Indonesia di Lorong Gelap Gulita
Keadaan yang makin rumit. Kerumitan yang dibuat oleh bangsanya sendiri, keadaan makin gelap. Rakyat meratap hanya bisa berdoa atas kehendak-Nya segera keluar dari duka, lahirnya cahaya terang dari negeri yang tertutup kabut kegelapan.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
NEGERI ini milik semua rakyat Indonesia, bukan hanya milik perorangan yang mabuk halusinasi merasa paling berkuasa dan menguasai. Tampil dengan percaya diri seperti hanya mereka yang berhak ada, menentukan, dan mengatur negara seenaknya.
Manusia yang tidak sadar bahwa kuasa atau kekuasaan itu berbingkai waktu sifat fana, semuanya akan berakhir. Tetap saja tampil pongah memaksakan kehendaknya atas remote pihak luar, atas nama hak menghalangi hak, seolah-olah yang lain tak berhak, dengan congkak dan sombong.
Kehidupan itu sunnatullah, akan meniti takdirnya sesuai ayat-ayat kauniyah membawa warta untuk direnungi. Hidup ini dalam kesementaraan, sesuai kodrat yang telah menera sesuatu napas ilahiah.
Kontestasi seperti hanya dongeng tentang keculasan mengatas namakan siapa untuk tujuan siapa, mengapungkan opini yang dipaksakan menyerang siapa pun yang berbeda, memuliakan hanya mereka yang dianggap sama atau dianggap sebagai tuannya.
Mematut wajah menjadi siapa membungkam suara rakyat menepikan siapapun karena merasa negeri ini hanya untuk diri dan kelompoknya.
Hari-hari ini negerimu sedang memanggungkan manusia yang merasa kuasa untuk selamanya. Tidak mau dengarkan suara rakyat yang terluka, meratap, menangis sedih karena kesulitan hanya untuk bisa hidup dengan sesuap nasi.
Pemimpin negara yang telah hilang kesadarannya, tak mampu lagi mengungkapkan rasa atas nama kesadaran, mereka membenam di lahan kekuasaan angkara murka.
Serapuh itukah kekuatan dan kekuasaan dipancarkan hanya demi angan kemuliaan yang pandir dan semu. Ruang maya penuh sesak terjejali opini para buzzer media didominasi kerja influencer yang sedang berburu nasi bungkus.
Kebohongan, penipuan, manipulasi, kejahilan, mengadu domba memenuhi jagad media sosial. Sengeri inikah kita menemukan angan angan eloknya demokrasi. Kegundahan terekspresi sebagai solusi, kekuasaan tak menjadi tujuan kemaslahatan, justru saling menindas dan memaksa.
Setiap saat sang penguasa berpidato layaknya khutbah kebajikan, yang muncul perilaku tega menikam kejam begitu tega tampil dalam kekejaman yang seolah-olah semuanya itu ada dalam genggamannya.
Hati tak bisa terus dibohongi, rasa tak bisa terus dijejali, luka telanjur menganga dalam pergumulan candu kuasa, yang sudah dikendalikan penjajah gaya baru.
Rakyat hidup dalam penantian, dari waktu ke waktu yang tak menentu. Hadirnya penguasa yang arif dan bijaksana, pemilik rasa bahwa kekuasaan hanyalah amanah untuk kebaikan semua.
Keadaan yang makin rumit. Kerumitan yang dibuat oleh bangsanya sendiri, keadaan makin gelap. Rakyat meratap hanya bisa berdoa atas kehendak-Nya segera keluar dari duka, lahirnya cahaya terang dari negeri yang tertutup kabut kegelapan.
Kita mesti bergerak berjuang bersama, jangan lagi ada saling menegasi, sembari mendekat Tuhan Yang Maha Kuasa memohon pertolongan Indonesia segera keluar dari lorong yang gelap gulita. (*)