Presiden Makin Tersesat

Selama ini semua beban beratnya ditugaskan kepada Luhut Binsar Panjaitan yang selama ini menyandang gelar “menteri segala urusan”, tampak harus ditanggalkan dan berakhir. Karena kesehatannya, LBP harus istirahat dari jabatannya sebagai pembantu presiden.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

KATA pepatah kuno: "There is always a limit to ambition. At the end of the day human will never be able to enjoy the fruit of his ambition". (Artinya, "Ambisi selalu ada batasnya. Pada akhirnya manusia tidak akan pernah bisa menikmati buah dari ambisinya").

Pada akhir pemerintahannya, Jokowi terus mencoba membangun sebuah kekuatan politiknya agar bisa selamat dari "dosa-dosa" politiknya selama menjabat sebagai Presiden, tidak berjalan mulus, auranya akan menjadi petaka.

Banyak dosa dan kesalahan Jokowi selama menjadi Presiden, yang membuat hatinya tidak pernah tenang, selalu diliputi ketakutan dan kegelisahan.

Rekayasa politik memperpanjang masa jabatan, menunda pilpres mengganjal bakal capres Anies Baswedan dan upaya membangun kekuatan dinasti dengan memaksakan diri menempatkan anak- anaknya yang masih ingusan ke tampuk kekuasaan, dipastikan akan menjadi amunisi serangan balik oleh rakyat kepada Jokowi.

Kaesang Pangarep direkayasa menjadi ketua umum (Ketum) PSI pada Senin (25/9/2023) bisa dibaca sebagai salah satu upaya Jokowi "mempersiapkan kapal sekoci". Presiden butuh kapal penyelamat untuk mengamankan diri dan keluarganya.

Jokowi khawatir terhadap masa depan politiknya, terutama setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden pada Oktober 2024 mendatang. Membayangkan: "Sekelas SBY, mantan presiden yang punya saham terbesar Partai Demokrat saja menjadi bulan-bulanan ketika tak lagi menjabat sebagai presiden".

Ancaman terhadap Presiden Jokowi sangat nyata, pertahanannya antara lain gunakan informasi intelijen untuk politik. Kurang disadari ini akan merusak kepercayaan publik kepada dirinya, dan akan memberi kesan Presiden dalam kondisi terdesak atas berbagai masalah yang makin sulit dikendalikan.

Penyalahgunaan data intelijen bukanlah masalah sepele, ini bisa disebut skandal politik yang sangat memalukan. Presiden gunakan informasi intelijen untuk politik, terkesan ingin menunjukkan kepada lawan-lawan politiknya bahwa dirinya masih kuat.

Program Strategi Onal (PSN) terlanjur masuk ke otak masyarakat, bahwa program tersebut adalah program titipan Oligarki, merampas tanah rakyat telah menimbulkan gelombang perlawanan rakyat yang terus membesar.

Program ambisius IKN tidak akan selesai sampai ahir masa jabatannya dan ketika ganti presiden sangat erat kemungkinannya akan dihentikan.

Bukan saja semua hanya menjadi beban tetapi berpotensi akan berisiko hukum bagi Presiden.

Selama ini semua beban beratnya ditugaskan kepada Luhut Binsar Panjaitan yang selama ini menyandang gelar “menteri segala urusan”, tampak harus ditanggalkan dan berakhir. Karena kesehatannya, LBP harus istirahat dari jabatannya sebagai pembantu presiden.

Kabarnya, LBP kini terbaring dan sedang dirawat di RSPAD (Rumah Sakit Pusat TNI AD) karena terkena serangan jantung. Sayangnya belum ada konfirmasi dari pejabat berwenang.

Ketika penyangga politik andalan Jokowi kepada LBP berakhir, dengan tugas berat, LBP sebagai buldoser sergap dan lumpuhkan siapapun yang akan melawan dan menggangu agenda dan kepentingan tuannya Xi Jinping dan tuan tuan Oligarki yang harus tetap nyaman dan terjaga keamanannya, harus berahir juga dengan segala resiko politiknya.

Tugas Jokowi akan semakin berat, dampak ikutannya depresi Jokowi akan makin besar menekan dirinya. Jalannya makin tersesat, pilihannya tinggal menyerah, mundur, atau harus pergi mencari suaka sebelum keterjang amuk massa yang sudah menderita, menahan emosi dan resah selama ini. (*)