Investasi China Menggusur Pribumi
Kasus Rempang perlu dievaluasi serius. Perlu pula evaluasi kerjasama Indonesia-China. Jangan sampai dari sekedar kerjasama investasi berujung kolonialisasi. Pribumi yang tergusur dan menjadi budak dari penjajahan. Jokowi harus bertanggungjawab.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
REZIM Joko Widodo adalah rezim investasi. Investasi yang merusak. Jor-joran dalam mengundang investor dengan mengobral tanah, meringankan pajak, memudahkan perizinan dan lain-lain sebagai rangsangan. Kesannya menjual negara dan menggadaikan kedaulatan. Republik Rakyat China alias RRC menjadi andalan untuk diburu. Tidak peduli akan risiko dan bahaya yang diakibatkan.
Ketika diundang Presiden Xi Jinping ke Chengdu, China awal Agustus 2023 Jokowi dan tim, baik Menkeu Sri Mulyani maupun Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan mendapat janji-janji investasi China. Dibuat kesepakatan kedua negara dengan deklarasi "two countries twin parks" sebagai pertanda betapa eratnya hubungan.
Penjajahan yang diawali investasi dan hutang luar negeri menjadi ciri negara China sang mitra Jokowi. Penjajahan politik adalah kelanjutan dari ketergantungan dan dikte ekonomi. Diduga demi investasi Jokowi siap menghamba pada China. Dalam berita CNN Indonesia, Jokowi menyatakan bahwa penghambat investasi akan dikejar dan dihajar. Ia menginstruksikan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memecat Kapolda yang tidak mengawal investasi. Luar biasa!
Bukti adanya kekejian rezim investasi Jokowi dalam menghamba kepada China adalah peristiwa kesewenang-wenangan dalam penggusuran pribumi Melayu di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Demi investasi yang dijanjikan China Rp 172 triliun aparat mengejar dan menghajar.
Korban berjatuhan. Rakyat pribumi yang telah menempati tanah ratusan tahun tersebut harus mengosongkan dan tentu mereka menolak. Bentrok brutal aparat dengan rakyat menjadi bukti bahwa rezim Jokowi memang biadab.
Sarwa investasi adalah perwujudan dari paham neo-komunisme yang materialistik. Pembangunan bidang lain termasuk moral dan budaya serta menjaga kelestarian adat dan agama dapat tersingkir oleh kebijakan investasi.
Investasi menjadi legalitas negara untuk mencuri, merampok, dan memperkosa segala hak-hak rakyat.
Perjuangan warga Rempang bukan menolak pembangunan tetapi penggusuran. Setelah mengusir pribumi kelak terbangun Rempang Eco City yang sudah dapat diprediksi akan menjadi Rempang "Engko" City. Non pribumi yang akan mengisi setiap jengkal kawasan. Hal seperti ini yang terjadi hampir di setiap tempat di Indonesia dalam program serupa. Rakyat menangis tergusur tidak berdaya.
Rempang memang harus melawan karena jika tidak Rempang, Kota Batam akan menjadi area "penaklukan" China atas Indonesia. Etnis Melayu yang digantikan etnis China di 17 ribu hektar kawasan. Dahulu di tetangga Batam, yaitu Singapura warga Melayu juga habis terkikis dan "ditaklukan" oleh etnis China.
Ternyata semua dimulai dari investasi dan pembangunan ekonomi. Kini RRC menjadi mitra dagang terbesar Singapura. Xi Jinping dan Lee Hsien Loong sama-sama beretnis China. Lee adalah putera Lee Kuan Yew pengganti Goh Chok Tong.
Proyek Jinping-Jokowi Rempang Eco City telah menimbulkan korban. Pemaksaan pengosongan lahan yang dihuni 16 kelompok adat Melayu sungguh menyakitkan. Lebih sakit daripada sekedar korban bentrokan yang dibawa ke rumah sakit.
Pabrik kaca kedua terbesar dunia yang akan dibangun China di Rempang menjadi cermin dari penyerahan lahan bangsa Indonesia kepada China. Pada awal sebelum penyerahan lahan IKN Kalimantan kepada China pula.
Kasus Rempang perlu dievaluasi serius. Perlu pula evaluasi kerjasama Indonesia-China. Jangan sampai dari sekedar kerjasama investasi berujung kolonialisasi. Pribumi yang tergusur dan menjadi budak dari penjajahan. Jokowi harus bertanggungjawab.
Rempang adalah wajah buruk dari kebijakan pemimpin bangsa yang buruk. Itulah Rempang "Engko" City. Lalu siapa sebenarnya Jokowi? (*)