Fanatisme Berlebihan dalam Pemilu Berpotensi Menimbulkan Radikalisme

Para pelaku teror biasanya mengatasnamakan agama. Padahal agama apa pun melarang membuat kerusakan di muka bumi, bahkan mewajibkan cinta damai kepada sesama manusia dan makhluk ciptaan Tuhan.

Oleh: Selamat Ginting, Analis Komunikasi Politik Universitas Nasional (UNAS)

FANATISME berlebihan dalam mendukung partai politik (parpol) maupun calon pemimpin nasional dan pemimpin daerah dalam pemilihan umum (pemilu) 2024, berpotensi menimbulkan radikalisme yang membahayakan keutuhan bangsa dan negara.

Fanatisme berlebihan dalam pemilu tersebut dapat menimbulkan potensi radikalisme yang bisa membahayakan keutuhan bangsa dan negara. Jangan ada lagi istilah cebong dan kampret serta istilah yang merendahkan derajat manusia.

Saya sengaja menyampaikan hal itu dalam acara KENDURI (Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri) Desa Damai yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DKI Jakarta di Kelurahan Cawang, Jakarta Timur.

Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan adanya perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan kepada kelompok yang berbeda pandangan. Termasuk pandangan atau pilihan politik.

Jika ada kelompok yang memaksakan kehendak perubahan sosial politik secara drastis, karena merasa partai politik pilihannya maupun calon pemimpin nasional atau daerah yang diusungnya harus menang dengan cara kekerasan dalam pemilu, artinya kelompok itu melakukan radikalisme.

Jangan sampai para pendukung parpol maupun pendukung calon pemimpin nasional atau daerah menggunakan kekerasan kepada orang atau kelompok yang berbeda. Termasuk kekerasan melalui bullying (tindakan agresif yang dilakukan berulang) di media sosial dengan kalimat yang tidak etis seperti: kadal gurun (kadrun) maupun babi cina (bacin).

Radikalisme merupakan perilaku yang menghendaki perubahan drastis dengan mengabaikan aturan hukum dan bertujuan merealisasikan target-target tertentu. Termasuk mengubah situasi sosial politik tertentu dengan cara yang menyalahi ketentuan yang disepakati suatu bangsa dan negara.

Sisi Kemanusiaan

Munculnya radikalisme di Indonesia setidaknya disebabkan oleh tiga faktor mendasar. Pertama, perkembangan di tingkat global. Kelompok-kelompok radikal menjadikan situasi di Timur Tengah sebagai inspirasi untuk mengangkat senjata dan aksi teror.

Kedua, muculnya paham-paham konservatif yang gemar membuat batas kelompok yang sempit. Di luar kelompok mereka disebut kafir, musuh, dan wajib diperangi. Ketiga, faktor kemiskinan dapat menimbulkan perasaan termajinalkan, sehingga menjadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme.

Diharapkan dalam pencegahan radikalisme, pemerintah perlu mengedepankan sisi kemanusiaan atau menggunakan pendekatan humanis. Perlu pendekatan soft approach dalam melaksanakan deradikalisasi untuk memutus akar ideologi radikalisme agar dapat mewujudkan kehidupan yang damai dan harmoni.

Program yang bisa dilakukan seperti aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk memutus akar penyebab ideologi radikalisme yang bisa berujung menjadi terorisme. Misalnya dengan upaya merangkul keluarga dan anak-anak mantan pelaku teror serta menyekolahkan mereka di sekolah-sekolah moderat.

Kenali Lingkungan

Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Kolonel (Zeni) Rahmad Suhendro dalam kesempatan itu mengatakan bahwa kegiatan KENDURI (Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri) Desa Damai bertujuan agar tercipta keguyuban di desa-desa, sehingga warga desa atau kelurahan punya bekal agar tidak mudah terpapar paham radikal.

Menurut Rahmad Suhendro, jika tidak kenal lingkungan sekitar, maka secara tidak sadar dengan mudah dapat disusupi paham-paham terorisme dan radikalisme.

Para pelaku teror biasanya mengatasnamakan agama. Padahal agama apa pun melarang membuat kerusakan di muka bumi, bahkan mewajibkan cinta damai kepada sesama manusia dan makhluk ciptaan Tuhan.

"Awal dari terorisme itu dari radikal, kemudian menjadi intoleran. Ujungnya bisa sampai tindakan terorisme,” ungkap alumni Akademi Militer (Akmil) 1989.

Rasa Damai

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi DKI Jakarta Taufan Bakri meminta masyarakat berpartisipasi aktif dalam pemilu 2024 mendatang dengan perasaan damai menuju tampat pemungutan suara (TPS). Rasa cinta dan damai itu juga mesti dimulai saat pelaksanaan kampanye pemilu.

“Hilangkan perasaan merasa benar sendiri, supaya tidak tercipta permusuhan hanya karena berbeda pilihan politik. Sambut dengan gembira, bukan dengan kebencian yang dapat menimbulkan radikalisme,” ujar Taufan yang juga Ketua FKPT DKI Jakarta.

Lurah Cawang Didik Diarjo meminta warganya peduli tentang ancaman radikalisme. Didik meminta warganya jika mengetahui ada potensi radikalisme, segera melaporkannya kepada Babinsa (Bintara Pembina desa) TNI-AD dan Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) Polri, perangkat desa atau seluruh unsur yang paling dekat.

Hadir pula sebagai narasumber praktisi film Dyah Kusumawati. Selain itu pengurus FKPT DKI Jakarta, yakni Sekretaris. M Rico Sinaga; Bendahara, Muhammad Dahlan; serta Ketua bidang Perempuan dan Anak, Nieke Masruchiah. (*)