Cium Kaki Ibu, Pasangan AMIN Lebih dari Sekedar Presiden dan Wakil Presiden

Anies tetap menampilkan jatidirinya yang tenang, santun dan optimis dalam terpaan gelombang isu, intrik dan fitnah yang keji. Anies seperti dalam pidato pendaftaran capres-cawapresnya, tetap yakin dan bahkan meminta maaf mengecewakan orang-orang yang telah pesimis terhadap dirinya.

Oleh: Yusuf Blegur, Kolumnis, Mantan Presidium GMNI

CIUM kaki Ibu, bukan hanya menjadi keyakinan ridho Allah berada pada ridho orang tua. Pasangan Anies Rasyid Baswedan – Muhaimin Iskandar (AMIN) tak ubahnya meminta obat mujarab dari virus kebiadaban pemimpin dan pejabat yang mewabah di republik dekade ini.

Bukan hanya pidato Anies yang menggelegar atau jumlah massa rakyat yang menggetarkan saat pendaftaran pasangan AMIN di KPU. Adab dan akhlak Anies – Gus Imin pada momen sungkeman kepada ibunya, merupakan indikator kelayakan moral dan integritas pemimpin yang mengusung perubahan.

Bahkan harta setinggi dan sebesar gunung yang dimiliki seorang anak tak akan mampu membalas kebaikan seorang ibu. Betapapun hebat dan tingginya jabatan seorang anak, itu tak akan pernah bisa menggantikan, tak sebanding, apalagi menukar apa yang telah diberikan seorang ibu kepada anaknya.

Bagi Ibu Profesor Aliyah Rasyid, ibunda Anies Baswedan, kebahagiaan seorang anak lebih penting dan utama, meskipun harus dilakukan dengan pengorbanan apapun. Begitupun bagi seorang anak, keikhlasan dan keridhoan seorang ibu itu lebih dari cukup untuk membuatnya menjadi manusia yang berarti.

Bukan harta, bukan jabatan dan bukan status sosial yang didambakan seorang ibu pada anaknya, tapi tentang nilai-nilai dan makna kehidupan yang lebih prinsip yang diharapkan seorang Ibu yang harus dimiliki oleh semua anak-anaknya.

Tidak sedikit anak atau seseorang yang memiliki segalanya di dunia, namun jangankan memberi manfaat pada banyak orang, kehidupan ibunya saja sering terabaikan. Banyak anak atau seseorang yang hidup dengan keterbatasan dan sekedarnya, akan tapi dengan kesadaran jiwa dan kesadaran maknanya tetap dapat memuliakan ibunya.

Pasangan Anies – Gus Imin begitu memesona ketika pendaftaran capres-cawapres di KPU pada tanggal 19 Oktober 2023. Bukan suasana politik yang menegangkan, bukan pada pidato Anies yang menggelegar, bukan pula jumlah massa yang partisiiatif dan fantastis yang mengiringinya.

Momen tersebut menjadi istimewa dan luar biasa tatkala Anies dan Gus Imin memulai rangkaian pendaftaran capres – cawapres itu dengan sungkeman pada ibunda Anies. Anies dan Gus Imin menundukkan tubuhnya, merendahkan kemanusiaannya dan bersimpuh di hadapan ibunya seraya mencium kakinya.

Peristiwa yang bukan saja mengharukan, lebih dari itu menyeruak pesan kesholehan dan ketaatan kandidat presiden dan wakil presiden pada seorang ibu.

Mungkin publik lebih fokus mengamati dan menilai salah satu agenda Pilpres 2024 itu dengan beragam analisis yang terkait dengan konstelasi dan konfigurasi politik nasional. Pendukung dan lawan politik akan punya apresiasi dan reaksi masing-masing.

Politisi, akademisi, dan boleh jadi para pejabat dan pengusaha ikut mencermati dinamika yang ada ketika pendaftaran capres – cawapres Anies – Gus Imin.

Bisa dianggap biasa saja atau sekedar tradisi, namun sungkeman pasangan AMIN yang diikuti cium kaki pada Ibunda Anies itu menjadi berbeda dan begitu berarti. Begitu berarti kerena menunjukkan ahliak kedua pemimpin, terutama ketika negara sudah diselimuti ketidakwarasan dan pelbagai penyimpangan.

Adab pasangan AMIN menjadi diferensiasi terhadap fenomena krisis moral dan miskin integritas pada kebanyakan pemimpin dan pejabat dalam rezim pemerintahan selama hampir satu dekade ini. Bukan cuma mengebiri demokrasi dan memanipulasi konstitusi, rezim pemerintahan begitu gersang dari kehadiran moral dan integritas.

Menghalalkan segala cara demi syahwat kekuasaan dan menjadi gerombolan pemimpin tanpa adab dan akhlak. Anies dan Gus Imin dihadapkan pada realitas itu membawa harapan perubahan dan Indonesia yang lebih baik.

Pasangan AMIN, terutama pada figur Anies terasa menjadi istimewa karena lebih banyak menampilkan sisi-sisi pribadinya yang humanis dan populis. Dalam badai kritik dan hujatan di tengah kontestasi pilpres 2024, Anies tetap bergeming dan bersabar menghadapinya.

Tak ada respon negatif, tak ada sakit hati dan tak ada sedikitpun rasa dendam terhadap upaya men-dawngrade dan pembunuhan karakter terhadap seorang Anies selama ini.

Anies tetap menampilkan jatidirinya yang tenang, santun dan optimis dalam terpaan gelombang isu, intrik dan fitnah yang keji. Anies seperti dalam pidato pendaftaran capres-cawapresnya, tetap yakin dan bahkan meminta maaf mengecewakan orang-orang yang telah pesimis terhadap dirinya.

Lebih dari sekedar rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi. Lebih dari sekedar kematangan dan kualitas behavior dalam kepemimpinannya. Lebih dari keyakinan dan optimisme membawa bangsa ini untuk keluar dari situasi krisis dan ketidakwarasan dalam penyelenggaraan negara. Anies dan Gus Imin bukan sekedar membawa janji-janji dan harapan perubahan.

Anies dan Gus Imin telah telah memulai sesuatu yang jauh lebih fundamental dan radikal sebelum menjadi Presiden dan wakil Presiden.

Bahwasanya Pasangan AMIN telah memberikan edukasi sekaligus pencerahan, seperti memberi sinyal sepatutnya adab dan akhlak menjadi hal yang prinsip dan utama bagi semua anak bangsa terutama pada seorang pemimpin.

Dengan mencium kaki ibu, Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar telah menjadi lebih dari sekedar presiden dan wakil presiden bahkan sebelum pilpres 2024 dimulai.

Perubahan rakyat, negara dan bangsa Indonesia menjadi lebih baik, dimulai dari perubahan adab dan akhlak para pemimpinnya. (*)