Trend Stagnan, Istana Mulai Gusar!

Kenaikan trend Anies Muhaimin dan Ganjar Mahfud yang semakin mendekati Prabowo – Gibran, ini berarti trend Prabowo – Gibran stagnan dan bahkan cenderung menurun. Sehingga, akan sangat memungkinkan pemilu berlangsung dua putaran.

Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya

DEBAT Keempat Cawapres pada Ahad, 21 Januari 2024 masih menyisahkan banyak masalah bagi paslon 2 yang didukung Istana. Pasalnya paska debat kedua untuk cawapres tersebut, sang putra mahkota, Gibran Rakabuming Raka, melakukan blunder yang menyebabkan elektabilitas Prabowo Subianto anjlok dan tak beranjak lagi.

Berbeda dengan Cawapres paslon 01 Muhaimin Iskandar dan Cawapres 03, Mahfud MD. Keduanya mengalami trend positif, Muhaimin sebesar 70% dan Mahfud sebesar 60℅. Sementara itu, Gibran anjlok mengalami trend positif hanya 30%.

Anjloknya trend itulah yang membuat kubu Istana semakin gusar dan mulai tidak percaya diri lagi. Penyebabnya adalah sikap Gibran yang congkak, meremehkan dan cenderung menjatuhkan lawan debat dengan menyerang personal, kehilangan substansi debat, kehilangan etika dan sopan santun kepada lawan bicara meski yang dihadapi adalah orang-orang terhormat sebagai cawapres.

Gibran telah kehilangan kesantunan dan etika. Gaya “Savage”, melakukan tindakan yang sadis dan kejam, kehilangan etika, tatakrama dan sopan-santun memperlakukan lawan debat, hanya bertujuan untuk mempermalukan lawan.

Sebuah gaya yang jauh dari nilai-nilai keadaban, dan sekaligus memberikan gambaran ke publik, bahwa revolusi mental yang digaungkan Joko Widodo gagal total. Kepada sang putra mahkota saja, Jokowi gagal mendidik sopan santun.

Inilah yang menyebabkan kubu 02 mendapatkan hujatan dari masyarakat paska debat itu. Untuk menutupi kesalahan yang dilakukan sang putra mahkota, kubu 02 harus belepotan mencari dalih pembenar.

Sebagaimana biasanya, untuk "memanipulasi" trend yang anjlok itu maka dimunculkan lagi secara massif hasil survei elektabilitas yang menempatkan paslon 02 di urutan pertama dengan jumlah prosentase yang "direkayasa". Dan polanya selalu seperti itu dan berulang. Selain itu dimunculkan juga video-video yang direkayasa seolah-olah mereka dizalimi, mereka melakukan "playing victim" secara massif.

Trend negatif yang menyebabkan penurunan elektabilitas inilah yang membuat kubu 02 dan Istana merasa gusar, sehingga harus melakukan apapun demi menjaga ambisi satu putaran. Kegusaran itu konon kabarnya menyebabkan “kemarahan” Jokowi yang pada akhirnya terpaksa harus mengubah haluannya. Jokowi memainkan taktik menyerang dan merangkul.

Sebuah taktik bertahan aktif, satu sisi pasukan lainnya melakukan gerakan bertahan menutupi kelemahan kelemahan yang ditampilkan Gibran, di sisi yang lain disinyalir mulai ada gerakan melakukan penetrasi ke lapangan untuk memaksakan kemenangan paslon 02.

Bahkan informasi liar berkembang bahwa paska debat cawapres tersebut mulai dilakukan upaya upaya penekanan oleh aparat untuk memaksakan pemenangan paslon dukungan Istana itu. Kini berkembang juga isu bahwa Istana mulai memobilisir kemenanagan 02 melalui aparat dan lembaga kepresidenan.

Hal lain yang berkembang kini adalah Jokowi mulai berusaha mendekati Surya Paloh dan juga Megawati. Sebuah upaya rasional jangan sampai bila terjadi putaran kedua pemilu, dua kubu ini menyatu. Tanda-tanda ini sudah terlihat di beberapa daerah, di Jakarta mulai terbangun komunikasi antara beberapa politisi pendukung paslon 01 dan pendukung paslon 03, di Solo dan Surabaya juga mulai terbangun koalisi relawan 01 dan 03, koalisi Mega AMIN.

Jawa Timur sebagai medan pertempuran kini menjadi panggung terbuka perebutan suara. Dengan menempatkan Khofifah, Gubernur Jawa Timur sebagai bagian dari tim pemenangan nasional, suara paslon 02 bisa didapatkan. Namun sayangnya hal itu tak semudah dibayangkan.

Sebagaimana yang berkembang mobilisasi muslimat ke Jakarta yang diberangkatkan oleh Khofifah, ternyata tak mempan menggeret suara muslimat ke basis 02, bahkan dalam video-video yang telah beredar justru mereka para muslimat itu menegaskan mereka tetap muslimat tapi pilihan presiden diberikan kepada pasangan Anies dan Muhaimin, pasangan nomor urut 1, AMIN.

Kegusaran istanapun semakin bertambah, melalui upaya struktural ormas Islam yang ada, dengan dukungan kepada paslon terbelah menjadi dua. Para elitnya cenderung merapat ke pasangan 02, sementara ummatnya lebih banyak mendukung ke pasangan 01.

Meski di beberapa survei yang dilakukan oleh para elit tersebut menunjukkan dukungan ke paslon 02. Dukungan riil masyarakat ke Paslon selain nomor 02 lebih riil, utamanya ke pasangan paslon 01, Anies dan Muhaimin.

Kegusaran Istana memang sangat beralasan, upaya-upaya maksimal telah dilakukan, keberpihakan Istana kepada salah satu paslon tak lagi malu dan ditutupi, kini secara terbuka didemonstrasikan, meski itu melanggar etika dan semangat pemilu yang jurdil.

Ambisi pemilu satu putaran untuk memenangkan calon tertentu yang didukung Istana, tampaknya mulai sulit diwujudkan, dan tentu saja kita patut waspada akan adanya cara-cara illegal yang akan dilakukan, tanda-tanda untuk itu sudah kasat mata terlihat dan terjadi, tapi tidak ada tindakan dan perlakuan yang melarang, sehingga kita sebagai rakyat mulai kehilangan kepercayaan bahwa pemilu dan pilpres ini bisa berlangsung secara jujur dan adil.

Kegusaran Istana juga akan semakin membuncah seiring mendekatnya pelaksanaan pilpres 2024, apalagi ditambah dengan isu akan mundurnya beberapa menteri di kabinet saat ini. Salah satunya Mahfud MD, Menko Polhukam yang saat ini juga berlaga dalam kontestasi sebagai cawapres dari pasangan 03 segera akan mengundurkan diri sembari menunggu momentum yang pas.

Kegusaran itu juga akan banyak memunculkan tindakan Machiavelis demi memengangkan paslon 02 yang di sana ada sang putra mahkota, Gibran Rakabuming Raka.

Keberanian Megawati dan PDIP dalam mengambil jarak dan memerintahkan para menterinya untuk mundur dari kabinet, sepertinya tinggal menunggu waktu saja, tanda-tanda ke arah itu juga semakin mendekati kenyataan dengan sikap para politisi PDIP yang secara terang-terangan berani menyebut Jokowi berkhinat, tak tahu malu, seperti legenda Malin Kundang, dan lain sebagainya.

Gimmick-gimmick yang ditampilkan oleh Prabowo dan Gibran juga kini semakin menjadikan publik antipati dan bohong, muncul gerakan perlawanan yang menyebut sebagai gerakan millenial untuk perubahan dengan slogan-slogan lucu yang disiarkan melalui platform media sosal.

Di sisi lain apa yang dilakukan oleh Anies dan Muhaimin serta Ganjar Pranowo – Mahfud MD, semakin mendapat simpati publik. Yang ini pada akhirnya menaikkan trend positif dan simpati publik.

Kenaikan trend Anies Muhaimin dan Ganjar Mahfud yang semakin mendekati Prabowo – Gibran, ini berarti trend Prabowo – Gibran stagnan dan bahkan cenderung menurun. Sehingga, akan sangat memungkinkan pemilu berlangsung dua putaran.

Bergabungnya koalisi Mega AMIN pada putaran kedua, inilah yang membuat Istana gundah dan menimbulkan kegusaran-kegusaran baru. Mengawasi pemilu yang jurdil adalah upaya untuk menekan perilaku segala cara demi memenangkan calon dukungannya akibat perasaan gusar yang membuncah saat ini.

Selamatkan demokrasi, selamatkan Indonesia, awasi pemilu pilpres agar berlangsung secara jujur. Tabuh kentongan sekeras-kerasnya bila menjumpai perilaku apapapun yang menjurus pada upaya kecurangan.

Selamat datang presiden baru, selamat datang presiden perubahan Indonesia. (*)