Tiga Dosen “Dirty Vote” Bikin Tidak Tenang Gibran

Tiga dosen di atas juga sangat berani. Ketiganya bukan kaleng-kaleng, pakar hukum tata negara. Sering wara-wiri di televisi nasional sebagai narasumber. Di sini memperlihatkan dosen tidak hanya sibuk ngajar, tapi peduli terhadap persoalan bangsa dan negara.

Oleh: Mochamad Toha dan Iriani Pinontoan, Wartawan Freedom News

FILM Dokumenter Dirty Vote disampaikan tiga Ahli Hukum Tata Negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Ketiga ahli hukum ini secara terang-benderang mengungkap perihal kecurangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa. Sehingga Pemilu 2024 ini tidak bisa dianggap baik-baik saja.

Film Dokumenter ini memberikan pendidikan kepada masyarakat bagaimana politisi kotor telah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongan dan kelompok mereka.

“Kami melihat semua rencana kecurangan Pemilu ini tidak didesain dalam semalam, dan juga tidak didesain sendirian, tapi terencana dengan baik dan butuh waktu yang tidak sebentar dan dana yang sangat besar,” kata Jubir Timnas AMIN (Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar) Iwan Tarigan kepada Freedom News.

“Kami menduga desain kecurangan yang sudah disusun bersama-sama ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak, yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran,” lanjut Iwan Tarigan.

Dari film dokumenter ini masyarakat bisa melihat bagaimana Penguasa Kotor, culas dan tak beretika mempermainkan Demokrasi, Hukum dan mengatur semuanya baik Eksekutif, Pemerintah Daerah, Kepala Desa, MK, Bawaslu, KPK, KPU, maupun Kepolisian untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya.

“Kami meminta agar masyarakat menghukum Penguasa atas perilaku mereka pada Rabu, 14 Februari 2024 saat pencoblosan, dan kita harus menyelamatkan Demokrasi dan Indonesia dari tangan tangan politisi kotor, jahat dan culas,” tegas Iwan Tarigan.

Hampir semua lembaga yang tersenggol Dirty Vote bereaksi keras. Sibuk membantah data akurat sebagai hoax dan fitnah. Padahal film dokumenter panjang itu sarat data terverifikasi, termasuk oleh lembaga dan orang-orang teruji dan terpercaya.

Tentu yang paling merasa tersenggol ya paslon 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, meskipun dua paslon lain tetap dinarasikan dalam film ini: paslon 01 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar dan paslon 03 Ganjar Pranowo - Mahfud MD.

Mulai dari Ketua Majelis Kehormatan MK Prof. Jimly Asshiddiqy, hakim pemutus Gibran yang pada akhirnya bisa melenggang menuju singgasana Calon Wapres. Ribuan milenial dan Gen Z karena tidak punya Paman Anwar Usman di MK pun meradang.

Pandangan mereka sebagian tercetus berupa sindiran dalam acara Desak Anies mendapat tempat di berbagai kota saat masa kampanye. Prof Jimly tak mau disalahkan. Putusan telah diambil, sah, dan mengikat. Terlepas ada pelanggaran etika berat Anwar Usman itu.

Sementara itu, masa tenang ternyata tidak menenangkan bagi paslon pengusung Gibran yang dijuluki TEMPO sebagai “anak haram konstitusi” ini. Wakil TKN paslon 02 Prabowo Gibran, Habbirokhman mengatakan, sebagian besar yang disampaikan film itu sesuatu yang bernada fitnah.

Narasi kebencian yang asumtif dan tidak ilmiah. Sesuatu yang sangat subyektif dilihat dari kacamata Habbirokhman, Caleg DPR RI dari Gerindra. "Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada dalam film itu," ujarnya.

Padahal ketiganya dosen Ilmu Hukum Tata Negara dari tiga kampus ternama ini sulit dianggap tidak ilmiah apalagi tidak kapabel. Tanpa ada keraguan sedikitpun untuk mengatakan integritas ketiganya dahsyat.

Narasi Netizen

Menyusul mulai beredarnya film dokumenter Dirty Vote tersebut, memunculkan sebuah tulisan yang sangat menarik dengan judul: Tiga Dosen di Masa Tenang.

Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari. Ketiganya dosen. Terbilang sangat berani. Berani menantang arus. Lewat film Dirty Vote, trio dosen itu mengungkap upaya kecurangan Pemilu 2024. Ketiganya saling sahut-menyahut mengungkap sejumlah kecurangan by data.

Bukan hoax, seperti tudingan TKN paslon 01 Prabowo Gibran di atas. Karena yang disampaikan itu juga disertai dengan narasi dan jejak digital maupun berita di TV dan media arus utama. Rasanya, sangat berat untuk dibantah alur ceritanya. Sebab, Data dan Fakta yang ditampilkan sangat valid dan kredibel.

Untuk bisa membantahnya harus apple to apple. Bantah juga dengan data dan film dokumenter. Atau, bantah dengan data tandingan. Jelas, semua tu tidak bisa dibantah dengan marah-marah sambil gelar konferensi pers dengan tuduhan fitnah.

Diakui seorang netizen, film yang di-upload pada channel youtube Dirty Vote sangat berisi. “Jempol dan daging semua,” tulisnya. Dibuat 9 Februari, di-publish 11 Februari dengan durasi hampir dua jam. Sampai pada 12 Februari pukul 05.55 pagi jumlah views mencapai 2,9 juta lebih dan meraup 67,6 ribu subscriber.

Banyak channel besar re-upload dan jumlah views-nya sangat tinggi juga. Belum lagi ada sejumlah cuplikan penting dipotong menjadi video pendek dan di-upload di Tiktok, IG, dan FB. Film itu benar-benar merajai dunia maya.

Dirty Vote channel baru sudah meraup subscriber dan views sebanyak itu, sangat luar biasa. Kalau diajukan monetisasi bisa langsung diterima partner oleh youtube. Artinya, video Dirty Vote viral dan akan terus menggema di masa tenang jelang pencoblosan Rabu ini, 14 Februari.

“Viralnya film ini membuat masa tenang jadi tidak tenang ya. Bukan saya, melainkan TKN 02. Kok hanya 02, padahal kubu 01 dan 03 juga ikut disebut. Kenapa 02 yang seperti "kepanasan". Wajar sih, karena klimaks dari film itu adalah drama di MK yang meloloskan Gibran sebagai Cawapres,” tulis netizen tadi.

Drama di MK merupakan awal dimulainya serentetan kecurangan Pemilu 2024. Bukan hanya MK disorot, KPU dan Bawaslu sebagai pelaksana dan wasit Pemilu tak luput dari sorotan tajam pedang ahli hukum itu. Pelanggaran etika sampai ketidak-berdayaan Bawaslu dibeberkan secara telanjang. Banyak fakta diungkap, panjang mau diceritakan. Durasi mau dua jam, butuh waktu senggang menontonnya sampai habis.

Film ini disutradarai Dandhy Dwi Laksono, sosok yang selama ini terkenal kritis dengan penguasa. Sebelumnya ia juga pernah membuat film dokumenter berjudul Sexy Killers yang membuat geger Istana dan kaum oligarki. Urat takut Dandhy ini sepertinya udah putus. Segala hujatan, bullian, ancaman, sudah menjadi santapan sehari-harinya. Lewat film Dirty Vote, Dandhy seperti menantang kembali penguasa.

Tiga dosen di atas juga sangat berani. Ketiganya bukan kaleng-kaleng, pakar hukum tata negara. Sering wara-wiri di televisi nasional sebagai narasumber. Di sini memperlihatkan dosen tidak hanya sibuk ngajar, tapi peduli terhadap persoalan bangsa dan negara.

Bukan hanya mengajar mahasiswa, tapi juga memberikan pencerahan soal hukum bagi masyarakat luas. Mereka tidak takut bersuara lantang walau harus berhadapan dengan kelompok yang memiliki power sangat kuat.

Di negara demokrasi memang bebas berbicara. Namun, tak banyak yang berani berbicara melawan arus. Apalagi lantang menyoroti kebijakan para penguasa maupun pengusaha besar. Akan banyak konsekuensinya. Kalau tak kuat nyali, jangan deh. Seperti sering disampaikan mantan Gubernur Kalbar, Cornelis, "Kalau berani jangan takut-takut. Kalau takut jangan berani-berani."

“Saya yakin Dirty Vote (suara kotor) akan terus mempengaruhi siapa saja yang menontonnya. Bisa mempengaruhi pilihan. Bagi yang sudah kuat imannya, tak bakal mengubah pilihan. Begitu juga sebaliknya. Kalau saya sih, sudah mantap, tetap dengan pilihan terbaik,” sebut netizen mengakhiri ulasannya.

Kehadiran Dirty Vote tersebut jelas membuat panik paslon 01 Prabowo – Gibran. Terutama Gibran. Mengapa Gibran? Konon, jika menang, Prabowo hanya diproyeksikan menjabat 2 tahun. Setelah itu langsung digantikan Presiden Gibran. (*)