi Jokowi adalah ugal-ugalan di sektor pertambangan. Dunia pertambangan menjadi eksklusif, tertutup, serba tidak jelas, dan banyak permainan. Ini tanggung jawab siapa, Pak Luhut? Bukan Jokowi, ya?

Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News

ADA acara “Business Matching 2024” di Jakarta pada 7 Maret 2024 yang lalu. Menko Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) ikut memberikan sambutan.

Di sini Luhut melepaskan kejengkelannya terhadap orang-orang yang terus saja mengkritik Joko Widodo alias Jokowi. Tampaknya dia betul-betul tak rela Jokowi dikritik banyak orang. Dan, dia kayaknya merasa kritik kepada junjungannya itu hanya soal jelek-jelek saja.

Barangkali Luhut ingin semua orang memuja-muji Jokowi. Mengatakan Jokowi hebat, kinerjanya selangit, presiden rakyat kecil, dan sebagainya.

Luhut kesal karena dia anggap tidak ada kritik yang membangun. Benarkah tidak ada? Mari kita lihat sejumlah kritik membangun yang diabaikan Jokowi.

Pertama, Jokowi diminta agar menghentikan proyek-proyek mercusuar yang megalomania tapi tidak bermanfaat bagi rakyat. Ternyata dia teruskan. Contoh: IKN, kereta cepat, bandara megah yang tak terpakai dan lain-lain.

Ini tentu saja kritik yang membangun. Ukurannya? Orang mengkritik IKN, kereta cepat, bandara megah yang mubazir, dan lain-lain itu disebabkan kondisi hidup rakyat yang masih megap-megap dengan kebutuhan pokok, pendidikan, dan biaya kesehatan. Rakyat tidak butuh IKN dan proyek-proyek besar yang tak bermanfaat.

Kedua, para pakar dan aktivis sosial mengkritik utang yang semakin besar. Sudah mencapai lebih dari 8,200 triliun rupiah. Apakah ini tak perlu dikritik?

Mungkin bagi Anda, Pak Luhut, utang besar tidak apa-apa. Karena ke depan nanti Anda tidak akan merasakan dampak buruk pembayaran utang besar tersebut. Rakyat yang merasa sangat berat memikulnya. Anda tetap bisa hidup mewah dengan jumlah kekayaan yang fantastis. Karena Anda, Pak Luhut, termasuk orang yang superkaya di Indonesia.

Tapi, bagi orang kebanyakan yang tiap hari disibukkan dengan kenaikan harga bahan makanan, harga BBM, harga listrik, harga air PAM, maka beban itu terasa berat sekali, Pak Luhut. Anda tak merasakan itu. Karena, sekali lagi, Anda orang superkaya. Sudah sejak lama menumpuk kekayaan.

Kalau rakyat jelata? Tentu lain ceritanya. Mereka merasakan langsung tambahan beban ketika harga-harga naik. Kalau Anda, Pak Luhut, Pertamax harga Rp 100,000 pun tidak masalah. Atau harga beras Rp 50,000 sekilo, Anda tak akan terganggu.

Itu baru kritik soal kesulitan hidup, utang besar, dan sebagainya. Banyak lagi yang perlu dikritik. Kebijakan di bidang pertanian. Apakah Jokowi bagus menangani pertanian rakyat? Bagaimana dengan pupuk? Bagaimana dengan harga gabah? Bagaimana dengan rencana pemerintah untuk mengimpor beras jutaan ton? Apa jadinya food estate?

Semua ini perlu dikritik. Ini soal inkompetensi Presiden Jokowi, bukan prestasi dan kehebatan. Inilah ugal-ugalan Jokowi dalam mengelola negara.

Belum lagi carut-marut politik dan demokrasi akibat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Jokowi. Anaknya, Gibran Rakabuming Raka, dia paksakan menjadi cawapres lewat kekuasaan Paman Usman di MK. Kaesang Pangarep langsung duduk sebagai ketua umum Partai Siolidaritas Indonesia (PSI) tanpa proses demokrasi. Dan dia baru dua hari menjadi anggota partai itu. Di pemilu 2024 ini, ada indikasi perolehan suara PSI digelembungkan.

Pemilu 2024, khususnya Pilpres, penuh kecurangan. Kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Sirekap KPU berindikasi direkayasa. Kemudian, Jokowi menggelontorkan Bansos sembako dan BLT sebesar hampir 500 triliun rupiah menjelang pemilu-pilpres. Para pakar psikologi sosial berpendapat Bansos ini menguntungkan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka. Apakah ini tidak perlu dikritik?

Lain lagi penunjukan Pj (Penjabat) kepala daerah. Mungkinkah ratusan Pj yang ditunjuk itu bekerja untuk memuluskan selain paslon 02?